Enam Puluh Satu

2.5K 188 45
                                    

Gue menatap Sheryn yang juga menatap gue. Gadis itu mengangguk lalu bangkit dari duduknya untuk memberikan ruang privasi antara gue dan Seilla.

"Gue ke kelas ya. Kalau udah kelar, langsung aja ke kelas." Gue mengangguk sebagai jawaban. Sheryn menepuk pundak gue lalu menatap Seilla sekilas sebelum kakinya membawanya pergi.

"Kenapa?" tanya gue tanpa basa-basi.

"Nggak mau nyuruh gue duduk dulu?" Gue hanya bergeming. Gadis junior itu duduk di depan gue, tempat yang sebelumnya ditempati Sheryn. "Gue mau ngomongin tentang hubungan Kakak sama Kak Arkan."

"Kenapa?"

"Gue udah tau semua."

"Terus?"

"Ya, gimana ya? Nggak nyangka aja ternyata selama ini lo demen sama Kak Arkan dan udah ada hubungan."

"Udah telat kalau lo mau bahas masalah ini," kata gue santai.

"Nggak ada kata telat bagi gue kalau bahas tentang Kak Arkan. Lo masih ada ikatan perjodohan sama Kak Arkan? Iya kan?"

"Kan udah gue bilangin kalau lo telat nanya tentang ini, toh gue udah batalin ini semua." Gue beranjak dari kursi. "Kalau lo mau bahas ini, maaf, gue nggak punya waktu."

Seilla tersenyum miring dengan tatapannya yang semakin sinis. "Gue minta bantuan lo, tolong lepasin Kak Arkan, jangan pernah ngomongin tentang Kak Arkan lagi."

Gue tersenyum miring dan juga menatapnya sinis. "Tenang aja, nggak akan lagi. Toh gue udah sama Keenan, lo nggak perlu khawatir," kata gue tanpa sadar kalau menyebut nama Keenan. Gue menatapnya dingin lalu meninggalkannya yang masih duduk disana.

****

"Fin, ditunggu Keenan di depan kelas!" seru Sesil yang baru saja masuk kelas.

Gue yang masih berkemas utnuk pulang langsung memandang Sesil bingung. Lah, ngapain Keenan nunggu gue di jam pulang sekolah gini? Sesil menghampiri gue yang masih tidak merespon. "Udah, buru, kasian Keenan di luar."

"Ngapain Keenan kesini?" Sesil hanya mengedikkan bahunya. "Ya udah gue keluar dulu, makasih ya."

Kaki gue melangkah untuk menemui Keenan yang katanya ada di luar kelas. Benar saja, cowok itu menyandar di dekat pintu. Gue terdiam beberapa detik untuk menikmati ketampanannya dari samping. Dari sisi mana pun, dia terlihat sangat tampan.

Keenan yang merasa diperhatikan langsung menoleh dan membuat gue gugup karena tertangkap basah bahwa gue memerhatikannya. "Hai," sapanya.

Gue tersenyum canggung. "Kenapa nyari gue?"

"Ngajak pulang bareng."

"Tumben banget?"

"Nggak boleh?"

"Nggak apa sih, hehe." Ini kenapa jadi canggung sih, males banget. "Ya udah, gue ambil tas dulu ya." Keenan hanya mengangguk sebagai jawaban.

Secepat kilat gue melanjutkan berkemas dan langsung berlari untuk menemui Keenan lagi, takut aja dia marah kalau gue kelamaan. "Udah."

"Ya udah, ayo."

Kami berjalan berdampingan tanpa berbicara sepatah kata pun. Gue merutukui diri sendiri karena menyetujui untuk pulang sersamanya, ya kali sepanjang jalan kenangan, eh salah, sepanjang jalan ke rumah harus diem-dieman gini, nggak betah gue.

"Maafin gue ya," ucapnya memecahkan keheningan. Gue menoleh ke arahnya, bingung dengan apa yang ia katakan. "Maafin gue soalnya baru tau nama lo."

"Oh," kata gue manggut-manggut. "Iya, nggak apa kok, santai aja."

He(A)rt - [SELESAI]Where stories live. Discover now