[4]

79 37 0
                                    

Kabar tentang kematian Dokter Alferd dengan cepat menyebar bagaikan sebuah parfum yang disemprotkan dalam ruangan. Tidak hanya di kota, tetapi seluruh penjuru negeri hangat membicarakan kasus itu. Bahkan, satu-dua artikel internasional mengangkatnya. Seorang dokter tampan dan penuh dedikasi, ditemukan tewas di huniannya. Siapakah yang tega membunuhnya? Apa motifnya?

Jagad sosial media dijejali dengan asumsi-asumsi dari khalayak. Semua orang turut berduka-cita atas kejadian itu. Mereka mengutuk Sang Pembunuh. Mereka mengatakan bahwa seseorang seperti Dokter Alferd tidak pantas untuk tewas secara mengenaskan. Pelakunya pasti iblis.

Sepanjang waktu, Nada mencermati satu-persatu komentar di sosial media tentang kematian Dokter Alferd. Semua orang berduka-cita dan banyak yang mengasumsikan apa yang terjadi pada dokter tersebut. Sampai pada sebuah komentar, Nada menemukan sesuatu yang berbeda. Itu merupakan sebuah komentar negatif dari sebuah akun bernama @leslie_elise. Tidak seperti yang lainnya, Leslie Elise ini menyerukan kutukannya pada Dokter Alferd. Alhasil, dia dihujat di sana.

@leslie_elise
Aku bersyukur orang ini mati. Alangkah bahagianya aku. Selamat datang di neraka, Alferd 😌

Itu adalah satu-satunya komentar negatif yang dilontarkan—setidaknya yang Nada temukan. Dan dengan beraninya, Leslie Elise ini berkomentar dengan akun asli. Saat Nada mengeceknya, akunnya diprivasi. Hanya menampilkan foto profil seorang gadis awal dua-puluhan dengan rambut dicat merah.

Di tengah-tengah fokusnya, kelas mendadak heboh ketika Julian Zachary memasuki ruangan setelah absen kemarin. Semua murid di kelas langsung mendekat ke arah Julian. Pemuda dengan rambut seperti sangkar burung itu duduk di kursinya —yang ada paling belakang—dengan memasang wajah yang sayu seperti habis menangis selama beberapa waktu.

Nada menoleh. Gerombolan Erick sudah mendekati Julian dengan tujuan interogasi. Nada dapat mendengar perkataan mereka.

"Turut berduka cita, Julian. Aku sangat sedih mendengar kabar tentang pamanmu itu. Semoga dia diterima di sisi Tuhan. Dia adalah orang yang baik," gumam Erick sembari menepuk bahu Julian.

"Jadi, bagaimana? Apakah polisi sudah menemukan pelakunya?" tanya anak yang lainnya.

Julian menggeleng. "Belum ditemukan bukti yang mengarah ke pelaku—kecuali sebuah gulungan kertas yang diselipkan di koyakan perut Paman Alferd. Tetapi, aku yakin bajingan itu akan ditangkap. Aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri!"

Semua emosi terpancar dari netra Julian. Tentu saja, anggota keluarga mati secara tragis, siapa yang tidak marah? Apalagi, Julian sangat dekat dengan pamannya itu.

"Bantu aku mencari pelakunya! Kita harus menangkapnya sebelum polisi menangkapnya!" tandas Julian.

"Kenapa begitu?" tanya Erick.

"Karena aku ingin membunuhnya. Jika dia ditemukan oleh polisi, maka aku tidak dapat membunuhnya. Jadi, aku sendiri yang harus menemukannya!"

Erick dan yang lainnya saling bertatapan.

"Bantu aku temukan pelakunya!"

Nada berdiri. Dia berjalan menuju ke arah Julian. Gadis itu menarik lengan Julian dan menyeret pemuda itu menjauh dari gerombolannya.

"Apa-apaan ini?!" tanya Julian dengan kasar. Dia menepis tarikan Nada.

"Aku ingin bicara denganmu. Ini tentang pamanmu," kata Nada.

Julian yang awalnya kesal langsung melemaskan pandangannya. Dia baru ingat kalau Nada adalah putri dari kepala kepolisian. Jadi, ada kemungkinan bahwa Nada tahu banyak tentang penyelidikan.

"Ada apa memangnya? Kemarin polisi sudah menginterogasi kami sekeluarga. Aku tidak ingin bicara lagi pada pihak berwajib. Mereka menjengkelkan," kata Julian.

The KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang