SCENE SIX

1.9K 176 17
                                    

Dedication : @valfx_

Enjoy Reading!

~~

Cindy terkejut dengan pertanyaan Lucy, namun ia memilih cepat-cepat menyembunyikannya. "Aku tidak pernah bertemu dengannya, sastra tadi yang perrtama," ucapnya dengan lirih karena menahan sakit.

        Lucy menggulung genggaman rambut Cindy membuat tarikkannya semakin kuat, "Aku tanya sekali lagi, apa kau pernah bertemu dengannya sebelumnya?"

        Rasa berdenyut di kepalanya sudah tidak tertahankan sehingga ia meneteskan airmatanya. Para pelayan mendengar suara teriakan Lucy, beberapa berjalan keluar mendekati mereka, sedangkan beberapa lagi memilih bersembunyi. Lucy menatap tajam kearah pelayan yang mendekat, "Pergi dan lakukan pekerjaan kalian jika tidak ingin kupecat," desisnya.

Lucy merasa kesal karena Cindy tetap mempertahankan kebohongannya. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya, "Baiklah jika kau tidak ingin mengakuinya, ku anggap ini adalah tindakan berani darimu. Aku ingin lihat seberapa berani seorang Cindy Priceton. Sekali lagi aku melihat atau mendengar kau mendekatinya, maka aku tidak akan segan-segan –"

        "Aku tahu. Aku tahu Lucy. Aku tidak akan bertemu dengannya, janji."

        Dengan satu kali sentakan, Lucy melepaskan gengaman rambut Cindy, membuatnya jatuh ke lantai. "Bagus." Lucy berjalan meninggalkan Cindy yang menangis.

        Cindy merasa lelah dengan hidupnya, namun ia tidak tahu harus berbuat apa. Hanya ayahnya-lah satu-satunya harapan untuk membangunkannya dari mimpi buruk ini.

***

Ben mengerutkan dahinya , belakangan ini ia tidak mengerti arti tulisan yang ia baca dan itu membuatnya penasaran. Ia membaca ulang sederet kalimat tersebut dengan pelan.

'Bagaimana jika Prince Charming bukan tercipta untuk Cinderella? – C.S'

Apa ia sedang jatuh cinta pada seseorang? pikir Ben.

        "Apa kau akan terus berdiri disini dan melipat keningmu?" sebuah suara membuat Ben tersentak dan menoleh. Ia mendapati Nic sudah menatapnya kesal.

        "Ada apa?"

        "Come on, aku lapar. Menatap memo-memo disini tidak akan membuatku kenyang." Nic benar-benar merasa kesal pada temannya, setiap jam istirahat ia pasti akan melewati tempat ini dan berdiri cukup lama.

        "Hai Nic," Nic menoleh mendapat namanya disebut, ternyata Alice yang menyapanya.

        "Hai Alice," balasnya sambil mengeluarkan senyum terbaiknya.

        Alice sedang bersama Lucy ingin berjalan menuju kafetaria, namun saat dalam perjalanan melewati papan pengumuman, ia mendapati Nic dan Ben sedang berdiri di sana. "Apa yang kalian lakukan disini?" tanyanya.

        Nic menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sedangkan Ben tidak menghiraukan yang lainnya. Ia masih sibuk mencari makna dari kalimat itu. Melihat hal itu membuat Lucy mengerutkan keningnya. "Menunggu seseorang yang sedang menatap memo-memo sebagai pengganti makan siangnya," Nic menyeringai penuh pada kedua wanita itu, namun diacuhkan oleh Lucy.

        Sedari tadi, Lucy terus memaku padangannya pada Ben membuat Nic menatapnya dengan saksama. Menyadari hal itu, Alice segera menarik tangan sahabatnya berjalan melewati Nic dan Ben seraya berkata, "Kami pergi dulu." 

        "Tunggu!" teriak Nic. "Kalian mau kemana?" tanyanya begitu melihat Alice sudah berbalik.

        "Tentu saja ke kafetaria."

        "Aku ikut kalau begitu." Satu kalimat dari bibir Nic yang membuat Lucy berbalik dan menatapnya tajam.

        "Adakah yang mengijinkanmu untuk ikut?" sinisnya.

        Nic terlihat serba salah sekarang, tubuhnya terasa kaku apabila sudah berhadapan dengan Lucy. Dengan susah payah ia menelan ludahnya, "Apakah perlu ijin?" tanyanya sambil menatap kearah lain.

        Sambil mengulum senyum, Alice melambaikan tangannya, "Lain kali saja." Alice berusaha melerai mereka karena tahu Lucy sangat tidak menyukai Nic. Ia tidak bisa membayangkan jika Nic duduk satu meja dengan Lucy. Mereka berlalu dari hadapan Nic yang masih terdiam. Mungkin memang lain kali saja, pikir Nic.

        Ben telah berbalik menatap sahabatnya yang masih berdiri kaku, "Ayo kita pergi," ajaknya.

        "Kukira kau sudah kenyang menatap memo-memo itu."

        Mengabaikan kalimat sarkastik Nic, Ben berjalan lebih dahulu meninggalkannya. Sesampainya di kafetaria, langkahnya terhenti saat ia menatap seseorang yang memenuhi pikirannya akhir-akhir ini. Gadis itu sedang duduk dan tertawa bersama temannya yang berkulit cokelat tua dengan berambut keriting ikal.

        Caranya tertawa sangat menyenangkan untuk dilihat dan tanpa sadar membuat kedua ujung bibir Ben pun tertarik keatas. Ben menggerakan kaki untuk mendekatinya dengan perlahan.

        Leesa sebagai orang pertama yang menyadarinya, memberitahu Cindy apa yang dilihatnya. Betapa terkejutnya Cindy saat ia menyadari Ben sedang melangkah mendekat. Tak jauh dari sana ternyata Lucy juga meyadarinya. Tatapan tajam dari Lucy mengingatkan pada ancaman yang diberikannya kemarin.

        Dengan tergesa-gesa, Cindy berdiri dari duduknya dan berkata pada sahabatnya, "Lee aku pergi dulu, ada yang harus aku selesaikan." Tanpa menunggu balasan, kakinya sudah melangkah menjauh dari tempat itu meninggalkan dua orang dengan wajah kebingungan.

           Ben menghentikan langkahnya saat melihat Cindy pergi meninggalkan kantin. Ia termangu sesaat, kemudian bergumam pelan, "Ada apa dengannya?"

        Mendengar gumaman Ben, Nic menyahutnya, "Apa? Siapa?" Ben menggeleng pelan, kemudian mereka melanjutkan mencari tempat kosong.

        Lucy kembali menetralkan air mukanya, kemudian salah satu ujung bibirnya tertarik keatas. Ia menyadari bahwa Cindy mengikuti ucapannya kemarin, dengan begitu ia bisa tenang sesaat. Namun ia tahu, Ben pasti akan mencarinya kembali.

        Rasa sesak kembali menyelubungi dadanya.

Dont Forget The Votes Button ❤️
Remember, baca dan terima dulu.

Thanks

RV

[TFS-1] Stepsister Story [END]Where stories live. Discover now