Kenapa gue selalu gini, kenapa? Kenapa semua orang selalu bahagia saat gue menderita? . Gue capek, gue ga tau mau cerita ke siapa, orang yang gue sayang hilang satu persatu, andai ada lo lis, pasti  gue udah cerita semuanya. Tapi takdir berkata salah, gue ditakdirin buat hidup gini, sampai kapanpun. Batinku sendiri, yang masih memeluk lutut dan terus menangis.

Bibi sudah mengetuk pintuku sedari tadi, mengkhawatirkan keadaanku yang lusuh seperti ini. Aku terus menagis menjerit, aku harus segera pergi dari rumah ini dan tak punya siapa siapa lagi. Selamat tinggal, hikss--

"Nonnnn, mau kemanaaaa? Ya gusti kenapa non ranaaa?" aku melihat bibiku sedang melihatku dengan keadaan seperti ini.

"Bi, rana mau pergi. Tolong jagain kak Farhan, mama dan papa ya. Hiksss, raa naaa sayang mereka bii. Ra naaa ga bermaksud bu aatt celakain kakak, bi bii jann jii yaa saaa maa ranaa, hiksss. Bibi jangan se dihhh, kaa lauu raanaa gaaa tingg all disini laaagiiii. Hiksss hiksss," aku segera berlari pergi keluar rumah dengan membawa tas merah miliku, air mata ini sudah habis kujatuhkan untuk semua ini. Ya tuhan, sungguh berat cobaanmu ini.

"Nonnnnnnnnnnnn" teriak bibiku terus, yang sama sekali tak kuhiraukan. Selamat tinggal yang kedua kalinya--

Malam ini, gerimis disertai petir sedang menguasai langit Jakarta. Aku tak tau harus kemana, bahkan aku tak tau dimana tinggalnya saudara saudaraku. Aku terus berjalan tak tau arah, entah kemana yang sedang kutuju.

Flashback on

Kucurahkan semua emosiku ke kak Farhan, biarkan dia merasakannya. Langkahnya kuhentikan keluar kamarku, biar dia disini.

"Lo boleh apa apain gue, biar hati lo plongggg" teriaknya lagi padaku.

Dia mengambil silet tajam dimeja belajarku, aku takut. Bahkan dia tak pernah senekat ini demi aku.

Dia menyayat pergelangan tangannya sendiri demi aku, supaya hatiku plong. Dia gilaaa, lalu aku berteriak kencang karena kak Farhan sudah tergeletak lemas lalu tangannya berlumuran darah merah segar, aku tak tega. Oh kak, apa yang kamu lakukan? Kau bodoh.

"Maaa, paaaaa. Kak farhannn" dia bahkan sudah lemas tak berdaya aku menangis pilu.

"Lo gila kak! Lo gilaaa!!!" teriakku didepannya.

"Biarrr!! Biar lo ga sedih lagi!" jawabnya meringis kesakitan.

Mama dan papa sudah khawatir ada apa dikamaraku, mereka masuk dengan menemui kak farhan sepertu ini. Sedangkan aku kebetulan memegang silet tajam itu.

"Ayo maaa kita kerumah sakit!" ajak papa pada mama, melihat kak farhan seperti ini.

Semua anggota keluargaku panik, disini aku merasa bersalah sekali. Mama dan papa terus menyalahkanku, padahal aku tak sedikitpun menyakiti kak farhan. Ini salah paham, aku memegang silet tajam itu karena kebetulan, aku sungguh bukan pembunuh. Tetapi nihil, mereka tetap tak percaya padaku. Ini salah paham, ini salah paham.

Flashback off.

Terselip ide di otakku, aku harus kerumah bu nay. Satu satunya orang yang kukenal tidak munafik, semua orang sama saja. Mereka akan datang disaat senang, lalu meninggalkan disaat sedih, mereka hanya tau cara menerima hasil tanpa melalui proses.

"Assalamualaikum bu," ucapku terbata bata karena kedinginan dan juga sesenggukan sehabis menangis tadi.

"Iya wa'alaikumsalam." jawab bu nay, wanita itu sungguh cantik nan polos. Sudah berapa kali aku memujinya seperti ini.

"Lohhh nak rana? Kenapa kok begini? Ya Allah. Ayo masuk nak," sambungnya lagi dengan nada kaget tak percaya, bagaimana bu nay? Aku pun juga tak percaya akan hal ini yang menimpa Pada diriku.

Aku mengangguk pelan, lalu mengikuti bu nay. Rupanya dia tinggal seorang diri, entah kemana suaminya? Atau bu nay belum punya suami? Padahal sudah cukup umur. Ah sudahlah ran, itu tak penting-

"Ayo ganti bajumu dulu ya, itu basah. Ceritanya nanti saja, ibu mau buatkan teh hangat dan makanan. Ini kamarnya, kamar mandinya juga ada didalam" kata bu nay sambil menunjukan kamar kosong, cantik menurutku. Apa mempunyai anak perempuan?, ahhh sudah sudahlah ran.

Tetapi kasur ini seperti bekas orang tidurr, apa itu bu nay yang habis tidur disini?. Ini juga ada beberapa foto bayi kecil mungil, sepertinya baru saja lahir. Siapa dia? Aku semakin penasaran saja.

Aku langsung masuk kamar mandi lalu membersihkan semua badanku yang kotor dengan air hujan. Dipastikan aku akan demam, aku juga sudah hafal, begitupun juga keluargaku dan kak... Iya kak rei, ah dia lagi.

Semuanya beres, aku segera keluar kamar dan menemui bu nay.

"Ini diminum dulu ya nak teh hangatnya. Ini juga sudah ibu buatkan nasi goreng, lumayan buat ganjal perut kamu. Soalnya tadi ibu gak sempet masak, gak apa apa kan? Hehe," ucap bu nay sambil menghidangkan nasi goreng di piringku.

Rumah ini Indah, bahkan lebih kelihatan sangat cantik. Besar pula, minimalis tetapi juga tidak terlalu minim. Bisa dibilang mewah juga.

"Haha ibu, ini juga sudah lebih dari cukup. Terimakasih ya bu," jawabku sambil menyantap hidangan bu nay.

Setelah selesai, bu nay langsung membuat daftar pertanyaan bagiku. Entah apa ini, bu nay seperti seorang wartawan saja.

"Ayo ceritakan semua nak, kenapa rana bisa sampai kesini? Dan ini juga sudah larut malam" pertanyaan pertama bu nay.

"Ceritanya panjang bu, rana bisa cerita mungkin. Tapi besok bu," ucapku jujur, ya memang hari ini aku sangat lelah sekali.

"Yasudah kalau begitu, rana tidur di kamar itu yaa. Jangan sungkan sungkan ya" katanya sambil tersenyum manis.

"Makasih ya bu, rana jadi malu deh, hehe" cekikikan ku didepan bu nay.

"Ah tidak apa apa. Lagian ibu juga tinggal sendirian kok. Yasudah ah nak, kamu tidur ya. Selamat malam" ucapnya lalu beranjak pergi.

Seperti --







***












Hallo semua, 00.46 update secret rana, tanggal 11 Desember 2016. Dini hari (:

Aih thank you very much buat yang udah baca, stay here okayy? 😊

Salam: Icha

Secret Rana [Completed]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt