56. Terbebankan Oleh Ekspektasi

1.3K 230 39
                                    

Mungkin ini adalah akhirnya, bila Tuhan memang menakdirkan untuk hanya saling mengenal, namun tidak untuk memiliki. Jika takdir bisa diubah, akankah hal itu bisa lebih indah?

"Edward, aku nggak pernah bohong kalau suka sama kamu."

"Tapi kamu mengkhianati hatimu sendiri, Shireen hidup bukan cuma tentang pikiran orang lain." Balas Edward.

Jika Edward tahu patah hati akan sesakit ini, dirinya akan memilih untuk tidak membuka hatinya sama sekali.

Beberapa orang memang hanya ditakdirkan untuk saling menyukai, mengagumi dan pada akhirnya saling jatuh cinta, namun tidak ditakdirkan untuk bersama. Sesederhana itu memang untuk sakit hati.

"Aku harus pulang." Ucap Shireen memutus obrolan.

Segera, Edward mencekal tangan gadis itu untuk tidak menjauh dari jangkauannya.

"Shireen, aku nggak pernah menanggap hubungan kita berakhir." Edward menegaskan. Tentu saja, Edward tidak akan bisa menerima keputusan sepihak dari gadis di depannya ini.

"Aku yang memulai, aku juga yang harus mengakhiri. Edward, aku nggak dewasa, untuk hal seperti ini aja aku punya pikiran pendek dan langsung mengambil keputusan, tapi kalau dipikir-pikir apa lagi yang bisa aku lakuin? Minta kamu menentang orangtua kamu buat tetap bersamaku? Itu jelas konyol, kamu bahkan nggak bisa nahan kangen ke Bundamu waktu di sekolah." Jelas Shireen.

Edward memejamkan matanya sejenak sambil menarik nafas cukup dalam. Iya keluarganya memang penting, tapi Shireen juga penting untuk dirinya saat ini.

Bagi Edward tidak akan mudah untuk melepaskan seseorang yang telah membuat harinya berubah seperti ini, Shireen itu spesial.

"Shireen, aku dan sakit hatiku bertekad kalau kita akan terus bersama." Ucap Edward berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak akan membiarkan hatinya sakit terlalu dalam.

"Edward, setelah keluargamu tau tentang latar belakangku, kamu akan tau alasanku memutuskan hubungan ini." Balas Shireen.

Edward tidak pernah menginginkan hubungan ini dimulai, namun kini dirinya juga tidak menginginkan hubungan ini berakhir. Jika ada yang mengatakan, cinta yang paling tulus itu saat bisa saling merelakan, Edward sangat tidak setuju, bagaimana bisa kedua hati yang saling memiliki rasa harus dipisahkan?

•••

"Hal yang bisa buat hati perempuan luluh itu apa?" Tanya Edward dengan frustrasi kepada teman wanita satu-satunya yang dirinya kenal tersebut.

Setelah mendengar penjelasan Edward dengan wajah dihiasi luka di depannya, Luna paham sekarang, ternyata temannya sedang patah hati. Edward sedang patah hati.

"Dulu kamu ngajakin pacarannya gimana?" Tanya Luna.

"Dia yang ngajakin duluan." Jawab Edward.

"Hem, sulit." Respon Luna tidak seperti yang Edward inginkan.

Namun Edward lebih aneh, di sini Edward bukan yang terlebih dulu mengungkapkan rasa, namun dia terlihat menjadi pihak yang paling sakit hati. Perilaku Edward memang sulit dipikir secara logika.

"Kamu udah bicara sama Ayah Bunda?" Tanya Luna.

Edward menggeleng. "belum." Balasnya.

"Coba bicarain dulu sama Ayah Bundamu, minta saran mereka lebih bijak daripada sama orang amatiran kayak aku. Chandra, aku sama kamu sama-sama bukan orang yang handal tentang cinta." Ucap Luna.

"Apa Ayah sama Bunda bakal mau bantu aku? Atau bakal berpikiran sama kayak Shireen?"

"Kalau gitu artinya kamu juga harus menerimanya." Balas Luna.

TarachandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang