Empat Puluh Enam

2.1K 166 22
                                    


"Fin, lo nggak ke kantin?" tanya Sheryn.

"Enggak, gue nggak mood ke kantin. Lo duluan aja sama Hena. Nanti kalau mood gue udah balik, gue nyusul." Sheryn mengangguk lalu berlalu menuju kantin didampingi Hena. Gue duduk di bangku panjang depan kelas, memandangi siswa-siswi yang berlalu lalang dikoridor kelas dua belas.

"Fin!" seru Andin. Gue menatapnya datar. "Lo ambil spidol gih di kelas lo."

"Spidol? Buat apaan? kagak deh, spidol di kelas gue habis semua."

"Lo nggak mau join nyiksa si Grace? Dia ulang tahun sekarang. Kalau lo mau join, ambil spidol gih," kata Andin.

"Garce? Allahuma, gue lupa kalau Grace ulang tahun!" heboh gue. "Lo tunggu aja, gue ambil spidol dulu." Gue berlari menuju kelas, mencari keberadaan spidol yang entah ada dimana.

Satu spidol sudah ada di tangan gue, dengan segera gue menuju ke kelas Grace, tempat yang menjadi saksi tersiksanya Grace hari ini. "Grace!" seru gue memeluk Grace yang wajahnya penuh dengan coretan spidol. "Happy Birthday! Maaf, baru inget."

"Iya, nggak apa. o temen gue kan? Jangan join sama mereka ya, jangan ikut-ikut coret-coret di muka gue."

"Gimana ya? Gue temen lo sih. Tapi..." kata gue terputus. "Tapi gue lebih suka join sama mereka!" Tangan gue membuka tutup spidol dan langsung mencoret wajah Grace. Gue, Fani, Lani dan juga Andin. Awalnya Grace memberontak tapi lama-kelamaan Grace pasrah karena semakin ia memberontak, semakin banyak coretan yang tercetak di wajahnya.

Grace merebut paksa spidol dari tangan Fani. Dengan segera ia membalaskan dendamnya, mencoret wajah pelaku yang sudah membuat wajahnya seperti badut. Kami berempat tertawa saat melihat wajah kami yang penuh coretan.

Gue memutar kepala saat banyak siswa dan siswi berlarian menuju depan kelas XII-2. Karena penasaran, gue keluar dari kelas Grace dan..

Dukk.

Mata gue menatap mata cowok yang sudah membantu gue menjaga keseimbangan. Tangan cowok itu masih setia memegang siku dan punggung gue agar gue tidak jatuh. Setelah terdiam beberapa detik, cowok itu membantu gue untuk berdiri tegak dan melepaskan pegangannya.

"So... Sorry," kata gue pada Keenan yang bergeming.

"Lo nggak bisa jalan yang bener ya? Demen banget nabrak orang," ocehnya dingin.

"Maaf, gue kan nggak sengaja," kata gue lagi.

Keenan menatap gue dalam dengan wajahnya yang masih dingin, lebih dingin dari Arkan dan David. "Muka lo kenapa?"

Tangan gue langsung memegang pipi. "Hehe, habis dicoret sama Grace."

"Bersihin gih," katanya menyodorkan sapu tangan. Gue menatap sapu tangan pemberiannya lalu kembali menatap Keenan. "Nggak menerima penolakan."

Gue mengambil sapu tangan yang masih di pegang Keenan. "Makasih." Tangan gue mulai membersihkan coretan yang ada di wajha gue dengan sapu tangan pemberian Keenan. "Lo tau nggak kenapa semuanya pada lari-lari gitu ke kelas XII-2?"

"Nggak." Dinginnya mulai muncul kawan.

"FIONAA!" Sheryn berlari dengan matanya yang sembab. Gadis itu langsung memeluk gue keras, membuat gue kembali kehilangan keseimbangan dan lagi-lagi Keenan yang mengembalikan keseimbangan gue.

"Sorry, nggak sengaja lagi," ucap gue nyengir. Keenan menatap gue datar lalu pergi menuju kelasnya. "Sheryn, lo kenapa?" Sheryn memeluk gue erat. Seragam gue basah karena air matanya yang terus-terusan mengalir.

He(A)rt - [SELESAI]Where stories live. Discover now