17

27 15 0
                                    

Annora menghela napasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Annora menghela napasnya. Matanya memandang ke luar jendela. Rintik hujan itu seolah lebih menarik perhatiannya malam ini. Tidak. Rintik hujan itu seolah menjadi temannya malam ini.

Geandra yang memilih untuk pulang ke rumah beberapa minggu ini membuatnya harus kembali terbiasa untuk memeluk kesepian. Memang, hadirnya sosok Geandra mampu menghidupkan kembali dirinya yang lelah. Walaupun terkadang sosok itu hanya duduk di depan kanvasnya.

Denting notifikasi dari ponselnya berhasil membuatnya berdiri. Langkahnya beralih dari pinggir jendela, menuju tempat tidurnya. Sebuah pesan masuk dari Harsha. Lelaki itu hanya mengirimkan satu kata padanya, 'Oy'.

Tidak lama, pesan kedua masuk.

"Up for movie night?" Annora mengerutkan dahinya. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

Belum sempat jarinya mengetikkan jawaban. Panggilan masuk dari si pengirim pesan datang.

"Nora!" seru lelaki itu di ujung panggilan. "Gue dapet film seru, temenin gue nonton, yuk?" lanjutnya.

"Emang nggak kemaleman?"

"Nggak, sih. Pake Gmeet, ya? Bentar, gue buat linknya dulu." Annora menyembunyikan kekehnya. Ia pikir lawan bicaranya akan membawanya ke bioskop malam ini.

Sebuah pesan masuk dari Harsha yang berisi tautan datang. Beruntung laptop yang tadi dipakainya untuk keperluan tugas masih menyala di atas meja.

"Ini film tentang apa?" tanya Annora.

"Kurang tau, sih. Gue belom nonton soalnya, Ra. Tapi ada hewannya yang pasti. Pindah ke gmeet aja ngobrolnya." Sesuai apa yang dikatakan oleh Harsha. Annora memutus panggilan Harsha dari ponselnya.

Di layar laptopnya, sudah muncul wajah Harsha juga pembuka sebuah film.

Malam itu, Annora bersyukur karena sepinya terganti dengan tawa. Harsha berhasil mengusir bosan yang sejak tadi menyelimuti sang gadis.

Netra Annora fokus pada adegan demi adegan yang tersaji. Sementara Harsha justru memilih fokus pada setiap ekspresi yang dibuat oleh gadis itu.

"Sha, kalo lo jadi hewannya, pilih jadi yang mana?" tanya Annora secara tiba-tiba. Harsha jelas kebingungan untuk menjawab. Lelaki itu sama sekali tidak mengikuti alur film yang ia suguhkan. "Hmm... kalo gue beruang, deh! Minum doang jadi tenar," lanjut gadis itu.

"Kalo gue mau jadi temennya beruang, deh. Biar bareng," jawab Harsha asal yang justru membuat sang gadis tertawa.

"Yang nemenin, si batu?"

"Bentar, ini gue nggak jauh beda sama malin kundang, dong?"

***

"Sunrise, meja no 13 minta tisu. Tolong, ya? Gue kebelet," ucap Ares sebelum sosoknya lenyap dari pandangan Harsha.

Harsha yang baru saja kembali setelah mengantarkan pesanan, terpaksa harus kembali dengan nampannya membawakan satu kotak tisu yang diminta. Melihat ramainya pengunjung kedai, terlebih saat akhir pekan seperti ini, Harsha sangat bersyukur karena sang pemilik memutuskan menambah pegawai baru.

"Sha, nggak istirahat dulu?" tanya Nora yang juga baru saja kembali mengantarkan pesanan.

"Bareng?" tanya Harsha bercanda.

"Ya, jangan. Lagi rame gini."

"Ntar aja, sekalian makan batagor, mau?" tawar Harsha. Rasanya jika ia menyebutkan makanan itu, gadis itu akan dengan mudah mengiyakan.

"Yah, pengen. Tapi, udah ada janji sama Kak Mario," jawab Annora.

Saat keduanya asyik berbincang singkat disela ramainya pesanan, suara sebuah barang yang pecah terdengar. Semua sorot mata mengarah pada satu meja. Di sana, sosok Jovano tengah berulangkali membungkukkan badannya.

Harsha dengan langkah besarnya langsung menuju ke arah temannya itu. Didapatinya sosok wanita yang cukup dikenalnya.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu?" tanya Harsha, mencoba mencari tahu penyebab keributan.

"Ini, masa pesanan saya salah?!" jawab pengunjung itu dengan suara yang meninggi.

"Boleh saya tau nyonya pesan apa?"

"Cookies & Cream Frappe," jawabnya lagi, namun dengan nada yang cukup enak didengar.

"Baik, pesanannya ini udah sesuai, kok."

"Loh, beda gini? Nggak ada yang putihnya!"

Annora yang tadi bersiap dengan buku menu di tangannya lalu berjalan menghampiri. Tangannya sudah membuka laman di mana pesanan sang pengunjung terpampang.

"Maaf, Bu. Untuk Whipped Cream tidak termasuk sama harga yang tercantum," jelas Annora menunjukkan sebuah kalimat yang menyatakan demikian.

Sebuah penjelasan singkat dari Annora mampu membungkam bibir sang pengunjung. Sempat wanita itu ingin melawan, namun saat mendapati tatapan tajam dari sosok Yuda yang berada di dekat kasir, ia mengurungkan niatnya.

***

Berjalan di sebelah Mario memang bukan kali pertama bagi Annora. Namun setiap kesempatan yang ada selalu membuat jantungnya berdegup cepat. Ia tidak paham tentang daya tarik yang dimiliki sang lelaki. Gadis itu hanya tahu rasa tenang yang ia dapat dari hadirnya sosok itu.

"Mau itu, nggak?" tanya Mario sembari menunjuk salah satu kedai yang menjual nasi goreng.

Jika biasanya mereka hanya berjalan di sekitar area kosannya, maka kali ini langkah itu sedikit lebih jauh. Perut yang lapar menjadi alasan Mario untuk membawa sang gadis berjalan menuju area para penjaja makanan itu berada.

"Kak, ntar ya gue kirim baliknya, tadi lupa," ucap Annora.

"Santai. Astaga, gue beneran kayak debt collector. Lagian gue ngajak keluar pengen cerita juga."

Annora menghentikan langkahnya. Padahal, kedai yang menjadi tujuan hanya tersisa beberapa langkah lagi.

"Cerita apa?" tanya Annora. Entah mengapa ada sedikit takut yang ia rasa.

"Sambil makan. Laper banget," ucap Mario. Tangannya dengan cepat meraih tangan sang gadis, sedikit menariknya untuk duduk di dalam tenda berwarna biru itu.

Setelah memesankan makanan untuknya dan Annora, Mario duduk tepat di hadapan sang gadis. Bersiap bercerita.

"Tadinya gue pikir mau jadiin jawaban lo buat ide nge-date," ucap Mario sebagai pembuka topik. "Tapi ternyata, gue kemaren nggak sengaja, malah ketemu sama dia terus nemenin dia di museum."

Annora terdiam. Takutnya benar adanya. Lelaki yang ada di hadapannya itu telah melabuhkan hatinya pada gadis lain. Annora hanya memandang lurus ke arah lawan bicara, tidak memiliki kekuatan untuk sekedar menimpali cerita yang tiap katanya menorehkan luka untuknya.

 Annora hanya memandang lurus ke arah lawan bicara, tidak memiliki kekuatan untuk sekedar menimpali cerita yang tiap katanya menorehkan luka untuknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Whisper of the Silent Hearts [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang