Hari pun berjalan semestinya. Setelah kejadian itu berlangsung. Sudah Dua bulan lamanya pernikahan Syakila dan Gus Fatih berjalan seperti biasanya. Dengan kehangatan yang semakin tercipta di antara keduanya.

Terlihat seorang gadis, ah bukan gadis. Seorang wanita tengah  menyapu halaman pesantren Darussalam dengan teman-temannya.  Wajah pucat pasinya terlihat pada permukaan kulit putihnya. Merasa kasihan dengan sahabatnya. Aisha pun menghampiri Syakila yang seperti kelelahan.

"Kil! Kamu istirahat aja, ya. Biar sama kita-kita aja." Iba Aisha melihat raut Syakila yang seperti kelelahan.

"Ah ... Nggak kak. Syakila masih bisa, kok," tolak Syakila menghiraukan rasa pusingnya yang tiba-tiba melanda.

"Yakin?" tanya Aisha memastikan.

"Enggak apa-apa, Kak Ais. Lanjut aja, ya. Jangan memikirkan aku. Hhe ... " Kekeh Syakila menahan rasa sakit yang malah menjalar kemana-mana.

Tanpa ia sadari dari lubang hidungnya keluar sesuatu yang kental. Merasa ada yang mengalir dari lubang hidungnya, Syakila pun lantas bergegas berlari memasuki toilet wanita yang ada di Asrama putri.

"Astaghfirullah ... Apa aku kelelahan?" Monolognya seraya mengusap darah kental yang terus keluar dari lubang hidungnya.

"Kenapa rasanya seperti ditusuk banyak sekali jarum!" Desis Syakila tidak tertahan.

"Aku kenapa ya Allah!" gumam Syakila lirih seraya keluar dari toilet Asrama putri setelah mimisannya berhenti.

Terlihat seorang perempuan muda seperti tengah mencari sesuatu. Melihat sesosok yang sedang ia cari perempuan itu pun menghampirinya.

"Kil! Kamu kok, ngilang tiba-tiba. Aku khawatir tahu!" kata Aisha karena lelah mencari Syakila yang tiba-tiba hilang dari jangkauannya.

"Kebelet pipis, kak." Dusta Syakila menyembunyikan apa yang tengah terjadi.
Merasa Syakila berbohong kepadanya, Aisha pun hendak berbicara tapi urung karena mendengar suara seorang laki-laki yang memanggil nama sahabatnya.

"Kil! Ikut saya." Tanpa  basa-basi dan menjawab pertanyaan Aisha yang seperti dilanda kebingungan. Syakila langsung mengikuti langkah kaki Suaminya itu.

"Sini duduk!" titah Gus Fatih tanpa bantahan sedikit pun.

"Ada apa, Mas?"

"Ke rumah sakit sekarang!" ketus Gus Fatih entah apa sebabnya.

"Eum ... Kenapa?" Bingung Syakila sekaligus was-was.

"Muka kamu pucat Sayang!" tegas Gus Fatih dan kentara khawatir.

Mendengar suaminya yang mengkhawatirkannya Syakila terkekeh geli dengan raut pucat pasinya. "Mas berlebihan. Syakila nggak pake make-up aja. Makanya pucat." Bohong Syakila untuk ke sekian kalinya.

Helaan napas keluar dari mulut Gus Fatih. Apa yang harus ia lakukan. Sebenarnya bukan hal itu yang  ingin ia tanyakan. Tapi, ada hal lain yang harus ia sampaikan kepada Syakila. Gus Fatih sangat dilema oleh dua pilihan.

Di satu sisi ia tidak ingin melepaskan Syakila, di satu sisi lagi ia tidak ingin membantah perkataan Uminya lagi. Apa yang harus Gus Fatih pilih untuk saat ini?

"Mas pergi dulu." Raut wajah Syakila langsung meredup melihat tingkah suaminya yang agak sedikit aneh sejak seminggu lalu. Apa yang terjadi sebenarnya! Pikir Syakila.

Setelah kepergian Gus Fatih yang tidak ada kehangatan seperti biasanya. Syakila hanya bisa meloloskan helaan napas berat. Entah kenapa hatinya begitu gelisah dan sangat takut sekali.

"Bunda ... Apa Syakila akan kuat, Bun?" lirih Syakila memejamkan kedua matanya membayangkan perlakuan ibu mertuanya yang selalu ketus dan membencinya sejak awal pernikahannya.

Teringat dengan perkataan Umi Haida  seminggu lalu, membuat Syakila meneteskan air mata dari kedua mata indahnya.

"Seharusnya kamu nggak nikah sama anak saya!"

"Anak saya itu berkasta! Sedangkan kamu? hanya rakyat jelata! Nggak pantes sama anak saya!"

