[28]

49 17 9
                                    

Alice adalah sebuah bunga daisy segar, dan kalian meneteskan sebuah darah di atasnya.

Benar kata Ilya, Dokter Alferd adalah sosok yang cerdas. Tidak hanya dalam bidang akademis, tetapi hal lain. Termasuk cerdas dalam menipu.

"Ketika aku masih seusiamu, aku tidak hanya belajar saja. Tetapi, aku menyeimbanginya dengan bermain bersama teman-temanku. Sedangkan kau hanya duduk di sini dan berkutat dengan buku serta buku gambar. Kau harusnya lebih banyak bersosialisasi, Alice." Dokter Alferd mengatakan hal ini ketika dia mengajari Alice tentang aljabar yang rumit. Membuat coretan di buku tulis dengan tulisan tangannya yang tampak seperti cakaran ayam.

Alice tidak menjawab pertanyaan itu. Dia hanya memperhatikan bagaimana Dokter Alferd mencatatkan rumus untuknya.

"Kau tidak memiliki teman?" Dokter Alferd berhenti menulis.

Alice menggeleng. "Ada Leslie, Kitty dan anak-anak yang lain meski tidak dekat."

"Miguel?"

"Dia jauh lebih tua."

"Oh, bagaimana dengan Ilya?"

Alice tersenyum. Dia tidak mungkin mengatakan bahwa Ilya bukan temannya—melainkan lebih. Jadi, Alice tetap mengangguk di hadapan Dokter Alferd dan mengiakan bahwa Ilya adalah temannya.

"Pasti kalian teman dekat. Aku sering melihat kalian bercengkerama di sini. Dan Ilya memintaku untuk mengajarimu supaya kau dapat masuk universitas yang sama dengannya. Hubungan kalian pasti sangat dekat," kata Dokter Alferd. "Oh, ya, ngomong-ngomong, selain menggambar, kau suka bermain violin, bukan?"

Alice tidak tahu mengapa Dokter Alferd tahu akan hal itu. Alice melupakan banyak hal tentang ayahnya. Tetapi, Rudy adalah seorang pemain violin dalam sebuah orkestra. Ketika dia mendengar itu dari Miguel, dia berniat untuk belajar violin pula. Lantas, Miguel meminta ayahnya—Mark—untuk membawakan violin milik mendiang Rudy kepada Alice kecil. Dan Alice kecil mulai pergi ke ekstrakurikuler musik saat sekolah dasar. Tetapi, dia tidak melanjutkannya lagi ketika dia sekolah menengah pertama. Dia sudah menemukan jati dirinya dalam untaian kata dan coretan pensil.

"Kau pernah berada di pertunjukan orkestra juga, bukan? Karena kau masuk ekstrakurikuler musik saat masih sekolah dasar?" tanya Dokter Alferd—memastikan.

"Bagaimana Anda tahu?" tanya balik Alice.

"Mark mengatakan padaku. Dia sangat menyayangkan keberhentianmu. Kenapa tidak kaulanjutkan? Itu bakat yang hebat."

Alice menggeleng. "Mungkin kapan-kapan saja."

"Tetapi, kau masih menyukainya, bukan?"

"Apa?"

"Orkestra dan violin?"

Tentu saja Alice masih menyukainya. Jadi, dia mengangguk.

"Kau mau pergi ke pertunjukkan orkestra?"

Sebelum Alice menjawab apa pun, dia akan terdiam sejenak untuk berfikir. Dia sangat senang dengan musik klasik dan alunan violin. Dia senang ketika Mark atau Miguel mengajaknya menonton orkestra. Tetapi, sudah bertahun-tahun lamanya dia tidak melakukannya. Rasanya, sangat menyenangkan apabila dapat pergi ke sana lagi. Tetapi, Alice selalu sungkan. Dia tidak menjawab pertanyaan itu.

Dokter Alferd selalu tahu bagaimana Alice. Dia tahu bahwa Alice ingin pergi. Tetapi, dia sungkan dan malu untuk mengatakannya. Jadi, Dokter Alferd langsung membulatkan ajakannya. "Baiklah. Kita akan pergi besok malam."

The KillerWhere stories live. Discover now