Rana POV.

Hidungku entah sudah mengeluarkan darah begitu banyak, kepala pusing ini sudah membuatku cukup menyerah akan keadaan. Ya memang aku memilih untuk ijin pulang ke rumah bu nay, ya alasannya adalah aku sakit. Tapi aku juga benar dan tidak berbohong, untung saja bu nay sedang sibuk melayani pembeli bunga yang banyak itu. Jadi kesempatanku adalah mengunci diri dikamar dan merasakan sakit yang luar biasa tanpa dilihat ataupun dirasakan juga oleh orang lain.

Mataku sudah tertutup, pandangan gelap mulai menyelimuti semua. Entah takdirku sudah menjemputku atau belum, tapi intinya aku sangat bahagia. Kusambut hari ini dengan berkah, tetapi jika aku membuat mereka menangis bagaimana?.

End.

Merasakan hal Indah yang membuat enggan untuk pergi. Bagaimana tidak? Disini sangat nyaman, disini sangat sejuk, banyak yang menemaniku disini. Aku tak mungkin dan tak ingin pernah kembali kedunia, dimana aku akan sadar lalu melewati semuanya sendiri lagi.

Mungkin ini tak akan lama lagi, aku mengerjapkan mataku. Dan kulihat kembali sinar lampu yang sangat terang. Hah kukira aku akan mati, tapi ternyata aku kritis di rumah sakit, siall..

"Anaaa? Kamu ga apa apa kan na?" khawatir bu nay saat mendapatiku tersadar dari kritisku. Mukjizat mungkin?.

"Lah bu nay. Ana dimana ya bu" aku masih bingung, dan sempat merasakan sakit dikepala.

"Kak Farhan?" sambungku lagi yang bingung. Ternyata kakakku pun ada disini.

"Untung lo udah bangun dan ga jadi mati. Hah gue khawatir tau ga sama lo," beraninya dia berbicara seperti itu padaku.

"Lahh mulut lo minta dicipok banci tau gak. Eh maaf bu nay, Ana jadi gini" lirikku pada bu nay yang bisa memaklumi nakalnya anak muda jaman sekarang.

"Udahh lo tuh baru sadar jadi jangan banyak bicara," lehh dia juga kan yang mengajakku bicara?.

"Suka suka gue dong. Kok lo bisa disini?" tanyaku bingung.

"Ceritanya panjang, eh ga panjang juga si. Tapi ntar percuma kalau gue ceritain dan lo nya ga connect. Mampus kan gue," tawanya. Dan aku pun mendengus pelan.

****

Semenjak kejadian itu, aku menjalankan kemoterapi di rumah sakit yang biasanya menanganiku check up. Akibat dari kemoterapi belum sepenuhnya muncul pada diriku, tetapi siap tak siap aku juga akan menerima semuanya. Dan ternyata waktu itu aku sudah tak sadarkan diri dikamar bu nay, dan bu nay akhirnya menghubungi kak Farhan melalui ponselku.

Yaa, hari ini memang jadwalku pergi ke mall, hehe bersama kak Farhan. Dia memang bodyguard tampanku yang selalu membawaku kemana mana. Katanya sihh dia akan lakukan demi aku bahagia, tapi kenapa aku tiba tiba rindu pada mama dan papa?. Menurut penjelasan kak Farhan, mereka masih menanyai kabarku tetapi tak sedikitpun tersentuh untuk menyuruhku pulang.

"Adek gue yang cantik, ayo turun" ucapnya sambil tersenyum.

"Ga mau ah. Lo harus bukain gue pintu mobilnya dulu" jawabku tersenyum sinis.

"Lahhh kok gitu sih," sambung kak Farhan.

"Yeu biar kayak film film romantis gitu dehh, haha" tawaku.

"Elahh film romantis aja gak selebay itu" dia menurut padaku lalu membukakan pintu, walaupun wajah kesalnya masih terlihat.

Aku berjalan menggandeng tangannya, seperti mama dan papa lakukan saat jalan bersama, akhh kurindu mereka. Yaa menurutku ini seperti sepasang kekasih yang sedang jalan, males banget deh kalo gini.

"Ehh lo ngrasa ga sih kak, mereka tuh pada liatin kita?" aku bergidik ngeri atas tatapan mata anak anak muda.

"Santai aja kali dek. Emang yaa kalau kita itu dikata pacaran, padahal mah engga. Najis juga gue ama lo" ejeknya padaku.

"Ih tega amat sih lo? Kakak apaan lo?" ucapku sambil melepas tanganku dari genggamannya. Elahh kelamaan jomblo nih, kakak sendiri di embat.

"Dihh marah gitu, ck. Yaudah lo mau nonton apa? Gue ikut aja" tawarnya padaku, yang sedang memilih jadwal tontonan hari ini.

"Horror deh mendingan, gue tertantang aja wkwk." aku tertawa, dan sekilas melihat kearah depan, menemukan kak rei dan lisa yang mesra. Mungkin mereka juga sudah saling mencintai?.

"Iyaa gue tau, se horror hati lo sekarang kan?" ejeknya padaku yang mungkin dia juga melihat pandangan itu.

Damnn. Batinku.

"Udah lahh gausah mewek gitu. Nihh tiketnya" dia menegarkanku. Tapi apa boleh buat, di kesempatan kedua ini dia malah menyia nyiakannya. Bukannya menyia nyiakan, tetapi aku saja yang tak peduli. Akhh biarlah, hati ini kubiarkan menangis meratapi nasib yang miris.

Dan di film yang sama aku melihat mereka juga. Aku sempat lupa bahwa mereka juga melihat film horror ini. Jujur, film ini malah terkesan lucu bagiku, kenapa?. Yaa karena masih ada yang lebih horror kalau kalian mau tau.

Melihat dia dengan lisa yang mesra, sekali lagi. Kak rei merangkul lisa dan sesekali mengacak ngacak rambutnya. Dan lisa juga kelihatan tertawa bahagia. Oh kapankah aku melihat pemandangan bahagia ini sekali lagi? Jadi kunikmati saja walaupun aku sedang menahan sakit yang amat luar biasa.

"Woii gue tau tadi pas kita nonton lo ga takut sama sekali. Tapi kenapa disaat lo liat mereka berdua, gue malah jadi yang horror, njirr." ledeknya lagi, kupingku panas mendengarnya. Ishh ingin kupotong saja mulutnya itu.

"Ihh ga lucu deh ah. Yuk kita pulang aja, gue tambah horror daripada lo, njirrr." tawaku disaat bersamaan. Tapi perasaanku tak selucu itu.

Tawa kini menjadi murung. Bahkan tak ada lagi kata bahagia, tak ada lagi kata nyaman. Itu semua bullshit dan persetan dengan semuanya. Apa kau tak pernah memikirkan perasaanku? Oh iya aku lupa, dan pasti kau berkata seperti ini "kau siapaku?" dan senang hati aku menjawab "orang yang pernah kau buat sakit" anjay, ini pikiran macam apa?.

Semakin hari aku semakin kacau, entah ada konslet apa diotakku. Mungkin akan ku istirahatkan sejenak tubuh ini dikasur lebar bu nay. Sudah kulupakan kejadian tadi, dimana aku bertemu sepasang kekasih dengan romantisnya. Arghhh lupakan saja lupakan.

Secret Rana [Completed]Where stories live. Discover now