"Apalagi kamu anak dari seorang pembunuh! Sudi saya mempunyai menantu seperti kamu!"

Memang pada dasarnya lidah tak bertulang jauh lebih berbahaya daripada pisau yang sangat tajam. Mencoba kuat pun dirinya amatlah tersiksa dengan ucapan pedas sekaligus menyakitkan dari Ibu mertuanya.

Bukan ia ingin menyalahkan takdir, bukan pula ia ingin menyalahkan hal yang sudah terukir. Tapi, Syakila hanya menjalani apa yang sudah digariskan di lauhil mahfudz. Tugasnya sekarang hanyalah mengikuti jalur takdirnya kemana membawanya. Bukan, malah mengeluh dan menyalahkan takdir yang sudah di gariskan.

Syakila pun mengusap air mata yang ada di kedua pipinya. Sedikit lirih ia bergumam. "Jika Syakila sudah tidak mampu mengahadapi ini semua, ya Allah. Ambillah hidup Syakila agar bisa bersnding dengan-Mu," lirihnya sembari beranjak dari kursi yang tengah ia duduki.

🥀🥀🥀

Di tengah gerimis yang sangat deras. Seorang perempuan baru saja berhenti di sebuah persimpangan jalan, tempat  yang selalu ia kunjungi di kala hati sedang gundah dan merasa sedih.

Tampak seorang wanita paru baya yang terlihat  kulitnya sudah mengerut tidak sekencang dulu waktu ia mengasuh dirinya ketika kecil.

Wanita tersebut tersenyum sangat hangat ketika melihat sosok perempuan yang telah berhasil ia asuh sampai bisa berubah seperti sekarang tengah menghampirinya

"Lho ... Ara kok, ke sini? Hujan lho ini." tanyanya seraya menarik pergelangan tangan perempuan itu yang tidak lain adalah Elfisya.

Elfisya tersenyum kecut mendengar penuturan wanita di hadapannya. "Ara kangen sama mbok Innah!" tutur Elfisya tak bisa menahan air matanya yang langsung jatuh dari kedua bola matanya.

"Ara kenapa? Sini sama mbok bilang? Ara, 'kan selalu kuat. Lalu kenapa hari ini begitu rapuh, Nak?" lirih mbok Innah.

Mbok Innah yang mempunyai nama asli Erina Syifa Mutmainnah adalah sosok obat bagi ketentraman Elfisya. Tempat pulangnya Elfisya Sara. Gadis kecil yang selalu mendapat siksaan dari Ibunya yang seorang PSK kelas kakap.

"Ara sakit Mbok. Ara nggak kuat! Ara pengen mati! Hikshhh ..." Elfisya meraung kepada mbok Innah yang lasung ditenangkan oleh mbok Innah dengan pelukan hangat yang selalu Elfisya dapatkan sejak kecil.

"Stttt ... Ara nggak boleh bilang gitu. Putus asa merupakan tindakan yang sangat dilarang. Seberat apapun Ara mendapat cobaan, siksaan, celaan, dan sakit hati. Ara jangan pernah ingin menyerah dengan mengakhiri hidup Ara," kata Mbok Innah mencoba memberi pengertian sedikit demi sedikit kepada gadis yang terkenal kasar dan pembangkang itu.

"M-mbok ... Ara ketemu lagi dengan Abi ... A-abi, A-abi, berubah banyak Mbok!" Dengan terbata-bata Elfisya mencoba memberitahukan sosok yang pernah hadir dalam hidupnya.

Tak kuasa menahan sakit hati Elfiaya malah menjerit menangis kencang di pelukan sang Ibu terbaik yang pernah ia punya.

"Nangis sepuas kamu, Sayang ... " lirih Mbok Innah sembari menepuk pelan punggung Elfisya yang bergetar hebat.

"Ara sayang Mbok Innah!" lirih Elfisyayang suaranya teredam akibat pelukan hangat mereka berdua.

_____________________

TBC🤡

Ternyata Elfisya punya masa kelam juga🤧

Sedikit pesan dari Author @Seblakz_cekerz
"Semua manusia mempunyai sisi gelap masing-masing. Jadi, jangan pernah merasa bahwa diri sendiri sangatlah suci dengan mengumbar aib sesama saudara dengan menjelek-jelekkannya. "

Sedikit quotes dariku:
"Kesalahan orang lain dikoreksi. Kesalahan sendiri malah dimaklumi."🤡

Sesat emang!!🙄

Assalamu'alaikum, jumpa di chapter selanjutnya!!!
ILY💗

Bandung
Kamis, 7 Maret 2024
_Rdnz🤡

HATI YANG TERLUKAOnde as histórias ganham vida. Descobre agora