25

14 8 0
                                    

Annora meregangkan badannya saat minibus yang membawa mereka sudah berhenti di pekarangan sebuah rumah

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

Annora meregangkan badannya saat minibus yang membawa mereka sudah berhenti di pekarangan sebuah rumah. Di belakangnya terdapat hamparan pasir pantai. Rungunya pun menangkap suara ombak yang menabrak daratan. Seolah menjadi tanda selamat datang untuknya dan yang lain.

"Wah, bang. Beneran kita liburannya di sini?" Lian mengajukan tanyanya. Seakan tidak percaya sang pemilik kedai itu mengajak mereka ke sebuah tempat setenang ini.

"Boong, sih. Lo cuma sampe sini aja liburnya, balik sana," balas Yuda yang mulai melangkah masuk ke arah rumah dua lantai di depan mereka.

Annora, Nara, Ares, Harsha, Jovano, Lian, juga Kiara berjalan mengikuti Yuda layaknya anak ayam yang mengekori sang induk. Jovano dan Harsha turut membantu membawa barang-barang dari dalam bagasi. Pun dengan Ares dan Lian, walaupun harus menerima lirikan tajam dari Yuda sebelum menggerakkan badannya.

"Lo dapet info dari mana tempat ini, Yud?" tanya Nara yang kini sudah merebahkan badannya di salah satu sofa di ruang depan.

"Dari orang tua, punya nyokap soalnya." Sontak Nara langsung membenarkan sikapnya. Ia dengan cepat mendudukkan badannya sembari tersenyum, merasa sedikit sungkan.

"Oy, sorry baru dateng!" Sebuah seruan terdengar dari depan.

Annora mengernyitkan dahinya. Suara yang cukup ia kenali. Kepalanya sedikit digelengkan, seolah mencoba mengusir halusinasi berupa suara itu.

"Si Gea lama packing-nya, nih." Mendengar nama yang ia kenali. Badannya yang baru saja didudukkan itu langsung berdiri. Kakinya dengan cepat berlari ke arah pintu. Mencoba memastikan.

"Loh, kok kalian di sini?" tanyanya hampir berteriak.

Dua orang yang menjadi fokus Annora hanya tersenyum sembari melambaikan tangannya. Terlebih Geandra, gadis yang mendiamkannya itu justru tersenyum paling lebar. Seolah lupa akan amarahnya pada Annora.

"Kak Mario yang ngjak," ucap Geandra membela diri.

Netra Annora lalu terfokus pada lengan saudaranya yang melingkar pada lengan kiri Mario. Pikirannya lalu mengulang kembali percakapan yang ia miliki dengan keduanya belakangan ini.

Annora seketika merasa bodoh. Bagaimana bisa matanya tidak menangkap semua gerak-gerik mereka? Rungunya terus mendengarkan cerita yang saling berkaitan, namun sang otak seakan menolak untuk mengaitkannya.

Harsha hanya dapat menyaksikan dari kejauhan. Lelaki itu menangkap sebuah kekecewaan pada raut wajah gadis yang disukainya itu.

Lelaki itu memilih untuk menaruh kembali koper yang tadi dibawanya. Langkahnya dengan cepat menghampiri Annora. Tangannya lalu menggenggam tangan yang sudah dingin itu, menariknya, membawanya pergi.

"Gue sama Nora cari makanan dulu, ya?" pamitnya pada yang lain. Satu-satunya alasan yang mampu ia pikirkan.

"Makasih ya, Sha." Suara milik Annora terdengar saat kaki mereka sudah cukup jauh dari rumah bercat biru itu.

"Lo...tau kalo orangnya itu Gea?" tanya Harsha dengan hati-hati.

Annora menggelengkan kepalanya.

"Tapi, seenggaknya gue bersyukur nggak confess." Kekehan dari Annora saat mengucapkan kalimat itu seakan sedikit mengiris hati Harsha. Seolah paham akan apa yang lawan bicaranya ini rasakan. "Gue cuma bakal ngerusak hubungan mereka kalo beneran ngungkapin perasaan gue, Sha."

