27

8 7 0
                                    

Malam dingin itu seolah terkalahkan dengan hati gembira mereka

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Malam dingin itu seolah terkalahkan dengan hati gembira mereka. Terlebih saat beberapa pasang tangan itu saling merebutkan bola. Saat Harsha berniat melempar ke sisi lawan, kakinya tanpa sengaja bertabrakan dengan kaki milik Jovano yang berada di belakangnya. Membuat badan lelaki itu tersungkur. Namun, bukannya langsung menolong, enam pasang mata justru asyik memperhatikan. Tak lupa diiringi dengan tawa.

"Lo ngapain di situ, sih?" tanya Harsha dengan nada tingginya.

"Lah, kan emang gue dari tadi di sini. Lo tuh yang nyenggol kaki gue." Keduanya saling menyalahkan. Semakin menambah gelak tawa bagi para penontonnya.

Annora memilih untuk duduk dan menjadi penonton pertandingan antara Yuda, Jovano, dan Harsha melawan Lian, Mario, juga Geandra. Kiara dan Nara lebih memilih berjalan-jalan di sekitar pantai. Sedangkan Ares, nampaknya tengah menikmati tidurnya.

"Udah. Ayo lanjut, jangan bacot aja kalian." Lian mencoba menengahi kedua temannya itu.

"Ah, lo pindah tim sana," ucap Harsha.

"Enak aja, yang salah kan lo, ya lo aja," balas Jovano. Keduanya nampak tidak ingin mengalah. Membuat Yuda yang sudah cukup lelah harus turun tangan.

"Lian, lo pindah ke sini, deh."

"Terus yang ke sini siapa?" tanya Lian atas perintah yang dilayangkan Yuda.

"Gue."

Gelak tawa kembali terdengar setelah Yuda melangkahkan kakinya menuju tim lawan. Menyisakan Harsha dan Jovano yang saling pandang dengan ekspresi tidak menyangka.

"Kalah gue bang kalo lawan lo," ucap Harsha. Kakinya pun turut mengekor di belakang Yuda. "Ge, lo pindah juga gih sama Lian," lanjut Harsha yang kini turut berdiri di tim lawan.

"Dih, kalo Gea pindah, gue juga!" Kaki Mario pun turut pindah ke sisi lawan. Mengikuti langkah sang gadis. "No, sana lo!"

"Ini mah pindah posisi doang!"

Annora memegang perutnya. Apa yang tersaji di hadapannya nampak bukan seperti pertandingan voli. Lebih seperti panggung komedi untuknya. Terlebih dengan tingkah Harsha yang selalu protes dan tidak menerima kekalahan. Serasi dengan Mario yang juga memiliki watak yang sama.

"Ra, lo main gih, gantiin Harsha. Males banget gue lawan dia, curang mulu!" seru Geandra memanggilnya.

Annora menggelengkan kepalanya. Menyaksikan rasanya lebih seru dibanding harus menghadapi tingkah kekanakan mereka.

"Liatin apa, Ra?" Suara dari Kiara menyapa rungunya. Dua sosok yang tadi memilih berkeliling itu kini sudah duduk di sebelahnya.

"Itu, si Harsha kelakuannya kayak bocah," jawabnya yang mendapat respon anggukan kepala dari kedua pendengarnya. Seolah apa yang dikatakan oleh Annora bukanlah hal baru bagi mereka.

"Eh, Ra. Tadi lo makan apa? Gue nggak nemu makanan yang enak soalnya tadi sama Kiara."

"Hmm... tadi ada Bakso, sih. U-udah pulang mungkin." Annora berharap bohongnya itu tidak tertangkap oleh Kiara juga Nara.

Sebuah alasan mengapa sang perut masih menginginkan jatahnya adalah karena ia pun Harsha hanya berjalan tanpa arah tujuan pasti, seperti yang biasa mereka lakukan. Hanya berbincang tentang banyak hal. Mungkin sedikit mengganjal perut dengan makanan ringan yang mereka temukan di warung yang mereka lewati.

Namun Annora tidak menyesalinya. Ia tetap merasa bersyukur, karena waktu yang dihabiskannya itu sedikit membuka pikirannya.

***

Annora melambaikan tangannya pada sosok-sosok yang perlahan mulai menjauh. Perjalanan pulang sedikit membawa sendu di hatinya. Seakan ia harus kembali menghadapi rutinitas yang sedikit membosankan.

"Gue duluan, ya? Ayo, Sha!" ucap Jovano yang sudah menggendong tas ranselnya.

"Lo duluan, deh. Gue mau nemenin Nora dulu," balas Harsha.

Selama di pantai, pikirannya seakan tercerahkan. Lelaki yang kini sudah duduk di kursi salah satu kedai itu sudah membulatkan tekadnya. Malam ini, ia ingin mengutarakan hatinya pada gadis yang duduk di hadapannya.

"Masih lama, Ra?" tanya Harsha. Jujur saja, tangannya sudah basah akan keringat.

"Bentar lagi, mungkin. Lo duluan aja nggak apa-apa, Sha." Harsha menggelengkan kepalanya. Jika ia memilih pergi lebih dahulu, ia tidak akan tahu kapan keberanian ini akan kembali muncul.

"Nora!" Sebuah seruan dari sosok yang ditunggu datang. "Sorry, tadi harus nungguin Kakak gue."

"Gak apa-apa, Tan. Gue juga barusan, kok. Mau pesen makan dulu?" tanya Annora.

Tania yang masih berdiri itu melirik ke arah Harsha. Sebuah tatapan penuh harap didapati gadis itu. Sebuah gelengan kepala dari Tania seakan menjadi jawaban atas pertanyaan Annora. Tania lalu memberikan sebuah buku dari dalam totebag-nya.

"Makasih, ya. Gue nggak bisa lama-lama, ditungguin soalnya." Sosok itu lalu sedikit berlari ke arah pintu. Meninggalkan Annora yang kembali berdua dengan Harsha.

"Lo mau pesen apa, Sha?"

"Eh, lo pesen duluan aja. Gue masih mikir mau makan apa," balas Harsha.

Annora lalu beranjak dari kursinya. Berjalan menuju arah kasir untuk memesan apa yang diinginkan sang perut malam itu.

Sementara Harsha mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku jaketnya. Kertas yang sudah dilipat menjadi empat bagian. Kertas yang dibawanya kemana-mana. Seakan menanti saat yang tepat. Menanti keberaniannya muncul.

Mungkin, Harsha pun harus mengatakan terima kasihnya pada Yuda yang telah mengajak mereka ke pantai. Berkatnya, tekadnya semakin bulat untuk mengutarakan isi hatinya. Walaupun keberanian itu belum sampai pada titik untuk mengutarakannya secara langsung. Namun saat berjalan bersama, Harsha sedikit berpikir untuk memperjuangkan rasanya.

"Semoga kamu cepet dibaca sama Nora, ya," ucapnya sedikit menepuk kertas miliknya sebelum menutup kembali buku itu.

"Semoga kamu cepet dibaca sama Nora, ya," ucapnya sedikit menepuk kertas miliknya sebelum menutup kembali buku itu

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Whisper of the Silent Hearts [Completed]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora