"Makasih, Mbak!" ucap Syakila seraya tersenyum dan langsung memasukan barang belanjaannya ke dalam tas selempang yang ia pakai. Tungkainya pun ia langkahkan untuk pergi ke pesantren Darussalam.

Baru saja Syakila sampai dan memasuki gerbang Pesantren. Terdengar suara seorang perempuan yang sepertinya membicarakan dirinya.

"Dih! Penampilan alim! Kelakuan kek jalang!" cibirnya seraya melengos pergi dan menatap sinis kepada Syakila.

Astaghfirullah ... batin Syakila seraya terus berjalan. 

Langkah Syakila pun langsung terhenti karena mendengar sosok yang terang-terangan membicarakan dirinya.

"Heh lo! Lo itu lebih baik keluar dari sini, deh! Ngapain sih, jalang kek lo harus belajar disini! Yang ada ini pesantren bakal tercemar sama dosa lo, setan!" sentaknya seraya mendorong bahu Syakila yang sedikit terhuyung ke belakang.

"Maaf kak. Ini ada apa, ya?" tanya Syakila sedikit heran dan sakit hati dengan ucapan yang ditunjukkan kepadanya.

"Nggak usah sok polos, lho! Dasar jalang!" bentak salah satu dari mereka.

Tidak mau terlalu jauh mendengarkan omongan yang tidak mengenakkan hatinya. Langsung saja Syakila berlari dan meninggalkan sekumpulan orang yang membully dirinya.

Tanpa basa-basi Syakila langsung membuka pintu kobong Al-jannah sedikit kasar. Elfisya dan Kinara yang tengah berbaring pun sedikit terkejut dengan kedatangan Syakila yang sedikit bar-bar.
Napas Syakila pun meburu dan terengah-engah.

"Kenapa, Kil?" tanya Kinara seraya ikut duduk di hadapan Syakila yang tengah tertunduk pilu.

Melihat kondisi Syakila yang sepertinya tidak baik-baik saja. Elfisya pun ikut menghampiri Kinara juga Syakila yang tengah terduduk.

"Nggak Kak!" Tanpa melihat kedua sahabatnya, Syakila langsung berlari menuju toilet kamar Al Jannah.

Melihat gelagat Syakila yang sedikit aneh dari biasanya membuat Elfisya dan Kinara mengernyitkan dahinya secara bersamaan. Di dalam toilet Syakila meluruhkan tubuhnya terduduk lesu.

Kenapa banyak sekali yang mencibir dan menghinanya secara terang-terangan? Kesalahan apa yang dilakukan oleh dirinya?

Tok! Tok! Tok!

"Kil? Kamu nggak papa, 'kan?" tanya Kinara dari luar pintu toilet.

Mendengar pertanyaan itu, sontak saja mata Syakila penuh dengan embun air mata yang siap untuk diluncurkan. Tanpa ia sadari buliran kristal itu jatuh dari kedua matanya.

Dengan berat hati dan menahan suaranya agar tidak bergetar lantas Syakila pun menjawab. "Aku b-baik, Kak!" teriak Syakila mencoba agar nada suaranya tidak terdengar bergetar. 

"Oke deh. Aku sama El pergi dulu, ya."

Tanpa mendengarkan jawaban dari Syakila, Kinara dan Elfisya pun pergi meninggalkan Syakila di dalam toilet.

Merasa keadaan sudah aman. Syakila pun mengusap air mata dari kedua pipinya sedikit kasar.  Ia pun membuka tas selempang dan mengambil benda panjang yang sedari tadi mencuri perhatiannya.

HATI YANG TERLUKAOnde as histórias ganham vida. Descobre agora