[10]

62 29 4
                                    

Permusuhan antara Nada dan Olivia semakin menjadi-jadi di sekolah. Semua orang tahu masalahnya. Pihak sekolah kemudian memberi hukuman pada masing-masih; skors selama beberapa waktu. Walau Tuan Ramon awalnya menolak hal itu, tetapi keputusan kepala sekolah sudah bulat. Dia tidak ingin menskors Olivia saja—padahal Nada juga melakukan kesalahan yang sama. Dia tidak ingin keadilannya berstandar ganda.

Nada sangat senang akan hal itu. Dia tidak perlu repot-repot kehilangan energinya untuk berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dia sukai dan tidak menyukainya.

Gadis itu menatap parasnya sendiri dalam pantulan cermin kecil bekas wadah bedak. Dahinya masih diperban karena luka hantaman kursi. Rasanya sakit dan berkunang-kunang. Tetapi, Nada tidak ingin menunda penyampaian informasi yang ditemukan oleh Arman.

Kini—sama seperti biasanya—mereka berada di dalam kafe yang lenggang. Suara lantunan musik klasik dari gramofon menjernihkan pikiran serta segelas kopi yang mendorong inspirasi. Dia duduk di samping Arman sementara Danya ada di sofa lainnya—tepat di hadapan mereka.

Arman belum dapat menemukan berkas laporan mengenai kejahatan yang dilakukan Dokter Alferd, atau mungkin tidak ada. Entahlah, dia sendiri tidak yakin apabila Dokter Alferd melakukan sebuah tindak pidana atau kejahatan. Atau pun kalau mungkin, maka memungkinkan kalau laporannya tidak ada atau dilenyapkan—mengingat latar belakangnya.

Akan tetapi, tindakan pidana yang melibatkan Clarissa dapat ditemukan dengan mudah. Beberapa hari lalu, Nada sudah mengatakan pada Arman bahwa menurut kesaksian Clarissa, ada seorang gadis yang selalu mengganggu mereka. Terakhir kali, gadis itu melempari mobilnya—saat bersama dengan Dokter Alferd—sampai kaca mobil itu pecah. Lantas Clarissa melaporkannya ke pihak berwajib. Gadis itu ditangkap. Tetapi, pada akhirnya Clarissa mencabut laporannya karena merasa kasihan.

Arman menunjukkan laporan itu. Perhatian Nada langsung terfokuskan pada foto tersangka. Dia membulatkan matanya selama beberapa detik dan ternganga. Gadis di dalam foto itu tidak asing.

"Leslie Elizabeth Siadhail," kata Arman—menyebut namanya.

Nada cepat-cepat mengambil berkas itu dan mengamatinya dengan seksama. Leslie Elizabeth Siadhail. Dia adalah Leslie Elise di sosial media. Dia adalah orang yang menghujat kematian Dokter Alferd. Dia pula yang ditemukan Nada di pemakaman. Seorang gadis metal dengan rambut dicat merah.

"Ini adalah orang yang kukatakan padamu di pemakaman itu," kata Nada—menatap ke arah Arman. "Leslie Elise. Dia adalah orang yang menghujat kematian Dokter Alferd."

"Dia tampak sangat membencinya?" tanya Arman.

Nada manggut-manggut.

"Kurasa, ada hubungan antara Leslie dan Dokter Alferd. Kau bisa menemukan latar belakangnya?" tanya Danya.

"Ini yang menarik." Arman menaikkan sudut bibirnya. "Kalian ingat bahwa mayat Julian ditemukan dalam mobil yang tertuju pada sebuah rumah klasik atas bukit?"

"Aha... " Danya manggut-manggut.

"Rumah itu milik seorang bernama Miguel Siadhail. Dia adalah putra dari Mark Siadhail. Dan kau tahu siapa mereka?"

Dari nama belakangnya, Danya tahu bahwa ada hubungan antara Mark dan Leslie. "Hubungan kekeluargaan dengan Leslie?"

"Ayahnya."

Danya dan Nada terperangah.

"Mark Siadhail merupakan mantan kader Partai Tuan Yuzak. Semuanya memiliki keterkaitan. Ini penemuan yang luar-biasa." Arman tertawa. "Tetapi, walau begitu Leslie tidak tinggal di sana. Sama seperti yang kukatakan sebelumnya, entah ada yang tinggal di sana atau tidak. Sebab kami tidak menemukan siapa pun. Dan dari data yang kudapatkan, saat ini Leslie tinggal di salah satu kompleks perumahan dekat kampusnya. Dia adalah seorang mahasiswi ilmu ekonomi."

The KillerDonde viven las historias. Descúbrelo ahora