72. Pertaruhan

841 102 30
                                    

Dengan memakai setelan jas yang membungkus kaus yang ia pakai, Jendra berjalan di dalam kantor kejaksaan bak model yang memang tidak bisa ia pungkiri pesonanya.

"Edward nya ada?" Itu adalah pertanyaan yang dilontarkan Jendra setelah langkahnya dihadang di depan pintu ruangan yang ia ketahui milik Edward.

"Siapa?" Tanya Jiro melihat seseorang yang sepertinya masih sebayanya tersebut.

"Temannya Edward, saya mau ketemu sama dia." Balas Jendra.

Jiro menurunkan tangannya yang menghalangi Jendra lalu tersenyum kecil, memperhatikan sekilas pemuda di depannya tersebut.

"Mohon maaf sebelumnya, karena saya belum pernah bertemu anda, kalau boleh tahu atas nama siapa?" Tanya Jiro mencoba bertanya dengan hati-hati.

"Raynar, temannya Jaena juga. Kamu pasti sudah kenal kan sama Jaena?" Balas Jendra.

Jiro mengangguk mengiyakan, namun ia kembali memperhatikan orang di depannya itu, merasa curiga. Bukannya Edward kemarin baru saja pergi ke pernikahan temannya tersebut? Lalu untuk apa dia datang ke sini? Sangat janggal bukan?

"Saya panggilkan Pak Edward dulu, anda boleh duduk di sebelah sana." Ucap Jiro sambil menunjuk kursi tunggu, lalu segera memasuki ruangan Edward berada.

Sementara Edward yang hendak memakai jasnya teralihkan perhatiannya oleh Jiro yang baru saja menutup pintu.

"Pak Edward, mau ke mana?" Tanya Jiro

Edward melanjutkan kegiatannya lalu menunjuk jam tangannya sambil berjalan mendekati Jiro.

"Waktunya makan siang." Balas Edward.

"Kebetulan ada teman Pak Edward yang mau ketemu di luar." Ucap Jiro.

"Siapa?" Tanya Edward heran. Ia tidak cukup banyak teman yang harus sampai datang ke tempat kerjanya.

"Dia bilang namanya Raynar." Jelas Jiro.

Mengabaikan Jiro, Edward lebih memilih untuk membuka pintu ruangannya terlebih dulu. Dapat ia lihat, sudah pasti bukan Raynar yang benar-benar datang menemuinya, ia pun juga tidak berharap begitu.

"Hai." Sapa Jendra.

Sangat menjijikkan, bagimana seorang pria menyapa seperti itu? Edward tidak bisa menerimanya.

"Gue mau ngajak makan siang, tadinya mau ngajak Jaena juga tapi katanya dia ada jadwal autopsi." Ucap Jendra.

"Jiro, saya makan siang di luar. Kamu makan siang di kantor aja, nanti kalau saya telat balik, kamu handle dulu di sini." Ucap Edward tanpa mengiyakan secara langsung ajakan Jendra.

"Siap, Pak." Balas Jiro mengerti.

Edward mengangguk setelah itu berjalan terlebih dulu, lalu diikuti Jendra setelahnya.

"Pakai mobil gue aja, Ward." Ucap Jendra.

"Iya." Balas Edward.

•••

Tidak banyak percakapan yang terjadi, Edward tidak ingin mengajak untuk mengobrol, dan Jendra juga belum membuka obrolan lebih jauh sampai makanan yang mereka pesan sampai.

Edward terlihat sibuk dengan ponselnya, yang Jendra pahami Edward dengan pekerjaannya pasti sangat sibuk.

"Ada apa? Kamu datang pasti ada niat tertentu." Tanya Edward akhirnya sambil menikmati makanannya.

"Gue mau kita bisa temenan kayak dulu. Gue sama Raynar dan Jaena yang masih baik-baik aja sampai sekarang, gue juga mau kita berdua juga kayak gitu, Ward. Kita bisa kumpul bareng-bareng waktu gue balik ke negara ini, sama halnya yang kalian lakuin waktu Raynar juga balik pulang ke sini." Jelas Jendra.

TarachandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang