21

16 9 0
                                    

Sesuai dengan janjinya, Harsha sudah berada di depan pintu gerbang pukul 16

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sesuai dengan janjinya, Harsha sudah berada di depan pintu gerbang pukul 16.47. Tiga belas menit lebih cepat dari yang seharusnya. Membuat Annora harus lebih mempersingkat acara bersiapnya.

Untuk sementara, semua cerita tentang Mario ia singkirkan. Pikirannya lebih memusat pada lelaki yang kini tengah menunggunya lebih dari lima belas menit. Ya, acara bersiapnya ternyata memakan waktu lebih lama. Ia tidak berpikir jika saat ia pulang tadi, pemandangan penuh barang berserakan lah yang menyambutnya.

"Harsha!" serunya. Akhirnya kedua kakinya dapat melangkah bebas keluar kamar kosnya. Tangannya bertumpu pada sang lutut. Paru-parunya sibuk mengumpulkan oksigen akibat sang kaki yang memilih berlari untuk menghampiri lelaki yang tengah tersenyum padanya.

"Sorry lama," ucapnya.

"Nope. Kita jalan kaki nggak apa-apa, kan?"

Annora sedikit terkekeh sebelum menjawab pertanyaan dari lawan bicaranya. Sedikit membuat Harsha malu, tangannya secara tidak sadar menggaruk tengkuk belakangnya.

"Nggak apa, ayo!"

Annora berjalan mendahului, seolah tahu kemana arah tujuan mereka. Meninggalkan Harsha yang masih terpesona akan penampilan gadis itu sore ini. Dress selutut yang jarang sekali gadis itu kenakan rasanya sangat cocok untuknya. Ditambah dengan bucket hat yang dikenakan, seolah menjadi nilai tambah untuknya.

"Tu-tunggu!" Saat ia sudah memeluk sadarnya, sosok Annora sudah berada di ujung jalan. Membuatnya harus berlari untuk menyamai langkahnya.

"Lo emang tau mau kemana?" tanyanya sedikit berteriak.

Annora sontak menghentikan langkahnya. Kesempatan yang tidak disia-siakan oleh Harsha untuk menyusul gadis itu.

"Nah, sekarang ayo!" Tangan lelaki itu dengan bebasnya menggenggam lengan sang gadis. Seakan sudah menjadi hal yang biasa.

Langkah keduanya beriringan melewati salah satu rumah yang Annora kenali. Sebisa mungkin kepalanya ia tegakkan, seakan menolak untuk menoleh.

"Maknya Rora!" sebuah seruan yang ditujukan padanya tertangkap rungu keduanya. Namun Annora memilih untuk abai. Ia terus memaksa sang kaki untuk terus melangkah. Tidak ingin menghentikan langkahnya. Ia takut, jika kakinya berhenti melangkah, air mata akan kembali jatuh.

Harsha yang turut mendengar seruan itu hanya mampu memandang sisi kiri wajah sang gadis. Walau sedikit, lelaki itu mampu menangkap aura sedih sang gadis.

"Ayo balapan! Yang kalah nanti jalan jongkok sampe ke taman!" Harsha dengan cepat berlari, meninggalkan Annora yang masih bingung atas ajakan yang tiba-tiba itu.

"Curang!" Annora dengan cepat berlari. Walaupun rasanya tidak mungkin mengejar Harsha yang sudah cukup jauh, tapi ia tidak ingin kalah tanpa berjuang.

Langkah Harsha berhenti tepat di depan kedai yang tidak jauh dari lokai tempat tinggal Jovano. Annora yang tiba tidak lama dari Harsha nampak tengah memenuhi sang paru-paru dengan oksigen.

"Gue nemu tempat makan mie ayam yang enak kemaren," ucapnya seolah menjawab rasa penasaran Annora.

Harsha mendahului untuk masuk. Setelah bertanya tentang apa yang diinginkan gadis itu, Harsha lalu bergerak memesankan makanan untuk kedua perut mereka.

Harsha menangkap gerakan gadis di hadapannya yang seakan tidak memiliki nyawa. Terlihat sangat lemas. Bahkan saat tangannya mengaduk mie yang sudah tersuguhkan di hadapan mereka.

Lelaki itu memilih untuk membiarkan Annora menyelesaikan makanannya. Tidak ingin bertanya, setidaknya saat mereka makan.

Pukul 18.40 mereka baru menyudahi acara duduk mereka di kedai kecil itu. Melanjutkan kembali perjalanan singkat menuju taman yang untungnya tidak jauh dari lokasi mereka.

"Makasih ya, Ra," ucap Harsha yang tentu saja menimbulkan tanya di kepala Annora. "Makasih udah mau jalan sama gue, padahal kayaknya lo lagi nggak begitu mood."

Annora menghentikan langkahnya. "Sha, sorry. Gue nggak maksud..." Rasa bersalahnya menyeruak.

Harsha menggelengkan kepalanya. "Nggak. Niat gue ngajak lo keluar emang buat naikin mood lo, sih." Harsha menyunggingkan senyumnya saat menyuarakan alasannya.

"Gue nggak tau, sih, alasan lo murung kenapa. Tapi gue pengen bisa dikit aja bikin lo lupa sama penyebabnya. Kalo bisa malah beneran lupa."

Sebuah suara dari kembang api menyela percakapan mereka. Kedua mata tertuju ke arah langit yang kini sudah terhiasi dengan cahaya sementara yang berwarna-warni itu. Membentuk sebuah bunga yang dengan cepat lenyap.

Keindahan yang hanya sekejap dinikmati oleh mata itu nyatanya mampu mengukir senyum penontonnya. Annora pun sama. Walaupun suara bising akibat ledakan itu mengusik rungunya.

"Sha, makasih, ya." Annora menutup matanya sekejap. "Lo mau dengerin cerita gue?" tanyanya. Seakan meminta izin menjadikan lelaki yang berdiri di sebelahnya itu sebagai buku hariannya.

Harsha dengan cepat menganggukkan kepalanya. "Mau! Gue jadi kayak orang yang bisa lo percaya kalo lo cerita ke gue."

"Tapi, emang gue percaya sama lo, Sha."

Tangan Annora lalu menarik lengan sang lelaki. Membawanya untuk turut duduk di salah satu kursi yang kosong. Mengistirahatkan sejenak sebelum memulai kisahnya.

"Lo inget gue pernah cerita tentang cowok, kan?" Pertanyaan dari Annora menjadi pembuka cerita yang mungkin akan menggores kembali hati Harsha. "Ternyata gue bukan cewek beruntung itu."

Annora menghela napasnya. Kepalanya tertunduk. Matanya fokus pada tangannya yang saling menggenggam, seolah mencoba menguatkan.

"Bener kata lo, gue bisa kejungkel kalo terlalu sandarin diri gue. Padahal, sandaran itu jelas bukan buat gue."

Harsha hanya mendengarkan. Memang menyakitkan mendengar bahwa gadis yang ia sukai justru menyukai orang lain. Tapi, ia tidak tahu jika melihat gadis yang ia sukai patah hatinya justru lebih menyakitkan.

"Lo nyesel kenal sama dia?"

Annora menggelengkan kepalanya. "Nggak, gue tetep bersyukur kenal sama dia."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Whisper of the Silent Hearts [Completed]Where stories live. Discover now