26

10 7 0
                                    

Netranya sedikit melirik ke arah pinggir pantai lewat jendela yang ada di sebelahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Netranya sedikit melirik ke arah pinggir pantai lewat jendela yang ada di sebelahnya. Dua sosok yang dikenalnya itu nampak tenggelam dengan obrolannya. Menumbuhkan iri di hati Mario.

"Ge, bosen nggak?" tanyanya pada sang gadis yang duduk di sebelahnya.

"Lumayan, kenapa?"

"Eh, gue sama Gea mau jalan-jalan dulu, deh." Tanpa memberikan jawaban pada Geandra. Mario justru pamit pada enam pasang mata yang lain. Tangannya menggenggam erat tangan sang gadis, menariknya keluar.

"Mau kemana?"

"Jalan-jalan aja. Lagian gue gak mau kalah sama duo Nora-Harsha," jawabnya yang semakin menimbulkan tanya untuk Geandra. "Masa mereka yang masih pdkt bisa berduaan di pinggir pantai, lo sama gue yang udah jadian malah ngumpul sama yang lain." Penjelasan dari Mario mengundang gelak tawa sang gadis. Geandra tidak berpikir jika lelaki yang menyandang status sebagai kekasihnya itu memiliki sisi yang tidak ingin kalah.

Angin malam yang dingin seakan menjadi alasan bagi Mario untuk mengeratkan rangkulan sang tangan di pundak gadisnya. Ditambah dengan suara dari deburan ombak yang menjadi musik latarnya.

"Kak..." panggil Geandra.

Mario hanya menolehkan kepalanya. Netranya seakan menjadi penyalur rasa kasihnya pada gadis di sebelahnya itu.

"Kamu... kenapa bisa suka sama aku?"

Mario sedikit terkekeh mendengar tanya sang puan. Walaupun ia sudah tahu jawabannya, namun Mario memilih untuk menjeda jawabnya. Tangannya justru menarik tangan sang gadis untuk mengikutinya.

Dua pasang kaki itu berhenti tepat di pinggir pantai. Air dari laut yang tengah menyapa pasir pantai pun turut menyapa kaki keduanya.

"Kamu...cantik, baik, pastinya. Terus kamu juga yang nampar pipi aku."

"Kok bisa suka sama aku yang nampak Kakak?"

"Tangan kamu kasar soalnya, jadi kerasa makin sakit." Mario langsung berlari menjauh setelah mengucapkan jawabannya. Namun saat ia menolehkan kepalanya, ia pikir adegan klise tentang sepasang kekasih yang berlarian di pinggir pantai itu justru tidak berlaku untuknya. Lantaran sang kekasih justru berjalan ke arah yang berlawanan.

"Aduh, mampus gue."

***

Sebuah panggilan masuk membuat Harsha harus sedikit menjauhkan dirinya dari Annora. Panggilan dari seseorang yang tidak ia pikir akan menghubunginya. Tirta, nama dari pendamping baru sang ibu itu seolah menjadi sebuah alarm baginya.

"Iya, Om?" ujarnya setelah sambungan itu terhubung.

"Ini Bunda, Nak." Suara yang selalu dirindunya itu menjawab. Susah payah rasanya air mata itu ditahannya agar tidak jatuh. Suara yang kian terdengar kehilangan semangatnya itu sungguh semakin membuat dirinya ingin memeluk tubuh sang ibu.

"Bunda apa kabar?"

"Baik, Nak. Kamu gimana hasil ujiannya kemaren?"

"Bagus, dong, Bun. Kan Harsha anaknya Bunda." Sebuah senyum dipaksa agar suara yang keluar tidak menampakkan getar di hatinya.

Percakapan singkat antara Ibu dan anak itu hanya berlangsung sekitar lima belas menit. Hanya berisi senda gurau yang dilayangkan sang anak. Lalu terputus karena pasangan baru sang ibu yang meminta wanita itu untuk istirahat.

Harsha sedikit bersyukur sang ibu dapat menemukan pengganti sang ayah yang jauh lebih baik.

"Ra, kayak yang gue bilang. Semua orang yang dateng ke hidup lo, dikit atau banyak pasti kasih impact buat diri lo. Entah itu sekadar ninggalin kesan baik atau bahkan buruk," ujar Harsha saat dirinya kembali duduk tepat di sebelah Annora.

"Aneh banget, mata lo abis kelilipan pasir, ya?"

Harsha hanya menganggukkan kepalanya. Bibirnya mengeluarkan sebuah kekehan.

"Ra, hadir gue...kira-kira kasih impact gimana ya buat lo?" Sayangnya, pertanyaan yang keluar dari bibir Harsha terlalu lirih untuk dapat tertangkap oleh rungu Annora. Gadis itu kini tengah memejamkan matanya. Kembali menenggelamkan diri pada suara ombak yang terus menabrak bebatuan pantai.

"Yang pasti, hadir lo kasih impact yang bagus buat kisah hidup gue, Ra."

"Sha, kira-kira nih. Kalo gue play lagu mamang tukang bakso, bakal ada bakso yang lewat nggak ya?"

Harsha tergelak mendengar tanya dari gadis di sebelahnya. Terlebih setelah rungunya menangkap suara dari perutnya. Gadis itu lapar rupanya, pikirnya.

"Ayo, cari makan!" serunya. Harsha sudah berdiri, namun gadis di sebelahnya masih asyik menempelkan dirinya pada pasir.

"Sha, lo pernah kepikiran gue terlalu dramaqueen nggak, sih?" Harsha lalu kembalu mendudukkan dirinya. Nampaknya sang gadis masih ingin melanjutkan bincang mereka.

"Ada yang bilang gitu ke lo?"

Annora menggelengkan kepalanya. "Nggak, mendadak aja kepikiran. Apalagi kan lo sering gue ceritain tentang Kak Mario."

"Nggak, Ra. Sama sekali. Gue malah mikirnya normal aja, soalnya emang itu yang lo rasain." Jawaban dari Harsha sedikit membuat dirinya tenang. "Lagian, apa yang lo rasain juga pernah gue rasain, Ra."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Whisper of the Silent Hearts [Completed]Where stories live. Discover now