Kesendirian

571 23 1
                                    

Di sinilah Bara sekarang, genap 3 tahun sudah semenjak kepergian Bara dari indonesia. Bara hanya punya rutinitas yang menurutnya masih belum bisa membantunya untuk melupakan sosok Marisa.

"Aku merindukan mu Bar". Gumam gadis cantik di balik meja kerjanya dan sedang menerawang jauh menatap kearah keluar jendela sebuah kantor.

"Hay sayang... Apa kau mau makan siang bersama ku?". Suara bariton yang menyapanya dan memeluk gadis bertubuh mungil itu dari belakang.

"Oh... Hay... Eum... Boleh juga, kebetulan aku sudah lapar". Ucap Lila sambil tersenyum manis pada Bram, pemilik suara bariton dan dengan manisnya tangan kekarnya melingkar di pinggang ramping Lila.

Bram menghirup aroma tubuh Lila dalam-dalam dan mengecup setiap inci leher jenjang Lila, sesekali menggigit kecil telinga Lila. Alhasil membuat sang empu merasa kegelian dan mengerang tertahan akibat ulah Bram yang terus menyerang Lila dengan ciumannya.

"Braaaammmhhh... Hentikan.. Kita masih di kantor". Ujar Lila lalu sedikit menjauhkan tubuhnya dari bibir seksi Bram.

"Huh... Kau selalu bisa menggoda ku, tapi kau juga selalu menolakku". Dengus Bram kesal lalu duduk di sofa ruangan Lila.

"Menggoda? Kapan aku menggoda mu?!". Ucap Lila dengan tatapan bingungnya.

"Setiap hari". Ucap Bram singkat.

"Aku tak pernah menggoda mu. Iman mu saja yang terlalu tipis". Cibir Lila membuat Bram mengulum senyumnya karena malu.

"Hah.. Yasudah lah.. Ayo kita makan siang dulu". Ucap Bram lalu menarik tangan Lila.

Bram dan Lila kini sudah ada di sebuah restoran mewah dengan berbagai macam hidangan di hadapan mereka. Makanan yang di pesan Lila selalu sama, ya.. Makanan yang biasa di makan oleh Bara. Tak bisa di pungkiri, cintanya pada Bara tak pernah pupus dan mati. Walaupun Bara sudah 3 tahun lamanya belum juga kembali untuk menepati janji, kenapa Lila bisa menjalin hubungan dengan Bram karena terdesak keadaan dari Andin dan Albert, ia tak ingin membuat kecewa kedua orang tua Bram yang sudah begitu baik padanya. Jahat memang, tapi hanya itulah yang bisa Lila lakukan. Lila masih meyakini bahwa suatu saat Bara akan datang dan menepati janjinya untuk membawa dirinya pergi.

Sedangkan Marisa kini ada di Jerman, ia memutuskan untuk meninggalkan indonesia dan mencari pengalaman baru sebagai dokter di Jerman. Berat rasa hatinya saat mengambil keputusan untuk meninggalkan indonesia, termasuk meninggalkan cintanya. Bram.

Kondisi Bara semakin hari terasa semakin memburuk, namun hal itu tak pernah di gubrisnya. Ia masih saja terus menyibukkan diri dengan bekerja dan bekerja. Tak jarang Marisa juga memarahinya karena kurang istirahat, Marisa mulai rajin berkomunikasi dengan Bara ketika Marisa dengan sengaja mengajak Bara untuk bertemu di USA. Dengan senang hati Bara pun menemui Marisa, padahal sudah mati-matia ia  berusaha melupakan Marisa dari benaknya.

"Bar, kau harus mau untuk aku periksa. Aku menghawatirkan kondisi kesehatan mu". Cerocos Marisa melalui sambungan telfon.

"Harus berapa puluh kali lagi aku menolak tawaran mu dokter sok pintar?". Ucap Bara dengan nada bercandanya.

"Please Bar, lakukan ini demi aku". Bujuk Marisa dengan nada sendunya.

"Huh... Baiklah baiklah... Kapan?". Tanya Bara akhirnya pasrah dengan paksaan Marisa.

"Nah.... Gitu dong... Minggu depan aku akan datang ke USA". Ucap Marisa kegirangan.

"Ya.. Ya.. Ya.. Aku akan menunggu kedatangan mu". Ucap Bara lalu memutus sambungan telfon.

Bara beranjak dari tempat tidurnya lalu keluar ke gazebo balkonnya.

"Maafkan aku Lil, aku belum bisa menepati janji ku. Aku tak mau menyakiti mu karena hatiku belum sepenuhnya untuk mu". Ucap Bara sambil menatap foto di layar ponselnya.

Dua Jantung Satu Janji CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang