"Rana kan udah jelasin kak. Jadi apa kak Farhan masih marah?" tanyaku sedikit canggung.

Dia diam membisu, seperti halnya aku ini berbicara dengan angin.

"Kak jawab Rana!. Rana selama ini juga ngawasin kakak, Rana selama ini juga masih suka cari informasi tentang kakak." air mataku menetes perlahan dan bibirku gemetar tanda menyesal.

Dia masih tak menjawabku, dia masih diam, wajahnya terlihat sangat tak suka kepadaku. Apa aku ini terlalu salah?,

"Hmm, oke. Gue sekarang udah ikut sama bu nay, dan gue juga ada hak buat ngga tinggal disini lagi. Tapi asal lo tau, gue masih ngehargain lo sebagai kakak gue yang paling hebat. Lo rela relain video gue waktu itu, lo yang nangis paling histeris disaat gue pura pura nutup mata. Gue tau lo sakit, gue tau lo kecewa. Tapi apa lo ngga mikir? Dengan cara lo yang kayak gini bikin gue tambah sakit?. Gue tau gue bodoh dan suka main main, iya gue tau. Maaf gue gini sama lo, maaf. Gue kesini cuman ngomong ini doang, masalah lo maafim gue atau engga, itu hak lo. Yang penting gue udah minta maaf, gue janji setelah ini ngga bakal gangguin lo lagi kok." senyumku tulus, ya aku sudah kembali seperti Rana yang dulu. Agar dia bisa merasakan bagaimana sakitnya aku dulu.

"Pergi lo! Jangan pernah anggep kita pernah kenal sebelumnya!. Gue ngga akan pernah nerima permintaan maaf lo!" ucapnya keras, lalu aku berjalan keluar kamarnya dan menangis hebat. Menangis bukan untuk penyesalan, tetapi menangis untuk tak dimaafkan.

Dia sudah tidak menganggapku adiknya lagi.

***

Aku terdiam dalam malam, terdiam dalam hembusan awan, dan terdiam dalan hangatnya rembulan. Menatapi semua masalah, tidak bukan ditatap tetapi dirasakan. Yaa sekarang aku lagi merasakannya, sungguh sakit. Apa aku terlalu bodoh? Atau aku memang pantas dibenci seumur hidup?.

Seseorang mengetuk pintu kamarku, kutau pasti itu bu nay. Siapa lagi kalau bukan ibuku?.

"Sayang? Apa ibu boleh masuk?" tanya seseorang diluar sana, dan kubalas dengan 'iya'.

"Ada apa bu kekamar Rana malem malem?" tanyaku membenarkan posisi dan menatap bu nay yang duduk disamping ranjanngku.

"Sudah bicara sama Farhan? Apa dia masih marah?" tanyanya lembut tanpa penekanan sedikitpun. Aku merasa bahwa akulah orang yang paling bahagia ketika bersamanya.

"Hmm ya gitulah bu. Bu apa selama ini cara aku salah ya? Apa selama ini aku selalu buat orang lain sakit?"

Ia tersenyum manis, "Iya caramu salah, tetapi itulah caramu. Cara yang tidak bisa dipikir atau mungkin dilakukan oleh orang lain. Segala apapaun yang terjadi dalam dirimu, jangan pernah menyesal. Jika kamu menyesal, maka kamu akan membenci dirimu sendiri. Kalau kamu ingin mencintai orang lain, maka cintai dulu dirimu."

"Tapi kak Farhan masih marah bu. Rana harus gimana?, apa Rana seburuk itu bu?" kataku lesu sambil tidur di pahanya, dan diberikannya elusan elusan lembut dikepalaku.

"Marah itu wajar kok, bahkan sampai sekarang ibu juga masih sebel sama kamu. Tapi lama lama ibu juga tau perasaan kamu yang butuh diperhatiin. Ibu yakin pasti kakak kamu juga gitu, toh ngga ada gunanya gini terus. Mereka harusnya bersyukur kamu masih ada, tapi kan pemikiran orang beda beda. Mungkin dia pikir kamu main main kan?"

Aku mengangguk lesu, "Makasih ya bu, pertama kali aku ketemu bu. Aku udah nyaman sama ibu, jadi foto foto bayi itu aku ya bu?. Kenapa ibu ngga pernah nyari tau aku?"

Bu nay masih saja mengeluarkan senyum manis. "Oh ya? Apa iya ibu ngga pernah nyari tau?, bahkan ibu aja udah tau kalo kamu anak kandung ibu."

Aku menganga lebar "HAAAA?"

"Huss jangan lebar lebar. Iya ibu selama pindah ke Jakarta udah nyari tau kamu, ya walaupun kamu pindah kesini juga belum lama. Dari pertama kali kamu ngelamar kerja, ibu pengen banget peluk kamu. Tapi ibu kepengen sandiwara, dan belum sempat bilang malah kamu udah pergi waktu itu. Kamu tau gak? Ibu itu udah nangis nangis gak karuan, Farhan sampe ibu larang buat bawa baju kamu. Ibu selalu meluk baju kamu, berharap kalau kamu kembali. Dan ternyata waktu itu kamu kerumah ibu, ibu kaget banget. Gimana ngga kaget? Orang yang udah meninggal bisa hidup lagi?. Terus tau tau kamu bawa ibu ke Semarang," jujur bu nay disaat saat itu, dan mulutnya cemberut bulat.

"Jadi ibu selama ini udah tau? Makanya waktu penyelidikan kok tenang banget gitu. Dan senengnya cuman biasa aja, kenapa ibu ga bilang sih?" giliran aku yang merajuk.

"Yaa maaf, waktu itu ibu pengen ngamatin kamu dari jauh aja. Lupakan itu ya, yang penting sekarang kita udah sama sama lagi. Maafin ibu sama ayah yaa, ibu janji gak akan ulangin lagi dan sebisa mungkin akan jagain kamu gimanapun caranya" tawanya lebar sambil mengecup dahiku.

Ada satu pertanyaan yang mengganjal hatiku, "Terus ayah sekarang dimana bu?"

"Ibu ngga tau, semenjak dia ninggalin ibu. Ibu ngga pernah ketemu dia lagi," jawabnya lesu, aku tau itu akan menyakitkan.

Aku mencoba mencairkan suasana, membuatnya melupakan segala hal yang lalu. "Oh iya aku belum muji ibu, ibu jago akting ya ternyata. Sampe sampe bisa sok sedih gitu waktu aku tanyain segala hal dulu."

Dia tertawa kecut, "Haha itu susah loh, nanti bayar ya pokoknya hehehe" dan kubalas dengan tawa juga.



---



Iya hidup ini penuh dengan drama, dan akan segera berakhir dengan kita kembali satu persatu.



---







Kalau aku terusin cerita ini sampai Rana nikah gimana? Atau sampai Rana nemuin cinta lagi? Atau sampai Rana jomblo terus bahagia sama kehidupannya sendiri?.
Saran ya saran, saran aja dan pencerahan.

Ini makin lama makin ngga ada yang tertarik ya? Hahaha kutau itu.

Maaf-maaf-maaf.

Baca juga:

Life or love?

Search aja diprofilku, terimakasih!.

Secret Rana [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang