SCENE THIRTY TWO

1.1K 123 3
                                    

Merry Christmas and Happy New Year!!!

Sorry for late update. Yesterday, my only grandmother has passed away. The one and most i loved. Half of my heart felt happy because she will not feel the pain again, she'll happy at heaven.

For you all who pray for her, i present this chapter.
Happy Reading~

~~

Ben menatap bingung gadis yang sedang menangis itu, kemudian berjalan mendekatinya, meninggalkan kerumunan orang-orang yang sedang berdoa untuk ibunya. Melihat gadis itu tidak menyadarinya, ia ikut berjongkok di sebelah gadis itu. "Mengapa kau menangis?" tanya Ben kecil dengan Bahasa Inggrisnya.

       Gadis itu mendongak menatap Ben dengan matanya yang basah lalu mengabaikannya. Ia kembali meratapi gundukan kecil di hadapannya.

       Ben berpikir karena gadis itu tidak mengerti Bahasa Inggris, maka ia tidak mau berbicara. "Aku Benjamin, teman-temanku memanggil Ben. Aku disini karena mom sedang tertidur disana," sahut Ben dengan Bahasa Prancis sambil menunjuk tempat peristirahatan terakhir ibunya. Ia mengerti jika ibunya sudah tiada, namun ia lebih menyukai jika menganggap ibunya tertidur.

       Mendengar bocah itu bisa berbahasa Prancis, Lucy pun mendongak dan ikut menatap arah yang ditunjuk Ben. Ia menyadari bahwa  bocah laki-laki ini senasib dengannya. Kemudian ia mengerutkan kening, "mengapa kau tidak menangis?" tanya Lucy polos.

       Merasa lega gadis itu mau berbicara dengannya sekarang, ia sedikit mengucapkan terima kasih pada ibunya yang keturunan orang Prancis. Lalu Ben tertunduk lesu, "mom bekata anak laki-laki tidak boleh menangis jika ingin terlihat  kuat."

       Lucy mengangguk dan menghapus air matanya. "Anak perempuan juga." Setelah perasaannya lebih baik, ia mulai bercerita, "ini kucingku. Namanya Fruity. Sejak kecil dia sudah menemaniku. Kami bermain bersama, kelaparan bersama, kehujanan bersama, dan banyak hal lain yang kulakukan bersamanya. Dan akhir-akhir ini, aku tidak tahu kenapa ia sering kali terlihat lesu. Aku mengatakan pada mom bahwa dia sakit, tapi mom menolaknya."

       Mendengar nama kucingnya, membuat hati Ben sedikit terhibur. Gadis mana yang akan menamakan hewan perliharaannya dengan sebutan 'Fruity'? sepertinya hanya dia. Kelaparan? Kehujanan? Ben menatap pakaian gadis itu, memang sedikit terlihat lusuh. "Berapa usianya?" tanya Ben.

       "Aku tidak tahu, mungkin sudah delapan tahun, sama dengan usiaku."

       Ben tersenyum akhirnya, mengetahui gadis ini ternyata memiliki usia yang sama dengannya. "Mungkin memang sudah waktunya ia pergi, seperti mom. Mom bilang dirinya sudah bahagia, maka ia harus pergi."

       Lucy berpikir sesaat, mungkinkah memang seperti itu? Dirinya memang belum bahagia jadi tidak bisa ikut. Hanya Fruity yang menemaninya karena ibunya sibuk bekerja. Ibunya memang bekerja demi dirinya bisa masuk ke sekolah ternama dan berteman dengan anak-anak orang kaya. Tapi Lucy tidak menyukai anak-anak kaya itu. Jika saja Lucy tidak mempunyai kemampuan bela diri, sudah pasti ia akan menjadi sasaran bagi mereka.

       "Tapi ia membuatku menjadi tidak bahagia sekarang," gumam Lucy.

       Ben ikut menatap sedih gadis kecil ini, di matanya gadis ini sangat rapuh namun ingin terlihat kuat. Tidak pernah ia melihat gadis dengan penampilan seperti ini. Teman-temannya jauh dari kata sederhana. Ben merogoh sakunya dan mengeluarkan benda kecil yang bersinar karena terpantul cahaya matahari. Kemudian ia menyerahkan pada gadis itu, "mom bilang jika aku sedih, aku bisa melihat ini dan mengingat ibuku. Tapi aku tidak akan sedih lagi, jadi lebih baik kuberikan padamu."

       Lucy melihat benda itu, sebuah hairpin berwarna silver dengan beberapa manik permata di atasnya, terkesan sangat  mahal dan berharga. "Aku tidak mau. Itu milik ibumu. Jika aku membawanya, tidak akan banyak pengaruh untukku," tolak Lucy.

       Namun Ben tetap memaksanya, ia meraih tangan Lucy dan meletakkan hairpin itu di atas telapak tangannya. Ia menyukai gadis ini, dia gadis yang berbeda dengan teman-temannya. "Ini sudah menjadi milikku. Aku ingin dia menggantikan aku menemanimu kelaparan, kehujanan, dan hal lainnya. Kau tidak akan kesepian lagi. Kau boleh mengembalikan jika kau merasa sudah tidak membutuhkannya. Dan saat itu kau tahu harus mencari aku kemana."

       Setelah itu Ben pergi meninggalkan Lucy karena seluruh orang sudah selesai melakukan pemakaman. Lucy kembali lagi kesana keesokan harinya, namun ia tidak bertemu Ben. Ben tidak kembali lagi.



Chapter ini memang pendek, karena khusus tentang memori kilas baliknya si Ben.
Aku pisahkan agar kalian tidak bingung. :D

Jangan lupa tekan tombol Vote nya ya. ^^

R.V

[TFS-1] Stepsister Story [END]Where stories live. Discover now