28

12 7 0
                                    

Satu minggu terasa begitu lama bagi Annora

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Satu minggu terasa begitu lama bagi Annora. Terlebih dengan tutupnya Solar Beans yang karena adanya renovasi. Rasanya ia merindukan rutinitasnya. Rasanya ia merindukan hangatnya tempat itu. Rasanya ia pun merindukan sosok Harsha.

Setelah hari yang mereka habiskan di pantai. Sosok lelaki itu seakan hilang. Banyak pesan yang ia kirimkan pada Harsha. Tentang dirinya yang bosan, tenang dirinya yang ingin menonton film rekomendasinya, atau tentang dirinya yang merindukan segala canda dari lelaki itu.

Netranya sesekali melihat ke arah pintu masuk Solar Beans. Berharap sosok itu turut hadir di hari pertama kedai itu buka setelah satu minggu lebih tutup karena renovasi.

"Nora, meja 05, ya," ucap Lian memberikan nampan berisi pesanan salah satu pelanggan.

Gadis itu sedikit menggelengkan kepalanya. Seolah dengan gerakan itu, ia dapat sedikit mengusir pikiran tentang Harsha yang bergentayangan. Ia tidak tahu, ternyata hilangnya sosok itu mampu membuat dirinya kehilangan fokusnya.

"Permisi, pesanannya," ucapnya sembari menaruh beberapa piring pada meja yang ditujunya. Kakinya lalu kembali ke tempat semula. Mengulangi kegiatannya. Melirik ke arah pintu masuk.

"Ra, ikut gue bentar," ucap Yuda yang baru saja hadir. Sosok itu lalu berjalan mendahului Nora menuju taman belakang. Tempat dirinya juga yang lain untuk beristirahat. Tempat yang kebetulan sepi hari itu.

"Lo lagi banyak pikiran?"

Annora menggeleng. Kepalanya tertunduk, sadar akan kesalahannya. "Atau lagi sakit?"

Annora kembali menggelengkan kepalanya. "Maaf, Kak."

"Harsha sama Jovano udah nggak kerja di sini lagi, Solar Beans lagi kekurangan orang. Maaf kalo lo sampe kecapekan. Tapi, gue lagi usaha buat cari gantinya mereka, kok. Semangat, ya?"

Annora pikir, lelaki yang kerap dijuluki seram itu akan memarahinya.

Namun otaknya kembali mengulang kalimat sang pemilik kedai itu.

"Harsha... keluar?" tanyanya dengan tidak percaya.

"Iya, dadakan banget. Katanya harus ke tempat Ibunya. Kalo Jovano katanya karena nggak ada Harsha jadi dia milih keluar juga."

Sedikit tidak percaya. Namun tidak hadirnya sosok itu hingga hari ini seakan menjadi bukti akan ucapan lelaki yang ada di hadapannya.

"D-dia kapan perginya, Kak?"

"Hmm... Udah dari seminggu lalu. Kayaknya abis kita pulang dari pantai, besok paginya dia izin."

"Ibunya... di mana?"

"Gue kurang tau, sih. Tapi kata Jovano di Singapur kalo nggak salah. Mau gue tanyain?"

Annora menggelengkan kepalanya lemah. Sedikit kecewa lantaran lelaki itu tidak mengatakan apapun padanya. Namun rasa sesal nampak lebih menguasai hatinya siang itu. Ia, sama sekali tidak tahu tentang sosok Harsha. Tentang di mana ia sebenarnya tinggal, selain apartemen Jovano. Ia tidak tahu pada siapa ia harus mencari tahu tentang sosoknya selain pada Jovano.

***

Dinginnya malam tidak membuat Annora mengurungkan niatnya. Setelah mengirimkan pesan bahwa ia menunggu lelaki itu di taman, ia berharap satu-satunya sosok yang dapat memberinya informasi itu bersedia menemuinya.

Berulangkali tangannya itu saling bergosokkan. Mencoba menghangatkan diri. Hanya berbekal payung yang selalu dibawanya, Annora duduk di salah satu kursi yang kosong.

Taman yang biasanya tampak hidup dengan banyaknya anak-anak yang berlarian kesana-kemari, kini tampak mati.

Sebuah pesan masuk membunyikan notifikasih ponselnya.

"Sini, masuk ke mobil aja. Lo kayak abis diputusin ujan-ujan gitu."

Annora lalu menolehkan kepalanya ke arah jalanan. Di sana, mobil yang biasa Harsha gunakan untuk pergi bersamanya terlihat. Hanya mobilnya, tanpa hadir Harsha yang senantiasa menjadi temannya di sana.

"Sorry, tadi gue tidur pas lo chat," ucap Jovano saat tubuh basah Annora sudah duduk di kursi penumpang. "Aduh, ini kalo Harsha tau lo keujanan, bisa-bisa gue dimakan sama dia."

"No, lo tau Harsha kemana?"

"Tau, sih."

"Dia... kenapa nggak kasih kabar?" tanya Annora dengan lirih. Sebenarnya, banyak tanya di kepalanya. Namun takut untuk diungkapkan. Takut jika pertanyaannya melewati batasan.

"Gue nggak tau, Ra kalo itu. Tapi, abis pulang dari pantai, dia buru-buru ngemasin bajunya. Kayaknya ada kabar kurang enak dari Ibunya."

Annora hanya terdiam menundukkan kepalanya.

"No, kalo ada kabar tentang Harsha, tolong info gue juga, ya?"

Dengan anggukan kepala dari Jovano, Annora memilih pamit dari mobil itu. Tidak berniat berlama-lama di sana. Kenangannya bersama Harsha cukup banyak di sana, semakin menyesakkan dirinya.

"Ra, ngapain turun? Gue anter aja."

"Nggak usah, No. Makasih, ya."

Hujan malam ini seolah membawanya kembali pada hari saat ia diperkenalkan dengan sosok itu. Annora pikir, sosok itu hanya akan datang lalu pergi begitu saja. Tidak berpikir jika hadirnya benar-benar mewarnai harinya.

Hujan malam itu, lelaki dengan nametag Sunrise itu diperkenalkan padanya. Lelaki yang mungkin tampak gugup karena hari pertamanya bekerja membuat senyum di bibir Annora mengembang.

"Sha, gue ternyata nggak kayak ombak ke pantai ya buat lo?"

"Sha, gue ternyata nggak kayak ombak ke pantai ya buat lo?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Whisper of the Silent Hearts [Completed]Where stories live. Discover now