Empat Puluh Sembilan

2.4K 156 31
                                    

Gue yang awalnya menikmati coklat panas langsung terbatuk saat mendengar pengakuan Nayla. Seorang Nayla yang polos bin lemah lembut ternyata jatuh hati dengan sosok Bintar yang nggak bisa diem bin demen bikin orang naik darah?

"Ke... Kenapa? Lo kaget ya?" tanya Nayla.

"Bukan kaget aja, kaget kuadrat," kata gue melebih-lebihkan. "Kok bisa sih? Kenapa lo bisa suka sama si kunyuk itu?"

"Jangan keras-keras, nyet," oceh Sheryn membuat gue nyengir.

"Nggak tau, gue tiba-tiba aja suka sama dia padahal gue sama Bintar nggak kenal. Gue cuma tau namanya aja dan belum tentu Bintar tau nama gue, tapi nggak tau kenapa gue suka sama dia," jelas Nayla.

"Perjuangin," kata gue to the poin.

"Maksudnya?" tanya Nayla.

"Perjuangin cinta lo, buktiin ke Bintar kalau cinta nggak selalu dengan orang yang saling mengenal, cinta bisa datang pada orang yang nggak kita kenal. Bintar suka cewe yang mau merjuangin dia, jadi lo harus berjuang untuk cinta lo itu," cerocos gue. "Gitu aja sih yang bisa gue saranin buat lo. Masalah lo minta bantuan gue, gue nggak bisa janji tapi gue pasti bantuin lo sebisa gue."

"Dalem banget anjir," kata Sheryn.

"Gue ke kelas dulu ya. Lo kalau mau tetep disini, nggak apa, gue duluan," kata gue pada Sheryn.

"Lo duluan aja, nanti gue nyusul."

****

Kali ini kelas XII-5 sedang melakukan pemanasan karena sebentar lagi akan diadakan penilaian basket. Setelah melakukan pemanasan, kami duduk di tepi lapangan, menunggu Pak Toni datang membawakan absensi kelas XII-5.

Gue menatap David yang duduk tak jauh dari Sheryn. Cowok itu sedang mengikat tali sepatunya dengan gaya swag miliknya. Kadang gue masih heran, bagaimana bisa seorang Sheryn jatuh hati pada sosok David yang terkenal dengan jiwa bad boy yang sudah mendarah daging dengan wajahnya yang sangat swag -lebih seperti wajah seorang kriminal, serem gimana gitu, ditambah dengan tatapan tajam miliknya yang seakan-akan akan menyerang siapa saja yang sedang ia tatap. Bisa di tebak kalau saat ini Sheryn juga sedang curi pandang ke arah David.

Pak Toni datang dengan beberapa lembar kertas di tangannya, membuat kami langsung berdiri dan membentuk barisan. Setelah memberikan pengarahan dan juga cerita, Pak Toni memulai penilaian.

Sebuah bola basket sudah ada di tangan gue. Gue sih emang dasarnya nggak bisa main basket meskipun mama gue adalah pemain inti tim basket sejak beliau duduk di bangku SMP. Gue men-dribble benda bulat itu dengan santai dan telaten, berusaha mengendalikan seutuhnya agar tidak membuat keacauan.

Pritt.

Gue mulai berlari dengan bola yang setia memantul di depan gue. Mata gue sedikit melirik ke arah kanan dan menemukan sosok yang sangat gue idolakan hingga saat ini. Karena tidak mau merusak konsentrasi, gue mengabaikan kehadiran Arkan di sebelah gue, memfokuskan pandangan untuk men-shoot bola ke dalam ring.

Gue segera mengambil bola yang tadi sempat terlempar ke sembarang arah. Shoot pertama gue berhasil dan gue harus kembali ke posisi awal. Gue menyempatkan diri untuk melihat ke arah Arkan yang sedang mengendalikan bola di tangannya. Tidak bisa dipungkiri, dia adalah owok paling handal dalam bidang basket di kelas gue saat ini. Gue selalu suka saat melihatnya bermain basket karena menurut gue saat ia bermain basket, tingkat ketampanannya bertambah tiga kali lipat dari sebelumnya apalagi saat rambutnya basah karena keringat.

Gue segera mengumpulkan konsentrasi gue untuk kembali megendalikan bola sambil berlari, seperti yang gue lakukan tadi. Gue kembali men-dribble bola dan berlari. Di samping gue, Arkan melakukan hal yang sama.

He(A)rt - [SELESAI]Where stories live. Discover now