[27]

52 17 14
                                    

Danya manggut-manggut ketika mendengar informasi dari Nada tentang Hardin. "Jadi, dia mengatakan bahwa dia mendukung Sang Pembunuh? Dan dia mungkin tahu siapa Sang Pembunuh tetapi tidak ingin mengatakannya karena tidak yakin?"

"Dan salah satu dari ribuan kemungkinan, Sang Pembunuh adalah dirinya sendiri," sambung Nada. "Hardin Ezekiel mengatakan bahwa Keluarga Mitchell itu jahat. Mungkin, dia tahu kejahatan mereka lantas dia membenci mereka."

"Aku tidak terlalu yakin itu. Tetapi, memang itu merupakan salah satu dari ribuan kemungkinan. Kita perlu tahu tentang sosok Hardin ini."

Nada manggut-manggut.

Danya berdiam diri sejenak. Dia mengalihkan pandangannya dari Nada. Kini, netra sebiru samudra itu tampak sayu. Dan Nada merasa bahwa Danya sedikit lebih kurus sekarang. Atau mungkin hanya perasaannya?

"Apa kau makan dengan cukup?" tanya Nada secara tiba-tiba.

Danya mengangguk. "Kenapa kau bertanya begitu?"

"Kurasa berat badanmu berkurang."

"Aku tidak merasa begitu. Tetapi, aku tidak pernah memperhatikan diriku sendiri. Orang-lain yang memperhatikannya. Dan jika kau berpendapat begitu, mungkin itu benar."

"Kenapa kau mengatakan bahwa kau tidak memperhatikan dirimu sendiri?"

Danya menaikkan sudut bibirnya. "Aku sudah sempurna. Apalagi yang perlu kuperhatikan? Bagaimana pun yang terjadi, aku tetap sempurna."

Apakah ini adalah kalimat menyombongkan diri? Yah, mungkin Danya sadar bahwa dirinya sangat rupawan. Itu pasti merupakan sebuah kebanggaan.

Pemuda itu pun beranjak dari kursinya. "Oh iya, aku akan segera wisuda."

"Dan setelah itu, kau pergi?"

Danya menggeleng. "Aku akan pergi ketika kasusnya sudah selesai." Dia tersenyum pada akhirnya.

Setelah itu, Danya melangkah meninggalkan laboratorium komputer. Dia membuka pintu. Tetapi, sebuah pemandangan memuakkan tiba-tiba merasuk dalam indra penglihatannya.

Sosok Olivia Castaneda sekali lagi hadir. Dia berada di depan laboratorium komputer itu entah sejak kapan. Melihat Olivia di sana, Nada ikut berdiri.

"Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Olivia.

"Kau berfikir apa?" Danya menyipitkan matanya. Dia pun mengembuskan napas panjang. Dia menundukkan sedikit posisi tubuhnya untuk mengimbangi Olivia. Dia mendekatkan bibirnya di telinga Olivia, lantas berbisik. "Kau tahu apa yang dilakukan dua orang yang berada di dalam hubungan spesial?" Dia menyeringai pada akhirnya dan kembali menegakkan pandangannya.

Kalimat itu membuat wajah Olivia memerah karena terbakar dengan api cemburu. Sementara itu, Nada tidak mendengar apa yang dibisikkan oleh Danya pada telinga Olivia tadi. Tetapi, apa pun itu pasti membuat Olivia begitu marah—dan cemburu.

Setelah itu, Danya sempurna melangkah pergi dari sana. Disusul oleh Nada beberapa langkah di belakangnya. Menyisakan Olivia sendirian yang patah hati di depan pintu laboratorium komputer yang masih terbuka menganga.

"Aku memiliki rencana, Danya. Aku memiliki rencana yang pasti sangat kausenangi."

Setelah itu, Olivia-lah yang menyeringai.

***

Nada kembali ke kelasnya. Sekali lagi, dia akan berhadapan dengan mata pelajaran matematika sebelum dia akan meninggalkan mata pelajaran itu dalam waktu yang lama—atau mungkin selamanya apabila dia benar-benar memasuki jurusan hukum. Dia merasa ilmu hukum tidak memerlukan angka-angka yang rumit—kecuali mungkin di statistik dan mata kuliah pendukung seperti ekonomi—jika ada.

The KillerWhere stories live. Discover now