SCENE FIVE

3.4K 252 14
                                    

Dedication : @NandaWK , belorry , ranikaruslima , @sitiafiarti , Ilmaaxx , mawarmay , Owneva14 , zikriyani

Enjoy Reading.

~~

       
Kelas terakhir sebentar lagi akan dimulai, Lucy dan Alice berjalan menuju kelasnya. Saat ia masuk ke dalam kelas, ia melihat Ben bersama Nic juga temannya yang lain sedang duduk tertawa bersama. Matanya sukses membulat karena terkejut, ia tidak menyangka akan berada satu kelas dengan Ben. Lucy mengambil tempat duduk di diagonal kiri belakang agar bisa terus menatapnya.

       Sama halnya seperti Lucy, Nic dan Alice pun ikut terkejut dapat berada satu kelas yang sama. Dua hal yang membuat Nic terkejut, pertama ia berada satu kelas dengan gadis pujaannya, kedua ia berada satu kelas dengan sahabatnya, Lucinda. Seingatnya dua kali ia pernah berada satu kelas dengan Lucinda, namun ia tidak pernah peduli.

       Alice sedikit mengulas senyum yang juga dibalas oleh Nic. Rupanya keterkejutan Alice belum berakhir, kali ini ia melihat Cindy bergabung dalam kelasnya. Ia tahu bahwa Lucy belum menyadarinya sehingga ditepuknya pelan pundak Lucy.

       Mengikuti gerakan kepala Alice, ia mendapati Cindy berjalan masuk. Kepalanya langsung memikirkan mata pelajaran saat ini, Sastra, gumamnya dalam hati sambil memejamkan matanya dan menghela napasnya pelan. Ia kembali menatap Cindy dengan tatapan tidak suka.

       Berbeda dengan tanggapan Lucy akan Cindy, Ben justru terpaku menatap gadis itu. Sebuah gerakan reflek ia lakukan saat melihat Cindy sedang mencari tempat duduk kosong. Ia berdiri dan menawarkan sebuah tempat tepat disebelahnya.

       Kemarahan Lucy menyulut, sambil menyatukan kedua alisnya, ia melayangkan tatapan tajam. Perasaan sesak dalam dadanya muncul serta rasa panas mengalir dalam dirinya. Tangannya menggenggam erat salah satu kertas dari buku tulis yang ada di atas meja, membuat kertas itu tidak berbentuk.

       Cindy mengetahui bahwa Lucy tidak akan suka ia berada satu kelas dengannya, namun tidak ada pilihan lain. Bukan dirinya yang berhak mengatur dimana ia harus berada. Ia bisa melihat tatapan Lucy yang seakan ingin membunuhnya. Tapi sikap Ben mengalihkan perhatiannya, seorang Ben berdiri lalu mempersilahkan dirinya duduk tepat disebelahnya?

            Selama pelajaran Sastra, Ben terus mencuri lihat kearah Cindy, ia melihat nametag yang terletak di atas mejanya. Cindy Priceton.
       

Lucy tidak bisa mengalihkan tatapannya dari dua orang itu, ia memperhatikan semuanya. Mulai dari Ben terus menatap Cindy, sampai gerak-gerik tubuh Cindy yang menandakan ia juga melakukan hal yang sama. Ia bahkan tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran hari ini. Sebuah pertanyaan muncul dalam benaknya, apa mereka pernah bertemu sebelumnya?

       Selesai jam pelajaran, Lucy melangkah keluar lebih dahulu membuat Alice berjalan cepat menyusulnya. Ia tahu sahabatnya sedang tidak dalam suasana yang baik selama kelas berlangsung. Ia juga terkejut dengan drama percintaan antara Ben dan Cindy.

       Nic menatap mereka berdua dengan bingung, awalnya ia berniat mengajak Alice berbicara selepas pulang sekolah, namun sepertinya Alice memiliki urusan lebih penting. Akhirnya ia putuskan mengajak Ben untuk pulang bersama, tapi sekali lagi rencananya harus dibatalkan karena melihat sahabatnya sedang berada di dimensi lain. Satu hal yang Nic yakin, Ben pasti tidak tahu bahwa kedekatan mereka mungkin bisa mendatangkan masalah untuk wanita itu. Kemudian ia berjalan keluar sendirian.

       "Bolehkah aku memanggilmu Cindy?" akhirnya Ben memberanikan diri untuk berbicara setelah sedari tadi diam saja.

       Cindy mengangguk pelan sambil membereskan bukunya. Ia ingin sekali menatap mata cokelat itu, namun tidak ada keberanian dalam dirinya.

       "Kau berasal dari keluarga Priceton?" tanya Ben lagi sambil menahan rasa gugupnya, menurutnya ini lebih sulit daripada harus berhadapan dengan para shareholders. Sekali lagi, Cindy hanya mengangguk pelan. "Aku mengenal ayah dan perusahaanmu. Dia orang yang sangat hebat, bahkan saat dia tidak ada, perusahaannya tetap bisa berjalan dengan stabil," sambung Ben.

       Cindy bisa mendengar nada kagum didalamnya. Hatinya senang mendengar Ben memuji ayahnya. Ayahnya memang orang yang sangat hebat dan bijaksana, terutama dalam menjalankan perusahaannya.

*

Lucy berjalan bolak-balik di dalam ruang tamu dengan tangannya mengepal erat. Pertanyaan-pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Apakah mereka sudah pernah bertemu sebelumnya? Kapan? Mengapa aku bisa luput?

       Lucy menenangkan dirinya dengan duduk di ruang tamu dan membuka sebuah majalah. Matanya menatap isi majalah tersebut namun pikirannya tidak berada di satu tempat. Suara pintu terbuka membuat ia tersadar dari lamunannya.

       Cindy pulang dengan perasaan bahagia sampai ia melangkah masuk ke dalam rumah dan mendapatkan Lucy sudah menunggunya di ruang tamu.

Mendengar suara pintu terbuka, Lucy mengetahui bahwa Cindy sudah pulang. Ia meletakkan majalah yang sedang ia baca dan berdiri. "Kulihat kau lebih ceria dari biasanya, ada apa?" dengan wajah dingin, Lucy menatap Cindy.

       Melihat tatapan Lucy, Cindy menjadi gugup. Jika Lucy sudah bersikap begini artinya ia membuat sebuah kesalahan. Apa ini mengenai kelas sastra tadi?

              "Tidak ada apa-apa." Cindy mencoba berbohong. Dalam hatinya ia berharap Lucy tidak mengetahuinya kali ini.

       Sudut bibir Lucy terangkat, "Mencoba berbohong padaku?" Lucy berjalan mendekati Cindy yang masih terdiam di tempatnya. "Kita hidup bersama bukan baru satu tahun dan kau tahu, aku paling benci seorang pembohong."

       Kata-kata Lucy terasa tajam dan menusuk. Ia tahu tidak ada gunanya berbohong pada Lucy, namun ia ingin menyimpan rapat kali ini. "A – aku hanya mendapat nilai A pada kelas sebelumnya." Cindy tetap menundukkan kepalanya.

       Rasa kesal dalam diri Lucy semakin besar melihat Cindy tetap mempertahankan kebohongannya, ia menarik rambut Cindy agar wajahnya mendekat. Cindy berteriak kesakitan saat rambutnya ditarik.

        "Kapan kau pertama kali bertemu dengan Ben?" tanya Lucy tajam.

Don't Forget The Vote Button.

R.V

[TFS-1] Stepsister Story [END]Where stories live. Discover now