34. Senja

2.3K 406 48
                                    

Hari ini masih siang, saat Edward memilih untuk mengasingkan dirinya dari teman-temannya yang lain, laki-laki itu duduk di salah satu gazebo lalu mengeluarkan ponselnya dari saku celana.

Baru saja dirinya hendak menekan tombol telepon ke nomor Bundanya, namun kontak batin itu memang benar adanya, Ibundanya tersebut ternyata juga memiliki niat yang sama.

"Baru aja aku mau nelepon Bunda." Ucap Edward setelah mengucapkan salam.

Wajah remaja tampan itu terlihat sangat cerah, dengan senyum yang merekah. Jika orang lain tidak tahu, mungkin mereka akan menyangka jika Edward sedang berbicara dengan kekasihnya.

Tapi memang benar seperti itu, Bundanya adalah cinta pertamanya dan selamanya. Wanita yang sangat Edward cintai di bumi ini, orang yang sangat berhaga bagi hidupnya.

"Kamu kalah cepet." Balas Yuna, setelah itu telinganya dapat mendengar jika Anaknya sedang tertawa di seberang tepelon sana.

"Nanti aku ada tugas kelompok, sama Jaena juga. Udah ditentuin habis pulang sekolah, mungkin selesainya jam limaan. Bunda nggak usah jemput ke sekolah ya. Nanti biar aku telepon Ayah aja." Ucap Edward.

"Kerja kelompoknya di mana?" Tanya Yuna.

"Di rumahnya Jendra. Bunda inget kan temen yang jengukin aku waktu itu?"

"Iya inget, sama temen kalian yang satunya juga?" Tanya Yuna memastikan.

"Iya, sama ada satu lagi temen satu kelas." Jawab Edward.

"Ke rumah temen kamu naik apa? Emangnya deket dari sekolah? Kenapa nggak ke sini aja?" Jika teman-teman Anaknya akan berkunjung, tentu saja Yuna akan merasa senang, apalagi jika Jordan tahu.

"Naik motor. Aku belum tau rumahnya di mana." Memang ini adalah kali pertama Edward mengikuti kerja kelompok di dalam hidupnya.

"Tadi udah aku tawarin ke rumah aja tapi katanya terlalu jauh." Lanjut Edward.

"Naik motor, emang temen kamu bawa helm dua? Janganlah kalau nggak pakai helm. Bunda nggak izinin." Tentu saja Yuna tidak akan membiarkan Anaknya pergi dalam keadaan yang tidak aman seperti itu.

Yuna akan menerima jika orang lain mengatakan dirinya terlalu mengekang Anaknya, tapi itu semua memang demi kebaikan Edward, dan akan kembali ke Edward.

Bukan maksud Yuna ingin membatasi tanpa sebab yang jelas. Semua ini karena dirinya terlalu sayang dan takut kehilangan.

"Aku belum tau. Nanti kalau ternyata nggak bawa helm, aku naik taxi aja." Ucap Edward. Dirinya juga tidak ingin berada dalam bahaya.

Mungkin hal ini sepele menurut beberapa orang, namun jika sudah terjadi kejadian yang tidak menyenangkan, pasti rasa menyesal baru akan muncul.

"Sama Jaena ya." Balas Yuna.

"Iya nanti kalau naik taxi sama Jaena." Edward menjawab sambil mengangguk, meskipun Yuna tidak akan melihatnya.

"Udah ya, Bunda. Aku mau masuk kelas." Edward melihat jam tangannya yang menunjukkan jika lima menit lagi waktu istirahat akan usai.

"Iya. Hati-hati nanti. Telepon Bunda atau Ayah kalau udah mau pulang."

"Iya, Bunda."

Mengakhiri percakapannya dengan Yuna, Edward kembali mengantungi ponselnya dan beranjak menuju kelas.

•••

"Ini diminum, sama makanannya juga jangan lupa dihabisin sambil ngerjain tugasnya." Seperti Ibu pada umumnya jika teman-teman Anaknya sedang berkunjung, Ibu Jendra pun demikian. Raut wajah wanita itu terlihat senang.

TarachandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang