Tangisan Perih

574 16 2
                                    

Marisa melajukan mobilnya sekencang mungkin demi mencegah Bram membawa Bara ke london, bukan karena Marisa tak rela jauh dari Bara, tapi ia tak bisa membiarkan Bram memutuskan sendiri seperti ini. Terlebih ini menyangkut akan nyawa Bara.

"Bantu aku Tuhan...". Desisi Marisa sambil berlarian menuju ruangan Bara di rawat.

Dengan nafas terengah akhirnya Marisa sampai di depan ruangan Bara yang sudah ada beberapa perawat yang sedang melepas alat bantu yang menempel di tuabuh Bara.

"Apa yang kalian lakukan!!!". Teriak Marisa masuk kedalam ruangan dan melotot marah kepada para perawat, sontak membuat para perawat itu terjingkat kaget dengan kedatangan Marisa yang membentak mereka.

"Kalian mau membunuh pasien?! Pasang kembali semua alat itu!!!". Lanjutnya lagi seraya mendekat kearah brankar.

"Apa yang kalian lihat!!! Cepat pasang kembali!!". Sentak Marisa sekali lagi.

"Ta... Tapi dok...".

"Apa?! Kau mau ku pecat?!!". Potong Marisaa cepat.

"Jika sampai kalian tidak melaksanakan perintah ku!! Setelah kalian aku pecat dari sini aku bersumpah kalian tak akan pernah mendapat pekerjaan di mana pun!!!". Teriak Marisa semakin marah dan mengancam anak buahnya.

Akhirnya dengan rasa takut dan gemetar melihat bosnya mengamuk, mereka kembali memasang alat yang sempat mereka lepas dari tubuh Bara.

"Marisa!!!!". Sentak seseorang dari ambang pintu. Mereka serentak menoleh kearah pintu.

"Apa yang kau lakukan!!! Kami sudah akan berangkat!! Kenapa kau menghalangi mereka melepas alat-alat tak berguna itu!!". Bentak Bram menatap tajam ke arah Marisa.

"Bram.. Kau tak bisa membawa Bara dengan kondisi seperti ini Bram..". Ucap Marisa menghampiri Bram.

"Kenapa?! Rumah sakit mu ini tidak bisa membantu Bara sama sekali!! Kau dan Clara terlalu lamban menangani Bara!! Dan lihat!! Lihat adikku!!! Kau membuatnya buta sekarang!!". Bentak Bram semakin emosi.

"Tidak Bram... Mengertilah... Jika kondisi Bara tak selemah ini, aku dan Marisa pasti sudah melakukan oprasi untuk Bara Bram... Tolong kau pahami, ini menyangkut nyawa Bara". Tutur Marisa dengan derai air matanya mencoba menjelaskan pada Bram dan berharap Bram bisa berubah fikiran.

"Cukup Mar!!!! Aku tetap akan membawa Bara ke london!! Jangan halangi aku!!". Tungkas Bram emosi lalu sedikit menggeser tubuh Marisa agar tang menghalangi dirinya.

"Tidak Bram.. Tidak... Jangan kau buat keadaan Bara semakin memburuk dengan keegoisan mu Bram! Kau sama saja akan menjadikannya mayat hidup jika kau tetap membawa Bara ke london untuk oprasi!! Pahamilah itu!! Aku ini dokter, aku tau apa yang terbaik untuk pasienku!". Teriak Marisa frustasi menghadapi kekerasan Bram.

"Tutup mulut mu Marisa!! Jika kau memang tau apa yang terbaik untuk pasien mu kau pasti tak akan membiarkan Bara buta seperti sekarang!! Jangan halangi aku atau aku akan menceraikan mu!!!". Bentak Bram sambil menunjuk tepat di depan wajah Marisa yang seketika bungkam tak mampu lagi untuk berkata-kata mendengar ucapan Bram yang membuat hatinya begitu hancur tak berbentuk lagi.

Sedangkan di ruangan Clara.....

"Kau harus bisa meyakinkan orang tua Bara dan Bram bahwa ini akan berdampak sangat buruk untuk kondisi Bara, semoga saja dengan kekuatan cinta mu mereka bisa memahami Lil". Ucap Clara seraya menggenggam erat tangan Lila.

Lila masih tertunduk bingung hendak apa yang bisa ia katakan pada keluarga Bara, terlebih Bram yang ia tau sangat keras kepala dan tak mau di bantah.

"Lil... Kita tak punya waktu lagi.. Perawat sedang melepas alat bantu di tubuh Bara... Kau harus segera kesana... Tenang... Aku akan mendampingi mu... Segala kemungkinan buruk sudah ku jelaskan pada mu, kau tentu tak mau melihat pria mu menjadi mayat hidupkan?". Cerocos Clara yang menyadari keraguan Lila.

Dua Jantung Satu Janji CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang