15. Culture Shock

3.8K 498 46
                                    

Berpisah dengan Jordan dibalik pintu, atmosfer di dalam kelas seakan berubah saat sang kepala sekolah bersama Edward masuk ke ruangan tersebut.

Sejenak pembelajaran di dalam kelas dihentikan, memberikan waktu Edward menjadi sorotan penghuni kelas yang ada.

Edward melihat Saudaranya di sana, duduk di dekat jendela seorang diri dibarisan ketiga dari depan, namun Edward segera menundukkan kepalanya saat merasa begitu banyak mata yang mengarah kepadanya, hal ini sungguh tidak nyaman saat menjadi pusat perhatian.

Jaena tersenyum lebar melihat Saudaranya tersebut benar-benar berangkat sekolah, ia kira Edward akan berubah kira begitu sampai di depan gerbang tadi. Jaena pikir jika Edward tidak sepengecut itu.

"Maaf harus menjeda kegiatan belajar kalian semua. Hari ini sekolah kita, khususnya kelas ini telah kedatangan murid baru yang sangat luar biasa." Ucap Pak Arhan menatap semua siswa siswi, lalu beralih ke Edward.

"Saya akan serahkan perkenalan selanjutnya kepada Pak Syahreza." Ucap Pak Arhan sekali lagi lalu pamit ke luar dari kelas.

Masih berdiri di sana, Edward tidak tahu harus melakukan apa saat ini. Kenapa jadi menegangkan seperti ini?

"Perkenalkan diri kamu." Ucap Pak Reza sambil mendekati Edward.

Saat ini mungkin lebih horor daripada film yang pernah Edward tonton bersama Ayahnya di tengah malam.

Cukup lama diam, Edward pun menegakkan kepalanya untuk menatap semua murid yang ada di kelas, di mana perhatian masih tertuju padanya.

"Selamat pagi. Perkenalkan nama saya Tarachandra Edward Bimasena, bisa dipanggil Edward. Terima kasih." Ucap Edward pada akhirnya suara bisa muncul juga dari mulutnya.

"Perkenalkan yang lebih jelas, seperti hobi kamu, umur dan tempat tinggal." Ucap Pak Reza merasa perkenalan diri Edward kurang baik.

"Saya tidak boleh memberi tau alamat rumah ke orang asing." Balas Edward, menatap ke sebelah kanannya di mana Guru laki-laki itu berada.

"Orang asing apanya? Mereka akan jadi teman kamu. Ucapan kamu bisa buat mereka sakit hati." Tutur Pak Reza.

"Kalau begitu kasih tau umur sama hobi kamu." Lanjutnya.

Edward kembali menoleh ke depan. Kenapa perkenalan harus seperti ini? Apa untung yang mereka dapat jika sudah mengetahui umur dan hobinya? Edward tidak berpikir info tentang dirinya akan bermanfaat untuk kelangsungan hidup orang lain.

"Saya umur enambelas tahun, dan hobi bermain bola."

Bukankan ini terlalu formal? Jaena harap Edward tidak akan sekaku ini.

"Apa pelajaran yang kamu suka?" Tanya Pak Reza.

Kembali menatap Pak Reza sekilas, Edward langsung membalas pertanyaan itu, setidaknya ini masih berhubungan dengan sekolah.

"Saya suka semua pelajaran yang ada. Bagi saya semua pelajaran itu penting dan sudah seharusnya dihargai." Ucap Edward cukup membuat seisi kelas tercengang kecuali Jaena.

Ingat jika Edward itu terlalu pintar sehingga terkadang terkesan aneh, namun Jaena sudah paham akan tingkah Saudaranya tersebut.

"Berarti kamu harus pintar. Kalau kamu bilang menghargai semua pelajaran yang ada, maka dari itu kamu juga harus mengerti semua." Ucap Pak Reza. Ia pikir Edward cukup berbeda dengan Anak-anak pada umumnya.

Atau sebenarnya Edward lah yang seharusnya umum, bukan kebanyakan Anak yang ada.

"Bunda dan Ayah saya bilang kalau saya pintar." Balas Edward.

TarachandraWhere stories live. Discover now