MC 5: Teror Masa Lalu 8 ( A Broken Heart )

3.8K 440 96
                                    

Warning : Putar Mulmed sebelum membaca, Okay?? (Sountrack by Naruto)

'Apa yang akan kau lakukan jika mengetahui kau hanya punya waktu tujuh menit untuk hidup?'

Clue tersentak mendengar pertanyaan semu itu. Lamunannya telah membawa dirinya entah ke mana, yang jelas bukan di ruang sempit yang akan meledak itu. Ia baru ingat kalau dirinya memberitahu Larry bahwa waktunya tinggal tujuh menit, sedangkan bom yang terus berdetik di belakangnya belum berhasil ia jinakkan.

"Kalau aku punya waktu tujuh menit, ya..." gumamnya tak jelas, setengah berpikir, setengah memeras otak untuk mencari jalan keluar.

Tujuh menit? Ia tak pernah membayangkan sebelumnya. Tak pernah memikirkan, tepatnya, karena dirinya bukan termasuk orang yang pesimis. Tetapi untuk kali ini, sepertinya ia memang harus menyerah karena bom di atap ruang itu sangat rumit, dan memikirkan bagaimana caranya memanfaatkan waktu yang terus menyempit. Ia menerka reaksi yang akan ditunjukkan orang-orang terdekatnya.

Mom beserta saudara-saudaranya yang berada di Wasterfold, sama sekali tak tahu-menahu bahwa putri sekaligus saudara tak berguna mereka sedang menanti ajal. Tunggu, bukankah memang mereka menganggapnya sudah mati? Setelah surat kematian palsu yang dikirimkan oleh pihak SSA beberapa tahun lalu-- mungkinkah mereka masih menginggatnya? Atau mungkin kesedihan mereka telah hilang tak berbekas.

Pikirannya langsung melayang ke SMU Wasterfold. Sekolahnya yang sudah lama tak ia datangi. Tempat di mana hubungan asmaranya merekah dan persahabatnnya dengan Yuri terjalin begitu erat.

Kemudian Larry, Anne, Edd, Finny, Ken, Dan Jack. Para agen SSA, yang mau tak mau diakuinya cukup berperan besar dalam hidupnya juga penyelidikannya.

Ia tak tahu bagaimana kelanjutan hidup orang-orang itu-semoga saja mereka tetap dapat memecahkan berbagai kasus walau dirinya tak ada.

Ah, pasti mereka bisa, buktinya jauh sebelum dirinya menginjakan kaki di kota hitam ini, mereka sudah baik-baik saja bukan? Dan lagi bukankah kematian seorang Agen itu adalah hal yang biasa?

Ia masih mengingat jelas sewaktu Larry melarangnya keras ketika dia memasuki gedung bertingkat tersebut. Gadis itu dapat melihat guratan kesedihan yang tercetak jelas di dalam matanya. Apakah setakut itu ia kehilangannya? Ataukah hanya bukti empati terhadap sesama rekan?

Clue terkekeh kecil mengingat kenangan bersama mereka walau pada realitanya hubungan mereka hanya sebatas pekerjaan.

Lalu ada Pak Kepala yang selalu ia hormati. Ah mungkin gadis itu akan rindu setengah mati dengan tugas-tugas yang ia berikan ataupun sikap wibawa yang melekat padanya meski di usia sangat senja.

Kemudian Inspektur, semoga saja detektif tempramen itu benar-benar bisa menggendalikan akalnya, mengingat ia akan marah besar karena Clue tak mematuhi perintahnya.

Ah, ia jadi membayangkan bagaimana reaksi pria bersumbu pendek itu kalau mengetahui partner stoick nya itu sudah raib bersama reruntuhan Mall Yellow Bird. Clue tidak dapat membayangkan kalau hal tersebut benar-benar terjadi. Pasti Pria berambut hitam emo itu akan meneriakinya 'Dasar Idiot!' meski pria itu tahu partner mungilnya ini sudah tidak dapat menjawab.

Mungkin seumur hidupnya, atasan yang sangat dihormatinya itu tidak akan pernah memaafkannya.

Mungkin saja pria itu juga akan merasa err... kehilangan, mengingat tak ada lagi gadis aneh yang selalu membantunya dengan analisis-analisis tajamnya. Ha. Biarlah, hitung-hitung kematiannya ini bisa membawa dampak positif bagi pria itu karena amanah yang dia pikul dari 'orang' itu serta merta menghilang.

Detective Clue : Law And CrimeWhere stories live. Discover now