The Blacklist Underground 06 ✔ : The Outbreak of a Terror

165 31 17
                                    

Sepasang tangan saling mengerat, begitu lekat dan rapat. Keringat membasahi tubuh, berlomba turun, menjadikan tautan jari-jemari itu terasa licin. Napas yang terengah seakan mendobrak paru-paru. Langkah-langkah mereka berubah hentak saat suara ranting terdengar mendekat. Sesuatu yang mengejar di belakang mengundang kecemasan, membuat napas sepasang manusia itu terdengar seperti geraman.

Lari. Lari. Lari.

Hanya kata itu yang diperintahkan otak mereka dalam mengatasi situasi saat ini. Tak ada jalan lain, tak ada tempat persembunyian.

"Lio...nel." si wanita terengah-engah. Kakinya gemetaran. "Maaf. Aku... sudah tidak kuat...lagi." kemudian wanita itu ambruk di atas tanah. Sementara si pria yang sedari tadi menggenggam tangannya semakin panik.

"Eve... ayolah... sedikit lagi. Sedikit lagi kita..." kata-kata itu terhenti dan tidak akan pernah dia selesaikan. Sebuah moncong pistol membidik kepalanya dari belakang. Sebelas orang prajurit berpakaian serba hitam menenteng senjata lengkap dengan cepat mengelilingi mereka.

"Lionel si penghianat," bisik tajam salah satu orang bersenjata lengkap itu. "Sayang sekali. Akhir hayatmu sungguh tragis."

Si wanita semakin gentar. Moncong pistol itu hanya berjarak satu centi dari kepala Lionel. Dia menangis sejadinya. Sebuah tamparan mendarat di pipinya, menjadikan lebam dan darah tercipta di wajah cantik itu. "Diam kau, jalang terkutuk!" Amuk seorang lagi. Tubuh wanita itu ringsut lalu menghantam tanah. Kesadarannya kian menipis, sayup-sayup terdengar teriakan Lionel yang memanggil namanya, putus-putus.

Setelah itu, letusan pistol memekakkan terdengar, mengantar tubuh Lionel jatuh ke tanah. Darah merembes dari tubuhnya, semakin banyak. Senyum perpisahan merekah setelahnya.

"Tolong... jaga... anak kita..."

.

.

__ Daftar Hitam Bawah Tanah 06 __
"Meletusnya sebuah Teror"


David membenci bau obat yang menusuk tajam hidungnya. Mengingatkannya akan mimpi buruk yang menjadi bagian dari kenangan setelah kematian Clark. Dimana waktu itu, dia hampir mati akibat luka-luka yang diciptakan selama pertempuran besar Kelly terjadi.

Mungkin memang suatu keajaiban dia masih hidup sampai saat ini. Bayangan hampir seluruh tubuhnya di balut perban masih melekat jelas, luka-luka tembak dan sayatan menganga yang terkoyak hingga menampilkan daging dan tulang mengisi tubuhnya. Dan itu... tidak cukup untuk membuat David melupakan rasa perihnya.

Termasuk saat ini.

David mendengus. Dia berdiri di depan kamarnya, menunggu dokter yang memeriksanya datang dan mengabarkan hal baik yang dia minta. Belakangan ini David tidak bisa tenang hanya terkurung di ruang penginapan. Terlebih, saat ia mendengar bisik-bisik dari para perawat yang berlalu-lalang tentang kematian Wali kota pagi tadi. David merasa... sebuah bencana besar akan terjadi setelah ini.

"Anda yakin sudah merasa baikan, Inspektur?"

Suara dokter wanita menginterupsi lamunanya, memaksa David berbalik menatap si dokter seraya mengangguk, "tentu saja. Tolong pulangkan aku malam ini."

Si dokter bergeming, air mukanya terlihat ragu. Bagaimanapun dia sudah menetapkan jatah rawat inap selama seminggu, mengingat kondisi David yang memang butuh rehat dari kegiatan-kegiatan berat. Tapi apa boleh buat, dia sendiri tahu dengan benar bagaimana kerasnya watak Inspektur bermata biru itu. Tidak ada yang dapat menghalangi Inspektur terbaik di kota itu tanpa melewati debat sengit dan umpatan pedas sebelumnya.

Detective Clue : Law And CrimeWo Geschichten leben. Entdecke jetzt