SCENE FORTY SIX

2.8K 136 2
                                    



Kata - kata Ben begitu menyentuh dan hampir menggoyahkan Lucy dari keputusannya. Tapi sesaat kemudian ia sadar, keputusannya tidak bisa berubah. Seberapa pun besar niatnya sekarang ingin memeluk pria di hadapannya harus dihilangkan terlebih dahulu. "Tidak," jawab Lucy pelan.

Lucy memiliki alasan mengapa ia tidak bisa berada di dekat Ben saat ini, salah satunya adalah masa lalu. Lucy belum bisa menghilangkan mimpi buruknya dan ia tidak ingin Ben tahu itu. Belum lagi ia tidak bisa hidup berdekatan dengan ibunya lagi. Setiap melihat ibunya, ia selalu terbayang – bayang akan kehidupan lamanya.

Penolakan itu membuat hati Ben seketika runtuh. Ia mengira gadis ini setuju untuk menunggunya. Ia sadar, dirinya sudah terlalu bodoh saat memutuskan untuk melepasnya. Mungkinkah karena itu Lucy tidak bisa menerimanya?

Perlahan Lucy mengeluarkan sebuah amplop dan memberikan pada Ben. "Bacalah saat kau sendirian jika kau menginginkan alasan."

Surat? Ben mengerutkan keningnya. "Tidak bisakah kau menjelaskan secara langsung?" Ini membuat Ben bingung. Apa yang akan gadis ini lakukan? Mengapa ia bertingkah seolah tak ada waktu untuk menjelaskan panjang lebar.

"Lucy."

Sebuah suara menyadarkan mereka berdua. Lucy menoleh dan mendapati Mike sedang berdiri tak jauh. Mike memberi isyarat dengan menunjuk arlojinya dan disambut sebuah anggukan oleh Lucy. "Aku tidak punya banyak waktu. Kuharap kita bisa bertemu lagi," ucap Lucy pada Ben. Gadis itu meninggalkannya tanpa mengucapkan kata selamat tinggal ataupun sampai jumpa. Ia tidak sanggup.

Ben mematung. Pikirannya menjadi kosong.

Nic mendekat beberapa saat kemudian, membuat Ben sadar. "Kemana gadis itu? Ia pergi bahkan disaat pesta belum dimulai," tanya Nic.

Ben tertawa miris. Ia menertawai keyakinannya. "Aku benar-benar membencinya."

Benar-benar menyukainya maksudmu, ucap Nic dalam hati. Sebagai seorang sahabat, ia tahu pasti apa yang dirasakan oleh Ben.

Ben kemudian berlari mencari Alice. Ia menuntut penjelasan. Tak peduli jika ia dikatakan bodoh lagi oleh Alice. Saat menemukannya, ia langsung bertanya, "Kemana Lucinda?"

Alice menatapnya kasihan. "Dia pergi. Aku tidak tahu kemana. Dia ingin menenangkan dirinya karena kau."

Seketika perasaan Ben hancur. Hancur layaknya kaca yang pecah, hancur layaknya kertas yang terobek-robek, dan hancur layaknya hati yang tercabik-cabik. Ia menelan kekecewaan yang amat mendalam.

Dia pergi dan tak tahu kapan kembali.

Ini last part say.
Tinggal sisa 1 chapter yaitu epilog.
Jgn sedih yaa karena pendek or apalah.
Seperti yang kalian tahu, aku udh buat serial ke 2 nya dgn cover yg hampir sama.
Hoho

Sampai jumpa disana.
Epilog upload minggu depan.
Klo misalnya aku lupa tolong diingetin ya.
Thank youu udh bacaa dari awal hingga akhir.
Jika berkenan dan menurut kalian oke, plisss kabarin tetangga" dan temen cs kalian 😂🤣

Salam cium 💋💋

R.V

[TFS-1] Stepsister Story [END]Where stories live. Discover now