12

21 16 0
                                    

Rasanya baru pertama kali kakinya menginjak tempat yang dijdikan ladang usaha oleh temannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rasanya baru pertama kali kakinya menginjak tempat yang dijdikan ladang usaha oleh temannya. Dengan alasan bosan dan ingin mencari suasana baru, Mario telah duduk tepat di sebelah jendela. Di depannya sudah duduk Yuda yang memandangnya dengan tatapan kesal.

Memang Mario berkali-kali ingin mengunjungi kedai kopi miliknya. Namun Yuda selalu melarangnya. Beralasan dirinya yang tidak pernah hadir di sana, Mario dan Ares menganggukkan kepalanya.

"Eh, Yuda!" seru Mario saat ia membuka pintu kaca itu tadi. Matanya langsung beradu dengan mata milik Yuda.

"Ngapain, sih?" Tangannya sudah terlipat di depan dada. Pun dengan kakinya yang menyilang. Yuda nampak serius. Rasanya senyum yang dilemparkan oleh Mario sama sekali tidak memberi efek pada temannya itu.

"Oh, ini punya lo, ya?" tanya Mario, masih dengan senyum di bibirnya. Sungguh, Mario rasanya ingin tertawa jika mengingat alasan yang selalu dikatakan oleh temannya. Sebuah kebohongan yang telah ia buktikan. Terlebih dengan pakaian yang dikenakan oleh temannya itu. "Eh, sorry. Nick lo Orbit, ya?"

"Mending lo berenti cengengesan sebelum minuman lo gue tumpahin," ancam Yuda.

Mario mengangkat tangannya, sedikit melambaikannya ke arah pintu masuk. Sosok Ares yang mengenakan jaket kulit cokelatnya membalas lalu berjalan mendekat.

"Eh, Yuda!" serunya. Yuda memutar bola matanya, sebuah sandiwara yang jelas tertangkap olehnya. "Udah lama, Yud?"

"Udah, dari beberapa bulan lalu."

"Gila, lo nggak diusir sama yang punya? Duduk di sini sampe berbulan-bulan gitu." Yuda menggigit bibirnya. Menahan hasrat untuk melayangkan kepalan tangannya itu.

"Eh, itu yang di depan kasir mirip sama pasangan lo, deh," ucap Ares mengarahkan dagunya ke belakang.

"Ih iya loh, mirip sama Nora."

"Moon!" seru Yuda, tangannya bergerak memberi isyarat karyawannya itu untuk menghampiri dirinya. "Sini, duduk. Mereka mau ghibahin kamu," lanjutnya setelah sosok Nora sudah berdiri di sebelahnya.

"Loh, Kak Mario sama Kak Ares ngapain?"

"Eh beneran maknya Rora!" Mario kembali terkekeh. Lelaki itu berusaha mengontrol suara tawanya agar tidak mengganggu pengunjung lain. Tangannya diletakkan ke perut, seolah takut jika perut itu terlepas kala ia tertawa dengan kencang.

"Nora, Nora. Cowok yang itu mirip temen lo yang namanya Harsha Harsha itu nggak sih?" Kini telunjuk Mario mengarah pada seorang lelaki yang membawa nampan berisi minuman ke salah satu meja.

"Ya, emang Harsha, kak."

***

Untuk pertama kalinya, Geandra mengunjungi perpustakaan selain dengan alasan belajar bersama. Area perpustakaan merupakan area yang jarang ia kunjungi. Mungkin selama hampir tiga semester ini, hanya tujuh kali ia datang kesana.

"Bima!" serunya, seakan lupa dimana kakinya berpijak. Geandra lalu menghampiri sosok yang kini sudah duduk di depan jendela. Di hadapannya sudah tersaji beberapa buku yang ia tumpuk juga buku catatan miliknya.

"Lagian lo ngapain sih minta ketemunya di sini?" protes Geandra setelah menyadari tatapan yang seolah ingin menyantapnya.

"Ya, kan gue masih nugas," balas lelaki itu. "Lo kenapa minta ketemu di sini, deh?"

"Mau gulat." Harsha memutar bola matanya. Enggan menanggapi perkataan lawan bicaranya. "Gue mau tanya tentang Nora."

"Sehat, kok."

"Ya itu gue tau." Geandra kembali menghela napasnya. "Dia...gimana pas di tempat kerjanya?"

Harsha yang sesekali masih mencoba fokus pada tuganya, kini harus menutup bukunya. Lelaki itu seolah menangkap sebuah cemas yang tersirat atas pertanyaan gadis di sebelahnya. Pun karena objek pembicaraan adalah gadis yang disukainya.

"Nora kalo di kos, suka zone out. Kayak banyak pikiran."

"Kenapa nggak tanya ke Nora langsung?"

"Gue takut." Geandra menundukkan kepalanya. Begitu banyak takut yang ada di kepalanya.

Rasanya, setelah menyaksikan bagaimana perilaku sang ibu kepada saudaranya itu membuat dirinya harus berhati-hati. Geandra tidak ingin pertanyaannya justru menjadi bumerang. Ia peduli. Tapi ia pun takut pedulinya justru akan berakibat luka.

"Kalo baru-baru ini nggak ada, sih," gumam Harsha. Otaknya dipaksa mereka ulang kejadian hingga beberapa hari lalu. "Tapi lo tenang aja. Kalo ada apa-apa di Solar Beans, gue bakal ada buat Nora."

"Lo suka banget sama sodara gue?" ledek Geandra. Matanya menyipit ke arah Harsha. "Kalo suka tuh ungkapin, ntar keburu sodara gue jadian sama orang lain."

"Nggak gitu. Kalo Nora jadian sama cowok lain, kan artinya emang dia nggak suka sama gue," bantah Harsha. "Lagian ini kan bukan lomba lari, siapa cepat dia dapat," lanjutnya lagi.

Geandra mengangguk. Menyetujui apa yang diucapkan oleh lawan bicaranya. Rasanya, untuk duduk berdua dengan lelaki ini adalah hal yang tidak wajar. Mengingat betapa seringnya ia dulu beradu mulut.

"Oiya, Sabtu ini gue sama Nora disuruh pulang dulu. Tolong cariin back up atau lo aja yang back up, ya?"

"Gue mau ikut juga!"

"Lo siapa maen ikut-ikut aja?"

"Calon ipar lo," ucap Harsha dengan senyumnya. 

 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Whisper of the Silent Hearts [Completed]Where stories live. Discover now