Tujuh

5.2K 295 30
                                    

Gue hanya mengangguk kecil meskipun sebenarnya gue pengen banget loncat-loncat. Lagi-lagi jantung gue konser dadakan. Arkan mengambil sisi lain tirai yang sedari tadi gue pegang, membantu gue memasangnya. Gue sadar kalau pipi gue udah merah. Arkan, please jangan lihat ke arah gue dulu sebelum merahnya hilang.

"Jangan hiperaktif dulu kalau di musholla," kata Arkan mengangkat tirai sambil ngelihatin gue.

"Iya, sorry. Tadi Clara yang dorong gue," jelas gue berusaha terdengar santai. Hidup gue banyak banget ya yang namanya usaha.

"Biar gue aja yang masang, lo suruh yang lain cepet masuk gih," kata Arkan.

Gue ngangguk-angguk dan berlalu, memanggil sisa anggota X-4 yang masih betah di luar.

Semoga aja ini awal kita deket ya, Kan. Gue berharap banget kita bisa terus deket, dan gue harus yakin kalau suatu saat kita bisa bersatu.

****

Lihat Arkan berduaan sama Shania? Bisa dibilang biasa.

Kok bisa? Entahlah, gue semacam udah kebal. Ya mau gimana lagi, toh Shania emang pacarnya Arkan. Gue mau marah, tapi gue siapa? Gue sadar diri kok, sangat sadar diri malah. Bukan menyerah, bukan putus asa, gue cuma menjalani hidup gue sebagai mana mestinya tanpa ada paksaan -ya meskipun sebenarnya perasaan gue agak maksa sih buat tenang-tenang aja.

Gue menarik napas panjang setelah menceritakan semua ke Clara, Prilla, dan Andin tentang perasaan gue ke Arkan. Kalian pasti bingung kenapa gue malah cerita tentang perasaan ke mereka daripada cerita ke Delvin CS. Ya, nggak apa sih, gue masih nggak siap mental aja buat cerita ke mereka. Dan gue punya firasat kalau kami berempat nggak akan sering bareng karena Abel deket banget sama Rara dan gue kadang juga nggak dianggep, Bintar juga senasib sama gue. Bisa dibilang Rara menempati posisi gue disana dan Arkan nempati posisi Bintar. Nggak, gue nggak bilang kalau gue marah sama Rara dan Arkan, toh mereka punya hak temenan sama Delvin Abel, tapi setidaknya anggep gue.

Oke, sekarang kembali ke Clara, Prilla, dan Andin yang sekarang jadi temen deket gue. Clara dan Andin cengo, sedangkan Prilla biasa aja karena dia udah tau sebelumnya.

"Jadi lo emang suka Arkan?" tanya Clara memastikan setelah gue cerita panjang kali lebar. Gue mengangguk malas. "Lo harusnya bilang makasih ke gue," tambahnya.

"Kenapa?" tanya gue.

"Kalau misalnya waktu itu gue nggak dorong lo, Arkan nggak akan bantuin lo," katanya penuh kemenangan.

"Clar, bukannya lo juga pernah suka Arkan?" tanya Andin polos.

Mata gue membulat sempurna, nggak percaya. "Beneran? Lo suka Arkan? Sampai sekarang?" tanya gue.

"Apaan sih, gue emang pernah suka Arkan pas masih SMP. Gue kenal Arkan pas gue ada di bimbingan terus temenan sama Arkan dan gue suka. Tapi sekarang gue udah nggak suka kok soalnya gue kan gue udah suka sama yang lain," jelas Clara yang bikin napas gue lega.

"Kok bisa sih lo suka sama Arkan? Dia kan cuek banget," tanya Prilla.

"Iya, gue suka sebel kalau ngobrol sama Arkan, mau tau kenapa? Gue kayak ngomong sama tembok tau nggak, diem aja tuh anak, kadang cuma dilihat aja terus ujung-ujungnua ya tetep diem," curhat Andin yang jadi korban kecuekannya Arkan. Save Andin, gaes.

"Nggak tau, gue juga nggak tau kenapa bisa suka sama Arkan. Awalnya gue lihat Arkan di kantin, terus gue kaget pas dia ada di kelas kita. Awalnya sih gue biasa aja, terus nggak tau deh," jelas gue.

"Ngomongin apa sih? Serius banget?" tanya Delvin. Gue bersyukur meskipun gue udah jarang bareng sama Delvin CS, tapi Delvin sering nemenin gue. Bintar juga sering nemenin gue.

He(A)rt - [SELESAI]Where stories live. Discover now