"Oh.. Tidak sweet.. Kau pasti sedang sakit kan?". Ucap Bara semakin khawatir.

"Ti... Hueekkk... Hhuueekkk". Lila kembali mual hendak muntah namun di tahannya karena lelah harus kembali lari lagi ke kamar mandi.

"Sweet... Kau tak apa? Kau sakit sweet... Segeralah berobat". Ucap Bara sedikit keras dan tak terbantahkan.

"Tidak sayang.. Sungguh.. Mungkin aku hanya demam saja". Tolak Lila lembut sambil terus menahan mualnya.

"Sweet.. Jangan keras kepala. Aku tak ada di sisi mu saat ini, jangan membuat ku kahawatir dan tak tenang sweet.. Aku akan menghubungi Marisa atau Clara untuk da...".

"Tidak perlu! Aku bilang aku tidak apa-apa! Kenapa harus mereka?! Apa hidupmu tak pernah bisa jauh dari wanita!!!". Sentak Lila yang entah kenapa tiba-tiba hatinya begitu memanas ketika mendengar nama Marisa dari mulut Bara, cukup kaget Bara mendengar ucapan istrinya. Bukankah Lila sendiri tau bahwa Marisa dan Clara sudah punya suami.

"Apakah Lila cemburu?". Gumam Bara dalam hati tak ingin semakin membuat Lila marah padanya.

"Oke.. Oke.. Maafkan aku sweet.. Tapi aku mohon kau periksakan diri mu ya.. Aku tak mau kau sampai sakit". Ucap Bara lembut membujuk Lila, namun tak ada jawaban dari Lila. Yang terdengar hanyalah isakan tangis Lila di sebrang telfon.

"Swe......".

Tuttt... Tuuttt... Tuuuttt...

Ucapan Bara terhenti ketika sambungan telfon terputus begitu saja.

"Aneh... Apa yang terjadi padanya? Kenapa dia tiba-tiba marah seperti ini". Gumam Bara sendirian yang merasa bingung oleh sikap Lila.

Bara sudah tiga hari di USA, dan sesuai janjinya Bara bergegas untuk pulang dan memilih penerbangan malam agar bisa sampai di rumahnya pagi hari.

Bara memutuskan untuk pengelolaan perusahaannya di serahkan penuh oleh Boni selaku orang kepercayaannya, dan Bara akan selalu siap ketika Boni membutuhkannya.

Lila pun sudah kembali masuk kantor, dan karena tau bahwa Bara akan pulang hari ini ia meminta semua pelayan di rumahnya untuk pulang lebih awal.

Lila baru sampai rumah dan saat hendak akan masuk ke kamarnya tiba-tiba bel pintu rumahnya berbunyi.

"Bara sudah sampai?". Gumam Lila sumringah dan segera berlari menghampiri pintu hendak membuka pintu rumah.

"Hay sa...". Ucap Lila dan menghentikan pergerakan serta ucapannya setelah membuka pintu, betapa terkejutnya Lila melihat siapa yang ada di depan pintu rumahnya.

"Hay love.. Apa kabar?". Sapa seorang pria menatap tajam ke arah Lila di balik kaca mata hitam yang ia kenakan dengan seringai yang tersungging di sudut bibirnya.

"Ke.. Kevin". Gumam Lila pelan dan selangkah memundurkan langkahnya hendak masuk dan menutup pintu. Namun sayang Lila kalah cepat dengan pergerakan Kevin yang sudah mampu membaca pergerakan Lila. Dengan sekuat tenaga Lila mendorong pintunya agar bisa tertutup, namun kekuatannya tak sebanding dengan dorongan Levin hingga ia tersunkur ke lantai.

"Apa kah ini cara mu menyambut tamu love?". Tanya Kevin dengan pandangan meremehkan.

"Ma.. Mau apa kau?!". Sentak Lila gemetaran dan beruaha bangkit berdiri.

"Aku hanya ingin menemui mu love.. Tentu karena aku merindukan mu". Ucap Kevin santai dan duduk di sofa ruang tamu rumah Lila.

"Pe.. Pergi kau Vin... Pergi lah sebelum Bara sampai di rumah". Ucap Lila tegas berusaha menutupi ketakutannya.

Bukannya menjawab Kevin justru menghampiri Lila yang berdiri tidak jauh dari posisi Kevin duduk.

"Bisakah kau bersikap sedikit manis pada ku love.. Aku hanya ingin melepas rinduku pada mu". Ucap Kevin menyeringai menatao Lila yang semakin memundurkan langkahnya ketika Kevin terus perlahan mendekatinya.

Dua Jantung Satu Janji CintaWhere stories live. Discover now