101 Terima kasih

5.8K 966 54
                                    

"Tanpa kau melakukan itu pun ketiga putra Rexxon tidak akan menuntut Curran. Dengan terbunuhnya Zryan, mereka telah terbebas dari kutukan!"

"...."

Andrew memakan kue kering sambil menyaksikan perdebatan antara mereka berdua. Tapi, kalimat terakhir yang di ucapkan William benar-benar mengejutkan.

Gilbert terengah-engah. Dia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. "Apa maksud dari kutukan yang kau maksud?" tanya Gilbert.

William menghela napas panjang. "Sebenarnya, Zryan telah memberikan sihir kutukan pada ketiga putranya."

"...."

William dapat melihat wajah Gilbert yang sedikit menegang begitu mendengar perkataannya. Dia pun melanjutkan.

"Zryan memberikan sihir kutukan agar ketiga anaknya tidak bisa membunuhnya, dan tetap patuh pada perkataannya. Zryan hanya menginginkan seseorang yang dapat dia kendalikan, layaknya boneka hidup."

"Sepertinya, Zryan tertarik pada Curran dan membuat skenario untuk menjadikan Curran sebagai boneka hidup. Kemudian, membuang putranya," ucap William mengakhiri penjelasannya dengan kesimpulan miliknya.

"Dia memang pantas mati," ujar Gilbert dingin. Aura suram kembali menguar keluar menyelimuti area sekitarnya.

William menghela napas. Dia memegang telapak tangan Gilbert, lalu memberikan sihir penenang yang membuat aura suram tersebut menghilang seketika.

"Zryan telah mati, kutukan telah terlepas. Ketiga putra Rexxon sudah dapat menentukan hidup mereka sendiri," ucap William tenang.

"Aku juga tidak memiliki masalah dengan yang Curran lakukan pada Zryan, karena dia memang sudah melewati batas."

"Tapi-" Ekspresi wajah William menjadi datar. "Sebagai seorang raja, aku tidak bisa tinggal diam saja saat Curran juga membunuh rakyat ku yang tidak bersalah," ujar William dingin.

Gilbert terdiam.

"Meskipun Curran merupakan keponakan ku, aku tetap harus memberinya hukuman atas perbuatannya," ucap William tegas.

Gilbert menutup matanya sejenak, lalu membukanya kembali. "Aku mengerti, kau bisa melakukannya," sahut Gilbert pasrah.

William mengangguk. "Andrew, buat surat undangan untuk ketiga putra Rexxon dan Curran serta Rein untuk hadir di istana dalam waktu tiga hari ke depan," ujar William memberi perintah.

Andrew bangkit dari posisinya, lalu membungkuk hormat. "Baik, Yang mulia," ucapnya lalu pergi meninggalkan ruangan tersebut.

"Apa tidak ada cara lain, selain menggunakan Rein?" ucap Gilbert tidak tenang.

William menghela napas. "Aku mengundang mereka untuk membicarakan masalah terkait hal ini, karena dalam waktu dekat berita tentang menghilangnya kota salju di wilayah utara akan membuat kegemparan bagi rakyat."

"Kita harus mencari solusinya dengan cepat," ucap William meyakinkan.

Gilbert tertunduk lesu. "Apa tidak ada yang bisa ku lakukan untuk putraku?" tanya Gilbert.

William menepuk pundak Gilbert.

"Aku tahu kau sangat menyayangi putramu, tapi kali ini yang perlu kau lakukan adalah memberikan Curran kepercayaan agar dia bisa mengatasi masalahnya sendiri," ucap William menenangkannya.

Gilbert menghela napas panjang.

* * *

"Haaah."

Xavier menghela napas panjang.

Dia baru saja mendengar beberapa informasi yang sedikit mengejutkan. Tanpa di sangka kalau ayahnya akan menjadikan Curran sebagai budak. Itu adalah sesuatu yang berada di luar prediksinya.

Xavier melihat ke arah kedua adiknya. Dia menepuk kasur di kedua sisi, "Kemari lah," ucapnya.

Zeil dan Farenzo saling menatap satu sama lain, lalu mengangguk mengikuti perkataan Xavier.

"Lebih dekat lagi," pinta Xavier pada kedua adiknya yang duduk sedikit jauh.

Zeil dan Farenzo terdiam sejenak, lalu bergeser sedikit lebih dekat dengan tempat Xavier.

Puk puk puk.

Xavier menepuk-nepuk kepala kedua adiknya. Seulas senyum lembut terukir di wajah Xavier. Sudah sangat lama dia memiliki keinginan untuk melakukan hal ini, tanpa di sangka keinginannya akhirnya terwujud.

'Semua ini terasa seperti mimpi,' batin Xavier.

Setetes cairan bening mengalir keluar dari mata Xavier membasahi pipinya. "Aku merasa bahagia bisa melihat kalian lagi," ucap Xavier tersenyum.

"Kak Xavier." Pupil mata Farenzo bergetar. Dengan gerakan ragu-ragu, tangan Farenzo terulur menyentuh tubuh kakaknya.

Xavier tersenyum tipis. Tangannya bergerak merangkul pundak Farenzo, memeluknya dari samping lalu mengecup keningnya.

"Terima kasih telah bertahan selama ini, adikku sangat hebat," ucap Xavier lembut.

Air mata mengalir membasahi pipi Farenzo. Dia memeluk tubuh Xavier, lalu menangis dengan keras. Menumpahkan semua perasaan yang selama ini dia pendam, baik di kehidupan sebelumnya mau pun di kehidupan kali ini.

Xavier hanya tersenyum mendengar tangisan Farenzo. Dia tidak menghentikannya, karena dia yakin sulit bagi Farenzo untuk terlihat baik-baik saja di saat dirinya sendiri memiliki sebuah trauma.

Xavier melihat ke arah Zeil, lalu melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan pada Farenzo. "Terima kasih telah bertahan, pasti berat ya selama ini?"

Zeil mengangguk kecil pada pertanyaan yang diajukan oleh kakaknya.

Xavier tersenyum. "Tidak apa-apa, sekarang ada Kakak di sini," ucap Xavier mengelus kepala Zeil dengan lembut.

Zeil mengangguk kecil. Dia memeluk tubuh adik dan kakak dengan rasa sayang dan kehangatan. Air mata mengalir membasahi pipinya, tapi bibir menyungging membentuk senyuman.

"Terima kasih juga telah menjadi Kakak yang hebat dan kuat selama ini," ucap Zeil berbisik di telinga Xavier.

Xavier terkekeh kecil mendengar suara Zeil. Di malam yang dingin dan damai kali ini, entah bagaimana terasa sangat hangat.

Xavier merasa sangat bahagia bisa memeluk kedua adiknya. Dia merasa seperti telah terlahir kembali dari kematian.

Dan itu semua dapat terjadi berkat seorang anak kecil yang hadir di hidup mereka layaknya seorang malaikat pemberi harapan bagi mereka yang merasa putus asa.

"Terima kasih, tuan muda Rein," gumam Xavier. 'Akhirnya kami bertiga bisa hidup bebas,' lanjut Xavier di dalam hati.

* * *

Kyaaa Vala seneng banget akhirnya mereka bertiga bisa bebas.

Oh iya, mulai eps selanjutnya ada dua keluarga yang akan mengganti nama marga keluarga(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)

Suddenly Became A ChildWhere stories live. Discover now