Lima Puluh Delapan

2.4K 175 29
                                    

Keenan yang mendengar namanya terpanggil langsung memutarkan badannya, melihat gue yang sedang duduk di depan toko buku. Entah kenapa gue senang melihatnya disana, mungkin percakapan temen-temen sengklek gue berhasil bikin gue sedikit buka hati buat Keenan, ya meskipun belum yakin Keenan suka sama gue atau enggak.

Keenan tersenyum lalu menghampiri gue yang masih terdiam di tempat dengan novel di tanagn gue. "Lo ngapain disini?"

"Baca novel," jawab gue.

"Baca novel kenapa nggak di rumah aja," katanya duduk di sebelah gue.

"Gue barusan beli terus males pulang makanya langsung baca di depan tokonya," jelas gue. "Lo sendiri ngapain disini?"

Keenan mengedikkan bahunya. "Jalan-jalan doang, cari udara segar."

Gue kembali membaca novel di tangan gue, membiarkan kesunyian menyelimuti kami berdua. Gue menoleh saat menyadari Keenan menatap gue aneh. "Ngapaain lo ngelihatin gue gitu?" tanya gue risih.

Keenan mencondongkan badannya ke depan, membuat gue sedikit menjauhkan badan. Tangannya menunjuk mata gue. "Sembab gitu, kenapa?"

Gue segera memalingkan muka, lupa kalau mata gue masih sembab. "Enggak, nggak apa kok."

"Bohong."

"Ih, enggak bohong, anjir. Lo kok nggak percaya sih," kata gue.

"Sadar diri lah kalau lo nggak pinter bohong," kata Keenan santai.

"Jahat banget,anjir."

"Tinggal jujur aja susah banget."

"Kurang tidur gue, suka bergadang ngabisin novel-novel yang udah numpuk," kata gue berdusta.

Keenan akhirnya mendiamkan gue dengan alasan kebohongan itu. Cowok itu menikmati kendaraan yang berlalu-lalang. "Gue kira lo masih marah sama gue," katanya memecahkan keheningan.

"Marah? Kapan gue marah?" tanya gue bingung karena seingat gue Keenan nggak pernah bikin gue marah.

"Tadi," jawabnya singkat.

Gue berusaha mengingat apa Keenan melaukan kesalahan tadi. "Enggak, gue nggak marah sama lo," kata gue.

"Lo mendadak dingin gitu, jadi ngeri," katanya terkekeh.

"Sadar diri dong lo tiap hari dingin kayak kutub utara sama kutub selatan. Gue aja sampe ngejulukin lo jadi 'kulkas berjalan' saking dinginnya lo," kata gue menepuk pundak Keenan.

Keenan tertawa kecil mendengar perkataan gue. "Jalan-jalan yuk." Gue tidak langsung menjawab, bingung dengan ajakan tiba-tiba Keenan. "Jalan-jalan biasa, nggak bakal macem-macem, janji," katanya polos, berbanding terbalik dengan wajah dan kelakuannya yang sudah masuk kategori bad boy di sekolah-tapi jangan disamakan sama bad boy-nya David.

Gue terkekeh saat melihat ekspresinya yang sudah menjadi polos, sepolos pantat bayi. "Iya deh, gue mau. Gue juga lagi pengen jaln-jalan," kata gue menerima ajakan Keenan.

****

"Serius lo? Anjir ternyata Eri gila ya kalau di kelas," kata gue saat mendengar cerita Keenan tentang kelakuan Eri di kelas. Setau gue Eri emang gila tapi saat di kelas sebelas, dia nggak terlalu membuka diri untuk teman-temannya.

"Terus lo harus tau kalau wajahnya datar banget, jadi pengen nabok," lanjut Keenan membuat gue semakin tertawa. Nggak tau kenapa malam ini Keenan jadi hangat, nggak ada unsur dingin bin cuek yang keluar dari setiap perkaannya. Dan nggak tau kenapa, gue merasa nyaman deket dia.

"Keen," panggil gue ragu.

"Hm?"

"Lo.. lo ada hubungan sama Amel?" tanya gue ragu, memastikan apa yang gue lihat tadi.

He(A)rt - [SELESAI]Where stories live. Discover now