Dua Puluh Lima

3.7K 193 54
                                    

Seilla hanya tersipu dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Mau foto, Kak. Boleh kan? Hehe," ucapnya.

Gue yang masih terdiam di tempat langsung membuang muka, berharap telinga gue mendadak tidak bisa mendengar dan berharap mata gue mendadak tidak bisa melihat untuk sementara. Sheryn mengamati gue dan merangkul gue. "Ayo, Fin," ajaknya dan hanya gue balas dengan anggukan.

****

Gue memarkirkan motor matic gue di parkiran bimbingan. Hari ini adalah hari pertama gue belajar tambahan disini. Setelahnya gue berjalan untuk mencari kelas yang akan gue masuki.

"Fin!"

Gue berbalik dan menemukan Chika yang berlarian mengahmpiri gue. Lo inget Chika kan? Gadis yang waktu itu sempet deket sama Fajar, inget kan? "Chik, lo juga bimbingan disini?"

Chika mengangguk mantap. "Lo baru masuk ya? Ikut gue yuk, gue tau kelasnya dimana." Gue mengangguk dan mengikuti Chika kemana pun ia berjalan. "Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam. Widih, Fiona bimbingan disini juga," seru Darma.

"Fin, ketemu lagi sama gue si sodara ipar," kata Dana melempari gue dengan botol mineral bekas yang entah darimana asalnya.

"Gitu banget penyambutannya, kenapa dulu gue nggak disambut gitu, Dan, Dar?" tanya Chika datar.

"Lo mah nggak perlu dikasih penyambutan." Darma tertawa mendengar perkataan Dana yang super datar.

"Assalamualaikum, gue datang kawan."

Gue berbalik dan melihat siapa yang baru saja datang. "Dena, lo juga disini?" tanya gue.

"Gue mah udah dari dulu bimbingan disini. Eh, ngapain masih berdiri? Duduk kuy," ajak Dena. Gue dan Chika langsung duduk di sebelah Dena.

Gue bertopang dagu melihat ambang pintu dengan tatapan kosong. Di kelas ini banyak anak yang gue kenal karena ini adalah kelas khusus untuk SMAN Internasional. Revan, Aldo, Okta, Rafa, Disa, David, Meysa, Chelsea, dan masih banyak lagi.

"Assalamualaikum."

Mata gue membulat melihat siapa yang baru saja datang. Yang benar saja gue harus sekelas lagi sama Arkan. Kalau gini terus gimana caranya gue belajar move on coba? Kenapa sih Arkan demen banget bikin gue gagal move on?

"Tumben lo datengnya nggak telat?" goda Revan menepuk bahu Arkan.

"Temen lo ada kemajuan malah diginiin," kata Arkan santai. Dia menoleh dan membuat manik mata kami bertemu. Denga cepat gue memalingkan wajah agar tidak terlalu lama menatap manik mata Arkan yang sangat teduh.

****

"SUMPA DEMI APA LO SATU BIMBINGAN SAMA ARKAN?"

"Jangan keras-keras kali, Ryn. Selow sist," kata gue. "Iya, gue satu bimbingan sama Arkan. awalnya gue lupa kalau Arkan juga disana, terus kemaren gue baru inget pas Arkan baru dateng."

"Jodoh nggak kemana kok, Fin," kata Sheryn datar.

"Ye, apasih lo. Tapi amin lah, sapa tau jodoh gue si Arkan, wkwk."

"Nungguin tiga tahun itu makan hati banget ya." Sheryn menghelas napas. "Gue juga ngerasain kok, Fin."

Gue menatap Sheryn bingung. "Maksudnya? Lo juga nunggu seseorang tiga tahun?" Sheryn mengangguk. "Siapa? Tirta?"

"Ngomong sekali lagi gue hajar lo, gue kan nggak suka sama Tirta!" seru Sheryn.

"Gue kan nebak, lo selow dikit napa. Tapi kan lo pernah jalan sama si Tirta, terus kalau bukan Tirta, siapa?" tanya gue.

He(A)rt - [SELESAI]Where stories live. Discover now