Tangisan Perih

Mulai dari awal
                                    

"Ayo... Kita harus ke ruangan Bara, aku yakin Marisa pun sudah ada di sana". Ucap Clara lalu menggenggam tangan Lila mengajak ke ruangan Bara.

"Bram... Tunggu!". Teriak Lila seraya berlari memeluk Bara yang sudah hampir keluar dari ruangan.

"Apa yang kau lakukan! Jangan bertindak ceroboh seperti ini!". Sentak Lila menatap tajam Bram.

"Singkirkan tubuhmu! Aku dan papi mami sudah siap membawa Bara ke london!". Sentak Bram yang sudah tak bisa lagi menahan emosinya sejak tadi.

"Bram... Tunggu... Dengarkan dulu penjelasanku akan dampak dari tindakan mu ini". Sela Clara menghadap langsung dengan tubuh Bram.

"Kau bisa membunuh adik mu sendiri jika kau tetap membawanya sekarang! Ini menyangkut nyawa Bara! Jika kau tak mau mendengarkan perkataan ku! Jangan menyesal karena tindakan mu ini!". Ucap Clara penuh penekanan di setiap kalimatnya.

"Hentikan omong kosong mu! Aku dan keluarga ku tau apa yang terbaik untuk Bara!". Ucap Bram tak kalah tegas dari Clara.

"Singkirkan dia dari tubuh Bara". Titah Bram pada anak buahnya sambil menunjuk Lila.

"Tidak Bram... Tidak... Jangan bawa Bara pergi Bram... Aku mohon...". Tangis Lila seraya menangis di bawah kaki Bram memohon.

"Lepaskan kaki ku Lila!!". Bentak Bram sambil berusaha melepaskan tangan Lila dari kakinya.

"Tidak... Aku mohon jangan membawa Bara Bram, kau akan lebih menyakitinya!! Aku mohon Bram.. Fikirkan lah Bara!". Teriak Lila semakin kuat mencengkram kaki Bram.

"Aku bilang lepaskan kaki ku!!". Bentak Bram seraya mendorong tubuh Lila kuat-kuat hingga Lila tersungkur jatuh kelantai.

"Jika kau tetap menghalangi ku seperti Clara dan Marisa! Aku bersumpah tak akan pernah membiarkan Bara menemui mu dan menjadi milik mu!!!". Bentak Bram marah besar memandang Lila tajam lalu melangkah keluar ruangan dengan anak buahnya.

"Bram berhenti... Jangan bawa Bara pergi Bram!!". Teriak Lila menangis histeris.

"Lila... Sudah Lila... Sudah...". Sergah Clara memeluk Lila yang hendak bangkit mengejar Bram lagi.

"Baraaaaaaa........". Teriak Lila terduduk lesu menangis sejadi-jadinya.

"Sudah Lil... Sudah... Tenangkan dirimu.. Kendalikan dirimu". Ucap Clara turut menangis mendekap Lila.

"Tapi Ra... Bagaimana dengan Bara Ra... Bagaimana??? Kau bilang tindakan Bram akan membuat Bara semakin parah kan Ra...". Ucap Lila dengan rintih pedih hatinya menatapa Clara.

"Aku tau Lil... Aku tau... Maafkan aku... Kita sudah berusaha... Tapi kau tau bagaimana Bram kan?? Kita doakan saja semoga tuhan akan membantu Bara". Ucap Clara lembut dan menyeka air mata Lila yang sudah terlalu banjir.

"Ayo... Ikut aku...". Clara membantu Lila bangkit lalu mengajaknya ke apartemennya.

"Tunggu... Dimana Marisa". Clara tersadar sesuatu yang membuatnya menghentikan langkahnya saat akan keluar rumah sakit.

"Kau tunggu di sini ya... Jangan kemana-mana.. Aku segera kembali". Ucap Clara seraya mendudukkan Lila di kursi poliklinik lalu sedikit berlari meninggalkan Lila menuju ruangan Marisa.

Dan benar, ia mendapati Marisa sedang terduduk di samping sofa ruangannya sambil menangis tersedu.

"Mar... Marisa". Langgil Clara pelan. Marisa menoleh ke arah Clara dan berlari memeluk Clara.

"Maafkan aku Ra... Aku tak bisa menahan Bram untuk membawa Bara...". Ucap Marisa semakin terisak menangis di pelukan Clara.

"Sudah Mar... Sudah... Sebagai dokter kita sudah melakukan semampu kita.. Jangan salahkan dirimu...". Ucap Clara mengusap punggung Marisa lembut.

Dua Jantung Satu Janji CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang