11

20 17 0
                                    

Dari balik jendela, kedua netranya memastikan mobil berwarna putih itu keluar dari pekarangan rumah

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Dari balik jendela, kedua netranya memastikan mobil berwarna putih itu keluar dari pekarangan rumah. Bibirnya menyunggingkan senyum. Dharma bersyukur karena Vina, teman dari sang istri mengajaknya keluar malam ini. Pria paruh baya itu langsung mengeluarkan ponselnya, meminta sang asisten rumah tangga itu masuk ke dalam ruang kerjanya. Tempat ia berada.

Dharma masih tidak percaya akan cerita yang diucapkan sang anak. Selama ini ia pikir jauhnya hubungan ibu dan anak itu hanya karena sang anak yang sudah mengalami pubertas dan lebih menyukai dunia luarnya. Sama sekali tidak berpikir jika ada sebuah kisah lain di baliknya.

"Iya, tuan?" Suara dari wanita paruh baya yang sudah bekerja puluhan tahun dengannya itu tampak di depan pintu. Kepalanya tertunduk.

"Bi, saya mau tanya banyak. Silahkan duduk," ucap Dharma. Pria itu lalu menghampiri sofa berwarna biru tua yang ada di ruangan itu. Tangannya bergerak memberi isyarat agar wanita yang masih menundukkan kepala itu turut duduk di sebelahnya. "Santai aja, Bi. Saya panggil bukan karena Bibi ada salah, kok."

"Beberapa hari lalu, Gea cerita ke saya. Sesil pernah narik rambutnya Nora, ya?" tanya Dharma masih dengan nada tenangnya.

Wanita itu sedikit terkejut atas pertanyaan yang dilayangkan padanya. Inah sama sekali tidak berpikir bahwa lawan bicaranya akan mengetahui perihal ini.

"I-iya, tuan." Suara lirih itu dibarengi oleh kepala yang kian tertunduk, enggan untuk beradu pandang dengan tuannya.

"Tau penyebabnya apa, Bi?" Nada tenang itu sedikit lenyap.

"Tuan tau vas bunga kesukaan nyonya yang warna putih itu? Waktu itu Non Nora nggak sengaja nyenggol, tuan."

"Cuma perkara itu? Ada perilaku Sesil yang lainnya ke Nora, Bi?"

"Sa-saya pernah danger Non Nora dibilang anak haram, tuan." Dharma mengernyitkan dahinya. Sebuah berita baru baginya.

"Anak haram siapa, Bi?"

"Anak tuan sama Nyonya Liliana," ucap Bi Inah semakin lirih. Ia takut akan amarah yang mungkin keluar sebentar lagi. Selama ini, ia selalu menutup rapat bibirnya akan perilaku sang nyonya rumah.

"Sesil bilang gitu ke Nora?" tanya Dharma sedikit menaikkan nadanya. Melihat anggukan dari Bi Inah, Dharma mengusap kasar wajahnya. Ia sungguh tidak berpikir bahwa sang istri dapat mengucapkan kata itu pada keponakannya.

Setelah mengucapkan terima kasih dan maaf, ia mempersilahkan Bi Inah untuk melanjutkan kegiatannya.

Dharma kembali merenung di ruang kerjanya. Sendiri memikirkan salah apa yang telah ia perbuat pada sang istri hingga wanita itu mengarahkan amarahnya pada sang keponakan.

***

Kecewa dirasakan oleh Annora kala tidak mendapati kucing kecil yang biasa bersantai di dekat tempat makannya itu. Setelah memastikan tempat makan itu telah terisi makanan kering untuk kitten, Annora lalu melangkahkan kembali kakinya. Arahnya terus lurus, melewati pekarangan kosnya.

Berulang kali ia menggosokkan tangannya. Malam berbintang yang cukup dingin. Beruntung Annora mengenakan baju lengan panjang.

"Emaknya Rora!" seru sebuah suara yang ia kenali. Kepalanya menoleh ke belakang. Bibirnya tersenyum kala mendapati sosok Mario tengah berlari ke arahnya. Rambut depannya tertiup ke samping, menunjukkan dahi lelaki itu yang biasa tertutup poninya.

"Mau ke mana?" tanyanya.

"Jalan-jalan aja." Netranya lalu menangkap tas ransel yang masih menggantung di pundak lelaki itu. "Kak Mario mau ke mana?"

"Mau pulang, tapi liat cewek cantik jalan sendiri ya gue temenin," jawabnya diselingi kekehan singkat. "Lo sama Gea sama ya? Suka jalan-jalan sendiri pas malem?" gumamnya. Sayangnya, gumaman itu terlalu kecil untuk ditangkap oleh telinga Annora.

"Tadi Rora udah Kak Mario kasih makan ya?" Lelaki itu hanya menganggukkan kepalanya. Kakinya mengikuti langkah kecil gadis di sebelahnya. Jalan-jalan menikmati malam seperti ini bukan ide buruk, pikirnya.

"Lagi banyak pikiran?" Pertanyaan dari Mario membuat Annora menghentikan langkahnya.

"Keliatan banget?"

"Dikit, sih. Mau cerita?"

"Hmm, Kak Mario pernah ngerasa jadi pembawa sial gitu gak?" Mario memiringkan kepalanya. Lelaki itu terdiam, seolah mempersilahkan lawan bicara untuk menjelaskan lebih lanjut pertanyaannya. "Kayak, pas banget lagi ada di sana, terus... gitu deh."

"Ini...kenapa mendadak? Coba lebih rinci biar gue jadi pengamat yang tidak baik," ucapnya. Netranya memandang ke sekeliling. Entah sejak kapan mereka sudah berada di taman. Saat mendapati satu kursi kosong, Mario langsung menarik lengan Annora untuk mengikutinya. "Sambil duduk, biar nggak capek."

"Jadi, pertama gue pernah buat masalah gara-gara customer-nya nggak paham menu. Terus pernah karena negur perihal jam tutup juga. Terus hari ini karena nanya ke kelompok yang ternyata dia nggak paham materinya pas presentasi." Annora menjelaskan beberapa hal yang menghuni pikirannya. Walaupun apa yang dikatakan oleh Harsha dapat diterimanya, rasanya bohong jika ia dengan mudah memaafkan dirinya sendiri atas keributan yang melibatkannya.

"Terus lo ngerasa lo villain, gitu?"

Annora menganggukkan kepalanya. "Kak, gue bukan minta pembelaan, ya? Nggak kasih respon atau mau nyalahin, ngata-ngatain gue juga gue terima. Gue cuma mau cerita doang," jelasnya. Takut jika lelaki yang kini duduk di sebelahnya salah menangkap maksudnya.

"Nora," panggil Mario dengan nada rendahnya. "Lo benci diri lo sendiri, ya?"

Annora melayangkan pandangnya ke sekitar. Enggan beradu tatap dengan Mario yang kini sudah menatapnya.

"Kalo kata gue, letak kesalahan atas kejadian itu bukan di lo. Tapi lo juga salah karena lo nggak sayang sama diri lo sendiri," ucap Mario. "Lo sayang sama sodara lo nggak?"

Terkejut karena keluarnya pertanyaan itu, Annora mengembalikan fokusnya pada Mario.

"Bohong! Karena lo harusnya sayang ke diri lo sendiri, baru lo bisa sayang ke orang lain."

"

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.
Whisper of the Silent Hearts [Completed]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin