SCENE NINE

2.1K 189 2
                                    

Enjoy Reading~
~~

Sore ini, seluruh wartawan di kota New York berbondong-bondong menuju Kota Manhattan, atau lebih tepatnya berkumpul di salah satu gedung pencakar langit, dimana pemilik Young Tower itu adalah Alan Young. Banyak tamu penting yang hadir saat itu, satu per satu mobil menurunkan penumpang mereka di lobby utama, begitu juga Alice dan Lucy.

       Begitu mereka keluar dari mobil, seluruh wartawan langsung memencet tombol shutter berkali-kali, mengabadikan gerakan mereka sepanjang langkahnya menuju dalam gedung. "That was amazing," seru Alice begitu mereka sudah berada di dalam. Ia paling menyukai momen-momen melambaikan tangan kepada kamera.

       Lain dengan Lucy, ia paling tidak menyukai jika harus di sorot kamera seperti itu. Namun mengingat statusnya saat ini, mau tidak mau ia jadi harus terbiasa. Saat mereka berjalan menuju ruang utama, tempat acara di gelar, ia melihat ibunya yang mengenakan gaun silver panjang dengan belahan dada rendah sedang berbicara dengan seorang pria baya. Ibunya selalu terlihat mempesona seperti biasa, belum lagi didukung oleh gaya bicara dan gerakan tubuhnya yang gemulai.

        "Siapa pria di samping ibumu?" tanya Alice saat ia juga melihat kearah ibu Lucy dengan seorang pria yang memiliki tubuh kurus, tinggi dengan kaca mata bertumpu di batang hidung mendampinginya.

        "Itu Daniel. Tangan kanan ayah tiriku. Yang sedang berbicara dengannya, aku tidak tahu." Daniel memang selalu bisa diandalkan, ia dulu bekerja untuk ayah tirinya sebagai orang kepercayaan. Karena ayah tirinya sedang koma, maka segala urusan perusahaan di tangani oleh Daniel, tentunya masih atas persetujuan ibunya.

       Ibunya menyadari bahwa putrinya sudah sampai, memberi senyum kecil padanya. Lucy pun membalas dengan sebuah anggukan. "Aku masih tidak mengerti mengapa kau tidak ingin semua orang tahu bahwa kau adalah putrinya," sahut Alice.

       Bukan berita biasa bahwa ibunya menikah lagi dengan duda Priceton empat tahun lalu. Namun seluruh orang hanya mengetahui bahwa nyonya baru Priceton memiliki seorang putri, mereka tidak pernah melihatnya karena Lucy tidak pernah ingin menampakkan diri. Alasan Lucy hanya satu, ia ingin hidup dengan tenang.

       Saat ia pertama kali memasuki sekolah Avenue, seluruh orang bertanya-tanya siapa dirinya dan latar belakangnya. Tak berapa lama kemudian, Lucy membuat gempar satu sekolah karena hampir membuat salah satu keluarga siswa mengalami kebangkrutan, dengan alasan yang semua orang percaya adalah 'Siapapun yang membela Cindy, mereka berurusan dengan Lucinda'.  Tidak ada yang mengetahui bagaimana detil kejadiannya kecuali siswa itu sendiri, namun siswa itu lebih memilih menutup mulutnya. Sejak saat itu, mereka semua berhenti bertanya dan berubah menjadi antipati.

       Tentu saja hal ini tidak perlu diceritakan pada Alice. Lucy berpikir akan ada saatnya dimana ia akan mengatakan semuanya pada sahabatnya itu.

       Setelah seluruh orang berkumpul dalam satu ruangan besar itu, pembawa acara segera memulai acaranya. Seperti biasa, berbagai kata sambutan dipaparkan, mulai dari pemilik perusahaan, lalu CEO, dan lainnya.

       Dari kejauhan, Lucy bisa melihat Ben dengan balutan Armani sedang berdiri di samping ayahnya. Selesai memberi sambutan, ia menemani ayahnya berkeliling menyapa satu per satu para tamunya.

        Sudah menjadi keharusan, saat ia menemani ayahnya pergi ke suatu pesta, ia pun harus ikut menyapa para pebisnis yang hadir karena ayahnya sangat dikenal orang. "Salut*, Mrs. Priceton! Selalu tampil mempesona seperti biasa," sapa ayahnya pada wanita anggun berkulit pucat dengan rambut hitamnya bergelombang. (*Salut : Hai.)

       Mrs. Priceton tersenyum kecil begitu sang tuan rumah meraih tangannya dan memberi seberkas ciuman disana. "Félicitations Mr. Young. Kau juga selalu terlihat tampan," puji Mrs.Priceton. "Apa ini putramu?" tanya Mrs. Priceton begitu Ben ikut memberinya salam seperti ayahnya. Ia melihat dengan saksama penampilan Ben.( *Félicitations : Selamat )

          "Oui* Mrs Priceton. Perkenalkan ini putraku, Benjamin Young," Mr. Young melingkarkan pundaknya pada bahu Ben sambil menepuk pelan. Ben tersenyum ramah pada Mrs. Priceton dan kemudian mengedarkan pandangannya kesekitar. Jika ia melihat Mrs. Priceton disini, maka kemungkinan putrinya juga ikut. (*Oui : Ya)

       "Mrs. Priceton, apakah kau kemari sendirian?" tanya Ben setelah ia tidak menemukan tanda-tanda kehadiran orang yang dicarinya.

       "Tentu saja tidak, Mr. Young. Aku kemari bersama dengan putriku," Mrs. Priceton ingin sekali Lucy bisa mengenal putra Alan Young itu, namun ia tahu sikap keras kepala putrinya yang tidak ingin diatur itu pasti menolak. Ia berharap putra Alan ini sudah mengenal putrinya terlebih dahulu mengingat mereka berada satu sekolah sekarang.

       Ben tersenyum senang mendengar hal itu, ia sudah menduga sebelumnya. "Dimanakah dia?"

       Dengan senang hati, Mrs. Priceton memberitahunya, "Mungkin dia bersama dengan temannya, di suatu tempat di ruangan ini." Ia mengira Ben mencari sosok Lucy. Ben segera meninggalkan Mrs. Priceton setelah ia berpamitan.

       Ia berjalan ke seluruh ruangan, terus menatap satu per satu tamu yang ada disana, namun ia tidak dapat menemukan sosok Cindy Priceton. Ben justru bertemu dengan sahabatnya, Nic. "Apa kau melihat Cindy Priceton?" tanya Ben setelah ia putus asa mencarinya.

       Nic tertawa menatap Ben, "jadi sedari tadi aku melihatmu entah berapa kali mengelilingi ruangan ini hanya untuk mencari gadis itu?" Nic berdiri bersama ayahnya melihat Ben yang sedang kebingungan, awalnya ia ingin memanggil Ben, namun diurungkan niatnya karena Ben terlihat seperti tergesa-gesa. Tak lama kemudian, ia kembali melihat Ben namun dengan kondisi wajah yang sudah letih. Mungkin benar Ben sudah terkena dampak bodoh dari jatuh cinta.

       Ben melepas jas Armaninya karena gerah. "Jadi apa kau melihatnya?" tanya Ben kesal.

       Nic saat itu sedang menatap gadis bergaun merah panjang yang elegan dengan belahan kaki yang tinggi, duduk di mini bar bersama seorang gadis lain bergaun putih dengan punggung terbuka. Saat gadis bergaun merah itu sedikit menampakkan wajahnya, Nic terkesiap.

      "Ya aku melihatnya," gumam Nic.

Dont Forget The Votes Button ❤️

R.V

[TFS-1] Stepsister Story [END]Where stories live. Discover now