20. Balikan

98 9 6
                                    

Reyza meringkuk di tempat tidurnya. Semua badannya terasa sakit dan kepalanya yang pusing. Bunda yang berdiri di samping tempat tidur Reyza pun cukup lelah melihat sikap labil anaknya yang terkadang masih seperti anak kecil, namun seketika bisa berubah menjadi duta cowo cool.

Harusnya kejadian ini tidak boleh diketahui Bunda, tetapi luka lebam dan rasa pusing membuat Reyza tak bisa mengelak, apalagi ketika Sandrina mengadu pada Bundanya.

"Udah bunda bilang, jangan suka berantem. Jadi gini kan akhirnya!" ujar Bunda membuka suara.

"Gak mungkin Reyza biarin Sandrina di lukai sama cowo brengsek itu, bun." Aksa bersuara serak. Cowo itu membenamkan wajahnya di guling panjangnya, agar emosinya masih tetap bisa meredam.

"Maafin Sandrina, tan. Ini semua salah Sandrina."

Reyza yang mendengar pun seketika bangun dari tempat tidurnya dan langsung terduduk tegak. Dia kaget, sekaligus lupa kalau masih ada Sandrina di rumahnya. Rasa sakit di tubuhnya membuat Reyza melayang dan mengira Sandrina telah kembali ke rumahnya.

"Kamu masih disini!?"

"Ya masihlah."

"Biarin aja, gak sadar dia itu San. Biar malu dia ngerengek di depan kamu."

"Bunda!"

Bunda Reyza terkekeh kecil. Wanita baya berumur 37 tahun itu sudah cukup dekat mengenal Sandrina, karena saat sewaktu pacaran, Reyza rajin membawa gadis itu ke rumahnya. Bunda terlanjur menyukai Sandrina, tak heran saat mendengar kabar putusnya hubungan Reyza dengan gadis itu, membuat Bunda kecewa.

Tapi sekarang, Bunda dibuat senang kembali saat tahu calon menantu kesayangannya telah kembali mengunjungi rumahnya, datang bersama sang anak semata wayang. Sebenarnya Reyza tak ingin membawa Sandrina ke rumahnya, tetapi gadis itu mendesak agar luka di wajah Reyza bisa segera di obati. Sandrina tahu kalau di rumah Reyza lengkap dengan alat medis, dikarenakan Bunda Reyza adalah seorang dokter.

"Bunda mau ambil kotak obat dulu." ucap Bunda yang berlalu pergi dari kamar Reyza.

Reyza membiarkan Bunda untuk pergi mengambil kotak obat. Karena memang luka lebam di wajahnya mulai membiru dan sudah pasti rasanya sakit.

Rasa canggung seketika memenuhi diri Reyza dan Sandrina dalam hitungan detik ketika Bunda berlalu pergi. Tak ada pembicaraan dari keduanya selain saling lempar pandangan dengan ragu-ragu.

"Maafin gue ya, Rey." ucap Sandrina membuka suara, berusaha mengeluarkan rasa gengsinya.

Reyza bergeleng pelan. "Gak perlu minta maaf."

"Tapi gue selama ini udah gak percaya sama lo."

"Wajar kok. Aku tau kamu sekecewa itu sama aku."

"Iya, gue emang kecewa berat waktu tau lo kena kasus begini. Tapi setelah denger semua penjelasan Deby, ternyata lo korban."

"Maafin gue. Gue nyesel, bukan kemauan gue buat jauh dari lo." lanjut Sandrina.

"Iya udah, gak usah dibahas. Lupain aja, oke?" Sandrina mengangguk cepat.

Reyza tersenyum simpul ke arah Sandrina. Tak bisa berbohong kalau dia benar-benar merindukan moment seperti ini bersama Sandrina.

"San?" panggil Reyza.

"Kenapa?"

Reyza menepuk tempat kosong tepat di sampingnya. "Sini."

Sandrina menurut dan langsung duduk di samping Reyza. Tanpa aba-aba cowo itu meraih tangannya dan mata yang memandang lekat.

Ancaman Cowo Brandal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang