[15]

58 25 2
                                    

Di kantor polisi pusat kota, ketenangan ruangan Tuan Ramon buyar ketika Tuan Yuzak membuka pintu ruangan itu dengan paksa tanpa permisi. Tuan Ramon yang tengah berkutat dengan berkas-berkasnya langsung menengadah dan memasang ekspresi keheranan.

"Kerahkan semua tim pencari terbaikmu." Dia menggebrak meja Tuan Yuzak sembari menaruh kotak cokelat itu di atasnya.

Tuan Ramon belum bertanya. Dia mengambil kotak itu dan membukanya. Alangkah terkejutnya dia mendapati foto-foto polaroid Liliya dengan keadaan tanpa busana dan kondisi yang mengenaskan—seperti di sekap di suatu tempat.

Tuan Yuzak memijati pelipisnya.

"Dari mana kau mendapatkan ini?" tanya Tuan Ramon pada akhirnya.

"Kiriman anonim lewat seorang anak," balas Tuan Yuzak yang sudah sangat pusing.

Tuan Ramon berdiri. "Baiklah, aku mengerti kondisinya. Aku juga akan memeriksa saksi yang kaumaksud."

Tuan Ramon segera melangkah dari ruangannya. Dia akan mengerahkan tim penyidik terbaiknya untuk mencari Liliya. Dia sudah tahu kondisinya tanpa dijelaskan oleh Tuan Yuzak. Dia tahu bahwa Liliya hilang diculik oleh Sang Pembunuh dan dia mengirim foto-foto ini. Tetapi, apakah hanya ini? Tuan Ramon curiga. Jadi, dia menoleh kembali ke arah Tuan Yuzak.

"Apa hanya ini yang dikirimkan?" tanya Tuan Ramon.

Tuan Yuzak tidak menjawab selama beberapa detik. Tetapi pada akhirnya, dia menggeleng. Dia berbohong.

"Aku tahu kau berbohong," kata Tuan Ramon.

Tuan Yuzak mendekat ke arah Tuan Ramon. Dia berbisik, "jangan banyak bertanya. Lakukan apa tugasmu."

"Kenapa begitu? Jika ada bukti lain, aku harus mendapatkannya. Itu akan mempermudah penyelidikan."

"Kau tidak perlu melihat 'bukti lain' itu."

"Mengapa?"

"Sudah kubilang, jangan banyak bertanya!"

"Apa ini berhubungan dengan kasus yang dulu itu?"

Tuan Yuzak menekuk alisnya. Dia tidak menjawab pertanyaan Sang Kepala Kepolisian dalam beberapa saat.

Di saat yang bersamaan—tanpa mereka sadari—Arman masuk ke ruangan tanpa permisi pula karena dia melihat pintunya terbuka dan orang-orang di koridor mengatakan bahwa Ketua Umum Partai Yuzak pergi tergesa-gesa ke ruangan Tuan Ramon. Jadi, merasa ada yang tidak beres, Arman langsung menghampiri.

"Yang perlu kaulakukan adalah mencari-tahu di mana cucuku. Kau benar. Ini ada hubungannya dengan kasus Alferd dahulu. Ini juga ada hubungannya dengan kematiannya. Pelakunya adalah orang yang sama. Bukti yang lain itu kusimpan. Akan kutunjukkan padamu, tetapi jangan sampai ada orang lain yang tahu—sama seperti perjanjian kita dahulu."

Tuan Ramon menatap Tuan Yuzak dengan datar. Tetapi pada akhirnya, dia mengangguk. Dia pun kembali melangkah. Tetapi, saat menegakkan kembali pandangannya, dia melihat Arman yang ternganga di sana.

"Apa yang kaulakukan di situ?!" tanya Tuan Ramon dengan kaget. Hal itu pun membuat Tuan Yuzak ikut menoleh.

"Aku dengar ada keributan. Jadi aku—"

"Apa yang kaudengar?" tanya Tuan Yuzak—menyela.

Arman menggeleng. "Mana kutahu. Kalian tidak menjelaskan apa pun."

"Lupakan saja," kata Tuan Ramon. "Kita memiliki tugas yang sangat penting. Kerahkan tim pencarian terbaik dan ikuti aku."

Arman manggut-manggut. Tuan Ramon pun melangkah pergi meninggalkan ruangannya. Arman pun mengikuti dari belakang.

The KillerWhere stories live. Discover now