SCENE TWENTY FOUR

1.6K 142 4
                                    

        Enjoy Reading ~
~~

Cindy berjalan dengan pelan menuju rumahnya. Hanya tinggal beberapa langkah lagi, ia sampai. Namun ia sengaja memperlambat karena Lucy sudah tiba lebih dulu. Ia mengaitkan kedua jarinya sambil gemetar. Hatinya sudah gelisah sekaligus ketakutan sejak jam makan siang tadi.

       Ia tahu ini keputusannya dari awal, sekaranglah ia harus menanggung resikonya. Akhirnya dengan pasrah ia berjalan masuk ke dalam rumah. Saat memasuki pekarangan rumah, beberapa pelayan sudah menatapnya ngeri. Mereka ingin melarang nona mereka masuk ke dalam rumah, namun apa daya, jika mereka melakukan itu, maka merekalah yang akan dijadikan korbannnya.

       Dengan langkah berat, perlahan ia membuka sedikit celah pintu dan menyebarkan pandangan ke seluruh area. Kemudian menghembuskan napas lega. Dengan hati-hati ia mulai melangkah masuk.

       "Kau berpikir bisa menghindariku?" ujar sebuah suara.

       Cindy mendongak dan mendapatkan Lucy berdiri di salah satu anak tangga sambil menatap tajam kearahnya. Seluruh tubuh Cindy berubah menjadi kaku. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya. Suasana mendadak berubah menjadi sunyi senyap.

       Lucy bisa melihat bahwa wajah Cindy menjadi pucat. Selangkah demi selangkah ia menuruni anak tangga tersebut dan berjalan mendekati gadis itu. "Kenapa kau diam saja? Apa tidak ada penjelasan untukku, Cinderella?"

       Cindy menelan ludahnya dengan susah payah, ia bisa merasakan nada sinis dari kalimat itu. Napasnya tercekat. Dalam kondisi seperti ini, ia tidak bisa berpikir apapun sebagai jawabannya. "A-apa maksudmu Lu-cy?" jawabnya terbata-bata.

       Kemarahan semakin meyulut hatinya karena Cindy masih enggan berkata jujur. Dengan kasar ia mencengkram dagunya, "aku tahu kau memang bodoh, tapi aku tidak. Katakan padaku bagaimana hairpin itu bisa jatuh ke tangan Ben?" desis Lucy.

        Cindy meringis kesakitan, kuku-kuku Lucy menggores bagian wajahnya. "Aku tidak tahu Luc," rintihnya.

       Jawaban Cindy semakin membuat api yang berkobar dalam diri Lucy menyebar. Ia memperat cengkramannya, "belajar menjadi seorang pencuri sekarang?"

       Cindy memejamkan matanya, menahan rasa sakit. Kesalahan dirinya yang terpaksa meminjam barang milik Lucy tanpa sepengetahuan tuannya karena ia tidak memiliki apapun untuk penampilannya. Ia berpikir bisa mengembalikannya setelah pesta berakhir, namun tidak di sangka, barang itu justru menghilang dan sekarang berada di tangan Ben. "M-maafkan aku Luc. Aku janji akan mengembalikannya padamu," rintihnya.

       Bibir Lucy mengatup marah. Ia melepaskan cengkramannya lalu dengan cepat menampar wajah Cindy membuat wajah bagian kanannya terasa panas.

       Cindy meringis perih karena air mata mulai mengalir dan mengenai goresan luka cengkraman itu. "Ini belum seberapa untuk seorang pencuri sepertimu. Dengan cara apa kau akan mengembalikannya padaku?" tanya Lucy sengit.

       Cindy terdiam, sejujurnya ia belum memikirkan apapun.

       "Kau bermimpi menjadi Cinderella? Apa ayahmu tidak pernah menceritakannya padamu bahwa tidak ada adegan mencuri di dalamnya?"

       Mendengar kata ayahnya disebutkan, hatinya menjadi panas. Ia tidak menyukai ayahnya disebut-sebut dalam masalah ini, namun dia hanya bisa menelan pahitnya rasa sakit itu. Ia tidak memiliki sedikit pun keberanian untuk melawan, terutama ini memang kesalahannya.

       Lucy kehabisan kesabaran melihat sikap Cindy. Ia meraih ponselnya dan membuat sebuah panggilan. "Dokter Clark, ini Lucy. Lakukan sesuai perintahku kemarin," titah Lucy.

       Mendengar nama dokter yang mengurusi ayahnya disebutkan, ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ketakutan semakin merajalela dalam dirinya. Mendadak ia dilanda kepanikan yang membuatnya mati rasa. Ia tahu ini tidak pantas, namun ia tidak peduli. Dengan cepat ia berlutut dan memeluk kaki Lucy, air matanya semakin turun deras. "Lucy, aku mohon. Aku akan berusaha mengembalikannya. Jangan daddy, kumohon."

       Lucy berusaha melepaskan kakinya dari pelukan Cindy, namun ia justru semakin mempererat.

       "Beri aku kesempatan, aku janji akan mengembalikannya padamu tanpa ia tahu siapa aku," pintanya lirih.

       Ia akan melakukan apapun untuk Lucy, apapun selama Lucy tidak menyakiti ayahnya. Hanya ayahnya yang ia punya saat ini. Dan besar harapannya agar ayahnya kembali seperti dulu. Ia tidak ingin terus hidup sendirian. Setiap malam Cindy berdoa agar diberi keajaiban untuk ayahnya. Kini karena kesalahannya sendiri, ayahnya menjadi korban.

       Matanya terasa perih. Sekujur tubuh Cindy berguncang keras karena terisak, dadanya terasa sakit.

       "Dua minggu waktu yang kuberikan. Dalam waktu dua minggu jika kau tidak bisa mengembalikannya, bersiap mengucapkan selamat tinggal pada ayahmu," dengan nada sedingin es, Lucy mengancamnya. Setelah itu, Lucy tidak ingin lagi menatapnya dan pergi.

       Cindy menumpahkan seluruh tangisnya. "Maafkan aku dad. Maaf," rintihnya sambil memeluk dirinya sendiri. Pelayan-pelayan yang sedari tadi mengintip kejadian itu segera mendekati Cindy dan memeluknya.

Dont Forget The Votes Button ❤️

R.V

[TFS-1] Stepsister Story [END]Där berättelser lever. Upptäck nu