18

19 12 0
                                    

Annora yang biasanya menyempatkan diri untuk sekedar bercerita dengan Rora, belakangan memilih untuk bergegas masuk ke dalam kosaannya

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

Annora yang biasanya menyempatkan diri untuk sekedar bercerita dengan Rora, belakangan memilih untuk bergegas masuk ke dalam kosaannya. Terlebih jika ia mendapati lampu di rumah itu menyala. Seakan tidak ingin bertatap muka dengan penghuninya.

Rasanya ia masih belum siap untuk kembali mendengarkan secara langsung cerita dari seseorang yang ia sukai. Walaupun memang setiap harinya ada cerita yang tersampaikan via pesan, namun setidaknya gadis itu masih dapat memalsukan jawabannya lewat ketikan.

Annora menghela napasnya kala mendapati lampu rumah itu dalam keadaan mati. Ia pikir, setidaknya malam ini ia dapat bercerita dengan kucing yang sudah cukup besar itu. Rora menatapnya, seakan meminta jatah makannya segera dituang.

"Rora apa kabar?" tanyanya seakan kucing yang mengeong itu dapat memberinya jawaban.

"Sorry, kemaren-kemaren nggak sempet nemenin." Tangan itu lalu mengelus lembut puncak kepala makhluk berbulu yang tengah menikmati makan malamnya.

"Kak Mario juga cerita ke kamu nggak?" tanyanya lagi. Gadis itu lalu mendudukkan dirinya tepat di sebelah mangkuk makan Rora. Menyandar pada pagar tembok rumah lelaki yang ia hindari hadirnya.

"Ra, kalo dia cerita, gigit aja tangannya. Yang boleh cerita ke kamu aku aja, oke?" lanjutnya lagi seolah kucing yang tengah makan itu akan menyetujui pintanya.

"Siapa nih yang bakal jadi sasaran giginya Rora?" tanya sebuah suara yang ia kenali.

Annora membelalakkan matanya. Terkejut akan hadirnya sosok yang tengah menjadi objek bincangnya dengan Rora.

"K-Kak Mario?" Annora bahkan sedikit terbata.

"Lagi sesi curhat? Gabung, dong?" Mario lalu duduk tepat di sebelah gadis yang kini menundukkan kepalanya.

"Kirain nggak di rumah." Gumaman yang biasa tidak tertangkap oleh rungu Mario, sialnya malam ini dapat didengar. Lelaki itu lalu menoleh ke arah kirinya.

"Barusan banget pulang. Tuh, motornya masih di depan pagar," ucapnya sembari menunjuk ke arah kendaraan roda dua yang terparkir tidak jauh dari keduanya.

Hening. Annora tidak berniat untuk membalas pernyataan dari Mario. Mereka hanya mendongakkan kepalanya, menatap langit yang kali ini menyembunyikan cahaya dari bulan juga bintang.

"Nora..."

Annora rasanya tahu apa yang akan keluar dari mulut lawan bicaranya malam ini. Gadis itu memutar otaknya, mencari alasann untuk segera pergi meninggalkan lelaki itu.

"Ternyata dia suka sama lili putih." Sial. Annora belum mendapatkan alasan yang bagus untuk pergi, namun lelaki itu sudah memulai topiknya. "Tau gitu gue belinya lili putih, bukan mawar merah," lanjut lelaki itu.

"Tapi mawarnya tetep Kakak kasih, kan?" tanya Annora.

"Tetep, sih," jawab Mario. "Nora, kalo lo mau cerita, apapun itu, cerita aja," lanjut Mario menyadari gadis di sebelahnya sedikit muram.

Whisper of the Silent Hearts [Completed]Where stories live. Discover now