Tiga Puluh Tiga

3.4K 185 36
                                    

Hari ini adalah hari tersial gue dan semua berawal dari Dare sialan Sheryn. Siang tadi gue melaksanakan Dare itu dan harus menanggung malu yang bercampur dengan rasa takut. Kalau saja Sheryn bukan temen gue, pasti gue udah mengutuknya menjadi es.

"Lo langsung pulang atau minta jam tambahan dulu?" tanya Mesya sambil mengemasi barang-barangnya karena sekarang sudah saatnya para siswa pulang dari bimbingan.

"Eh? Gue minta jam tambahan aja dah, besok kan ada tes tulis Matematika. Lo sendiri gimana?"

"Gue ikut jam tambahan aja dah. Ntar ya, gue panggil Kak Aldi dulu, lo tunggu aja di kursi depan kelas." Mesya meraih tasnya dan keluar mendahului gue untuk memanggil Kak Aldi, tentor Matematika.

Sesuai perkataan Mesya, gue duduk di kursi depan kelas sambil mendengarkan musik lewat earphone kesayangan gue. Alunan musk mulai terdengar dan membuat kaki gue sedikit bergerak mengikuti irama. Mesya dan Kak Aldi pun datang dan duduk di bangku yang sama dengan gue. Dengan cepat gue melepas earphone gue, mengambil buku cetak Matematika dan mulai mengikuti jam tambahan dengan sedikit risau karena kantuk yang mulai berdatangan.

"Ya gitu temen, nggak ajak-ajak kalau mau ikut jam tambahan."

Kami bertiga mendongak dan mendapati Arkan yang berdiri sambil memakan bakpaonya. "Ye, lo kan nggak bilang kalau mau ikut beginian," kata Mesya santai.

Arkan hanya mengedikkan bahunya cuek. Ia berjalan dan duduk di kursi yang posisinya berhadapan dengan gue. Jangan tanyakan bagaimana keadaan jantung gue sekarang. "Yok, lanjut jelasinnya, Kak."

"Majuan dikit, kalau lo disana nggak kelihatan gimana caranya," ucap Kak Aldi.

Otomatis gue sedikit berdiri lalu mencodongkan badan ke depan dan bertumpu pada kedua lengan untuk melihat lebih jelas ke arah kertas yang sekarang penuh dengan angka. Satu hal yang gue lupa, Arkan ada di hadapan gue dengan posisi yang sama dengan gue. Sedikit berdiri sambil mencondongkan badan ke depan dan bertumpu pada kedua lengan, menghapus beberapa jarak antara kami berdua.

Mata gue membulat saat menyadari hampir tidak ada jarak antara gue dan Arkan. Dengan cepat gue menarik badan gue, kembali terduduk di kursi dan mengatur pernapasan gue yang tadi sempat tidak terkontrol. Kegiatan hitung menghitung yang dilakukan Kak Aldi serasa tidak lagi menarik perhatian gue.

"Kenapa?" tanya Mesya yang menyadari posisi gue yang tidak memerhatikan Kak Aldi.

"Nggak apa, gue pulang aja, udah ngantuk."

****

Bel tanda pulang sudah berbunyi, mengakhiri pelajaran Bahasa Inggris yang cukup membosankan. Gue yang sudah tersadar dari alam khayalan langsung merapikan buku-buku yang berantakan di atas meja.

"Jangan pulang dulu, ada latihan sebentar di tempat biasa," kata Sheryn memeringatkan. Latihan yang dia maksud adalah latihan dance untuk mengisi acara saat perayaan ulang tahun sekolah.

"Iya." Gue memutar kepala untuk melihat ke arah Arkan yang sudah siap untuk kembali ke rumahnya. Cowok itu berdiri dari duduknya, memajukan kursinya agar terlihat rapi lalu berjalan menuju pintu.

"Arkan mau pulang tuh, lo nggak mau bilang, 'Arkan, hati-hati di jalan," gitu?" goda Sheryn dengan senyum jahilnya.

"Apaan sih, nggak jelas lo. Ngapain juga gue bilang gitu? Kayak nggak ada kerjaan aja," oceh gue tanpa menatap wajah cantik Sheryn.

"Ye, ngeles aja terus. Padahal mah dalem hati lo bilang gitu, makan tuh gengsi," goda Sheryn membuat gue menatapnya datar.

"Apaan sih, nggak bosen apa lo godain gue?"

He(A)rt - [SELESAI]Where stories live. Discover now