***

Berulang kali Geandra menolehkan kepalanya ke arah pintu depan. Menunggu hadirnya sang saudara. Tidak ada yang bisa dikerjakannya selain duduk di sofa depan bersama dengan Kiara juga Nara.

Mereka bertiga mendapat tugas untuk membantu para koki untuk memasak. Sementara Jovano, Ares, juga Mario masih memilih untuk bermain di halaman depan.

Hingga hasil tangan Lian juga Yuda sudah tersaji di depan mereka, dua sosok yang pergi tadi tidak kunjung kembali. Semakin membuat resah Geandra tumbuh.

"Udah, makan aja, Ge. Katanya tadi mereka juga mau cari makan, kan?" Seolah dapat mengerti apa yang gadisnya pikirkan, Mario mencoba melepaskan khawatir Geandra.

Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya.

"Makan yang banyak, Ge. Lumayan porsinya Nora sama Harsha kita makan aja," ucap Yuda yang telah menyuapkan nasi juga beberapa lauk yang dimasaknya ke dalam mulut.

"Ih, kok udah pada makan?" Suara yang berasal dari arah pintu itu sukses menarik perhatian dari delapan kepala yang tengah sibuk dengan makanannya. "Apa-apaan, kok nggak nungguin?" protesnya lagi.

Sosok itu dengan cepat menduduki area yang kosong. Bergabung dengan yang lain.

Hadirnya yang seorang diri mengundang banyak tanya dari delapan pasang mata yang menatapnya.

"Nora lagi maenan air tuh di pantai," jawabnya seakan tahu dengan pertanyaan yang tidak terucap itu.

"Lo ngapain makan? Katanya tadi cari makan?" tanya Jovano. Satu-satunya pemilik mata yang masih memfokuskan pandangan padanya.

"Buset, gue nggak mau lewatin masakannya Lian, lah."

Setidaknya melihat salah satu sosok sudah kembali mampu memberikan sedikit tenang pada pikiran Geandra. Gadis itu kini dapat melanjutkan makannya kembali. Pun dengan Mario.

***

Suara ombak yang menabrak bebatuan di depannya seakan menjadi lagu penenangnya sore ini. Annora duduk melipat kedua kakinya di depan dada, memeluknya. Ini adalah kali pertama baginya untuk pergi ke pantai. Selama ini, ia hanya mampu melihat indahnya dari gawai miliknya.

Matanya terpejam. Membiarkan angin juga suara dari ombak menenangkan hatinya.

"Udah tenang?" tanya Harsha yang entah sejak kapan sudah berada tidak jauh darinya. Sosok itu menyodorkan satu botol minuman dingin padanya. "Yang lain udah selesai makannya, tuh. Bentar lagi kata Kak Yuda game-nya mau dimulai," lanjut Harsha.

"Gue boleh nggak ikut gak ya?"

"Boleh, udah gue bilangin tadi. Katanya Bang Yuda, lo di sini aja kalo gitu."

Annora tersenyum. Seakan senyumnya dapat mengirimkan ucapan terima kasihnya.

"Lo tau nggak, Sha?"

Harsha menolehkan kepalanya, tidak menjawab, seakan mempersilahkan sang gadis melanjutkan tanyanya.

"Ternyata, orang itu kayak ombak. Terus gue kayak pasir pantainya." Dahi Harsha sedikit mengerut. Seolah tengah berpikir maksud dari kalimat yang diucapkan oleh sang gadis.

"Mereka cuma dateng, terus pergi gitu aja."

"Tau nggak, Ra?" Kini dialog itu diucapkan oleh Harsha. "Walaupun mereka cuma dateng terus pergi, mereka juga ninggalin bekas. Sama kayak ombak yang basahin pasir-pasir itu."

"

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.
Whisper of the Silent Hearts [Completed]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن