/26/

2K 130 1
                                    

Jesara memainkan jemarinya melihat deretan cincin yang cocok untuk dipakai di jari manisnya. Walaun dia tidak terlalu menginginkan pernikahan ini, tapi dibanding harus menjalani proses 'menggugurkan kandungan' lebih baik dia begini. Tidak ada ruginya juga menikahi Leon karena mereka hanya akan menikah sampai anak itu lahir.

Oktavia Wijaya, sedang mencari set perhiasan barunya ketika melihat Jesara menyematkan salah satu cincin yang menarik perhatiannya,

"Hai, Tante..." Sapa Jesara tanpa melirik sedikitpun ketika Oktavia datang mendekatinya

"Kamu sedang menambah koleksi, Jesara? Tante yakin kamu suka yang di rak sebelah timur" Ucap Oktavia sambil terus memandangi deretan cincin yang dijajarkan rapi di depan Jesara

"Oh, bukan..." Jesara menoleh sebentar lalu tersenyum, "Aku mau menikah, Tante. Tapi jangan bilang Mama ya. Biar kejutan..."

Oktavia mengerutkan keningnya lalu menarik nafas sebentar, "Kamu mau menikah? 'Mau' saja kan?"

Jesara tertawa pelan tapi tetap tak melepaskan pandangannya dari cincin-cincin di depannya, "Oh, iya 'mau' tapi, belum tau kapan"

"Memang sudah ada calon?"

Perempuan itu melirik Oktavia dengan ekor matanya dan memasang cincin berikutnya dengan perlahan, menarik nafas kemudian mengatakan dengan nada sedikit sarkas karena Oktavia merupakan teman ibunya, "Tante, The Klan itu suka ngurusin hidup anak-anaknya banget ya?"

Oktavia mengerutkan keningnya dan menghela nafas dengan tenang tidak ingin terpancing dengan Jesara yang selalu membantah omongannya sejak gadis itu kecil, "Masa? Tante baru tau kalo kami suka ngurusin hidup kalian yang berantakan itu"

Beberapa pegawai yang melihat dua wanita ini mulai beradu mulut dengan tenang, mulai mundur teratur dan menunduk, sedikit memandang takut-takut karena mereka sudah mengenal tabiat Jesara Salvia yang tidak pernah berbicara ramah pada siapapun

"Mau sampe kapan, sih?" Jesara membalikkan tubuhnya dan berdiri bersedekap menatap lurus Oktavia dari kaki hingga matanya, "Kalian ngurusin kami? Kan ada saatnya gantian anak-anak yang urus orang tua"

Oktavia tersenyum simpul, "Merasa sudah dewasa ya?"

"Kurang itu anak orang meninggal karena kalian?"

Oktavia mengerutkan keningnya dan memajukan langkahnya hingga Jesara bisa menatapnya lebih tajam, "Karena kami?"

Jesara menganggukan kepalanya lalu memandang tajam Oktavia

"Woman. Perhatikan dengan siapa kamu bicara. Inggrita meninggal itu karena penyakitnya..."

"Oh, Oh My Goodness..." Jesara memotong ucapan Oktavia lalu menghela nafas, "Tante, kenapa sih masih gak mau ngaku kalo boneka kesayangan aku mati karena kalian? Kalian semua. Salah siapa bikin aturan mengerikan seperti itu...?"

"Jesara Salvia kalau kamu tidak pernah diajarkan sopan santun, sebaiknya mundur dari dunia ini..." Ancam Oktavia

Jesara memutar bola matanya, "Mbak, kasih ibu ini perhiasan paling mahal..."

Oktavia kembali mengernyitkan dahinya, apalagi sekarang yang diperbuat Jesara,

"Ibu ini bisa beli nyawa orang lho. Apalah arti perhiasan murahan. Ya kan? Tante?"

Oktavia menggertakan giginya ketika Jesara melewatinya begitu saja. "Heran. Crhistian, ngurus anak sendiri aja gak becus malah urus anak orang. Biarin aja itu jalang mau ngomong apa, mulai sekarang toko ini tidak boleh menerima Jesara Salvia. Mengerti?!"

Sementara Jesara ketika meninggalkan toko tadi masih saja menyisir rambutnya dengan jemarinya yang panjang, "Papa tuh ya, pengusaha apa mafia sih? The Klan apa pula? Ck! Gak ibu gak anak sama aja. Pantes aja Fabian itu berdarah dingin. Emaknya udah kayak siluman ular... Gue ambil anak lo ntar!"

...

Leon dan Fabian tidak sengaja bertemu di kantor David karena beberapa hal mendesak yang dibutuhkan keduanya. Mereka hanya saling berpandangan lalu mendecak masing-masing.

"Ya, Tuhan. Aku muak sekali melihatmu Leon..."

Leon menutup lembaran koran yang dia baca dan tertawa kecil, "Sama. Kita berjodoh ya?"

Fabian memutar bola matanya lalu berdiri dan menghela nafas

Sebelum ada yang bicara antara mereka, pintu ruang tunggu yang menghubungkan ruang kerja David dengan lorong kantornya terbuka dan Elle berdehem untuk mencairkan suasana yang ia rasa sedari tadi tegang

"Permisi, Pak David selesai meeting sekitar 10 menit lagi. Jadi, Bapak Fabian bisa menemui Pak David lebih dahulu..." katanya

"Apa sama kamu? Kita punya urusan bertiga, Elle" ucap Fabian sambil melirik Leon yang menatap Elle dengan seksama

Elle yang canggung kemudian terdiam dan mengecek schedulenya dan milik David untuk mencocokkan jadwal, "Iya, Pak Fabian. Kita akan bertemu sembilan menit lagi di ruangan Pak David"

Leon menatap Fabian kemudian dengan satu alis terangkat, "Kira-kira saya harus tunggu berapa lama? Saya juga orang sibuk lho"

Elle menatap lagi jadwalnya dan menoleh pada Leon kemudian berbicara dengan tenang, "Maaf bapak, tapi sekertaris bapak belum membuat janji dengan Pak David jadi saya tidak bisa pastikan kira-kira berapa lama. Tapi akan saya sampaikan dengan segala hormat Pak Lusson..."

Leon melambaikan tangannya untuk menghentikan ucapan Elle, "Ini urusan pribadi..."

Fabian menghela nafas dan menyela obrolan itu, "Ini juga pribadi Leon"

"Lalu kenapa kalian bertiga?"

"Kamu mau kami berlima?"

Elle berdehem lagi lalu berbicara pada Leon dengan nada yang lebih lembut agar tidak menaikkan emosi siapapun di ruangan itu, "Pak Leon bisa menemui Pak David sebelum Pak Fabian, tujuh menit dari sekarang"

Fabian yang merasa tidak terima lantas menaikkan suaranya, "Saya membuat janji lebih dahulu..."

"Pak David hanya punya waktu sepuluh menit untuk berbicara dengan Pak Leon karena itu jeda antara janji temu Pak David dengan Pak Fabian. Saya rasa Pak David juga tidak keberatan..." Lalu Elle mengeluarkan dirinya sendiri dari ruangan itu dan bergumam kecil setelah menutup pintu, "Tiap hari kesini cari Pak David. Gak kerja apa? Apa gosip mulu tiap hari? Udah Elle, orang kaya mah bebas..."

FortuityWhere stories live. Discover now