70. Jika Rasa Belum Usai

880 109 13
                                    

Di dalam kantornya bekerja, Jaena hari ini dapat lebih santai, kedatangan Saudaranya dapat ia sambut dengan baik, meskipun ia tahu bahwa Edward pasti datang untuk urusan pekerjaan.

Laki-laki yang sedikit lebih tinggi dari Edward itu membawakan dua kaleng minuman soda ke hadapan Saudaranya tersebut.

"Gimana sidang kemarin, lancar?" Tanya Jaena sambil mendudukkan diri di depan Edward.

"Lancar" Ucap Edward sambil membuka kaleng soda pemberian Jaena.

"Terus urusan lo kesini apa selain bahas kerjaan?" Tanya Jaena lalu meminum minumannya sendiri.

Jaena pikir urusannya dengan Edward untuk kasus pembunuhan itu sudah selesai, dan untuk saat ini ia tidak memiliki urusan pekerjaan dengan Jaksa tersebut.

"Aku mau nikah." Ucap Edward tiba-tiba yang sukses membuat Jaena tersedak soda.

Laki-laki bergelar Dokter itu terbatuk-batuk kesakitan, ini soda bukan air putih. Tidak bisakah Edward berkata setelah Jaena sudah menegak minumannya dengan tenang?

"Tolongin gue, Chan." Pinta Jaena sambil menepuk-nepuk dadanya.

Edward berdecak namun tak urung berdiri ke belakang Jaena dan menarik tubuh laki-laki yang lebih muda dua bulan darinya tersebut.

Edward meletakkan kedua lengannya ke sekeliling pinggang Jaena dengan erat. Mengepalkan tangan kanannya tepat di atas ulu hati Jaena, lalu mendorong kepalan tangannya ke atas dengan satu hentakan menggunakan tangan kirinya.

Jaena bisa bernafas lega, beruntungnya Edward tidak terlalu buta tentang pertolongan pertama dalam medis. Tentu saja, ia memiliki seorang sahabat dan Saudara yang berstatus sebagai Dokter, lebih tepatnya Luna pernah mengajarkan laki-laki itu.

"Makasih." Ucap Jaena tidak lupa.

Edward kembali mendudukkan dirinya setelah itu. Meskipun tampak cuek, Edward ini sangat peduli sekali.

"Jangan ceroboh, Jaena." Tutur Edward.

"Ya itu gara-gara lo, ngomong ngagetin banget." Sewot Jaena.

"Aku cuma ngomong, respon kamu aja yang berlebihan." Balas Edward.

"Ya kan tergantung konteksnya dong, Chan." Jaena masih bersikeras jika apa yang dikatakan Edward itu terlalu mengejutkan, tentu saja.

"Jelasin." Tuntut Jaena meminta penjelasan.

"Gimana waktu kamu ngajak Luna nikah?" Edward malah bertanya.

"Ya gue jelasin kalau gue udah suka sama dia dari lama, dan gue mau ngajak serius kalau Luna mau, awalnya dia nolak tapi gue udah siapin hati dari awal, karena kemungkinannya bukan cuma lamaran gue yang bakal diterima, tapi bisa juga ditolak." Jelas Jaena.

"Gue tau, mungkin bukan lamaran dari dari gue yang Luna harapkan, tapi pada akhirnya dia kembali menemui gue dan bilang dia siap nerima lamaran itu. Nggak tau apa yang dia pikirin beberapa hari setelah lamaran gue ditolak dan akhirnya dia kembali menemui gue, tapi gue lega dan bersyukur, akhirnya bakal bisa menikahi wanita yang gue suka." Ucap Jaena.

"Kalian nggak pacaran berarti ya?" Tanya Edward.

"Enggak, lo udah tau kalau kita cuma saling kenal selama ini." Jawab Jaena.

Edward menganguk-ngangguk mengiyakan balasan Jaena.

"Aku nyoba cara gitu, dan dia nerima langsung." Ucap Edward.

"Lo ngelamar orang?" Tanya Jaena.

"Siapa?" Lanjut laki-laki itu.

"Pamela Mieko Ruby, Adik korban kasus pembunuhan kemarin yang lo autopsi." Jelas Edward.

TarachandraWhere stories live. Discover now