44. Yakin?

1.9K 313 53
                                    

Pulang sekolah dan harus merelakan waktu untuk berada di sekolah lebih lama dari kebanyakan murid lainnya, rasanya Jaena baru menyadari betapa memuakkannya hal ini.

Sebelumnya Jaena mengikuti kegiatan OSIS dengan suka rela, meskipun teman-temannya beranggapan jika dirinya hanya ingin tebar pesona dan semakin dikenal banyak orang, nyatanya itu memang benar tapi tapi tidak seratus persen niatnya seperti itu.

"Gue mau keluar lah dari OSIS, udah capek gue." Ucap Jaena tiba-tiba begitu beberapa orang mulai berkumpul, di mana yang peling penting ketua dan wakil dari organisasi itu berada.

"Kenapa tiba-tiba, Jaena?" Tanya Andrew si ketua OSIS.

"Gue capek mau ujian kenaikan kelas tapi masih sibuk kegiatan kayak gini." Jelas Jaena.

"Kita semua juga capek." Sahut Marcus.

"Jaena, kita harus ngobrol. Lo ada masalah sama salah satu di antara anggota? Atau sama gue" Tanya Andrew sabar.

Tidak heran, sang ketua memang terkenal memiliki sifat yang sabar dan terlihat tenang, juga tampan.

"Nggak mau lah gue ketemu sama Marcus setiap hari. Muak gue lihat mukanya." Maafkan Jaena yang tidak bisa mengontrol ucapannya.

Sudah Jaena tahan untuk bersikap biasa saja, namun jiwanya tidak bisa begitu saja tetap diam dan terlihat tenang saat melihat Marcus.

Perpaduan yang tepat saat Andrew dan Marcus menjadi satu partner. Sudah pernah dikatakan jika Marcus sedikit tidak disukai oleh murid laki-laki di sekolah ini karena sikapnya yang sedikit songong.

Laki-laki tidak menyukai jika ada laki-laki lain yang berperilaku seperti itu di depanya, sebetulnya tidak jauh berbeda dengan perempuan.

"Maksud lo apa? Ada masalah apa lo sama gue?" Tanya Marcus jelas tidak terima.

"Tenang-tenang. Jangan pada berantem." Andrew mengangkat kedua tangannya untuk menghalau Jaena dan Marcus yang sudah saling mendekat.

"Gue minta buat kalian tunggu di luar sebentar ya. Kita bertiga harus ngobrol." Ucap Andrew kepada anggota lainnya.

Mendengarkan permintaan dari ketua mereka, beberapa orang di dalam sana pun meninggalkan ruangan OSIS dengan rasa penasaran.

"Tolong tutup pintunya juga." Ucap Andrew sebelum murid terakhir ke luar.

Setelah hanya tinggal bertiga, Andrew menarik nafasnya dalam, lalu kembali menghadap Jaena dan Marcus.

"Kita duduk dulu, ngobrol baik-baik. Udah gedekan, jadi jangan dikit-dikit pakai emosi, inget kalau kalian ini anggota OSIS, apalagi lo Marcus sebagai wakil." Ucap Andrew, lalu menjadi orang pertama yang duduk.

Meskipun enggan, Jaena akhirnya harus merasa terpaksa untuk duduk bersama kedua orang di depannya.

"Jadi masalah kalian apa?" Tanya Andrew.

"Gue nggak tau, tiba-tiba banget begini." Ucap Marcus benar-benar tidak mengerti titik masalah Jaena kepadanya.

"Nggak bisa gue terus ngelihat si bangsat ini-"

"Jaena, jaga ya omongan lo." Potong Marcus tidak terima.

"Jaena, kontrol omongan kamu. Kita bicara pelan-pelan." Andrew kembali menenangkan.

"Kenapa lo sama temen-temen klub  kalian nyebarin rumor nggak baik tentang Chandra dan Ayahnya? Gue nggak bisa terima gitu aja setelah tau hal ini." Ucap Jaena.

"Gue kira lo bukan tipe orang yang bakal ikut urusan orang. Lagipula bukan gue yang nyebarin berita itu, gue pun tau dari orang lain, dan pelatih nggak pernah ngebantah itu, berarti benerkan kalau Chandra emang selicik itu." Balas Marcus.

TarachandraWhere stories live. Discover now