Belum saja keluar dari gudang, Ice berhenti dan menoleh kearah belakang. Melihat sekumpulan tenan Hendrik yang masih mematung di tempat dengan tatapan dinginnya.

"Jangan harap kalian bisa lepas dari ku setelah ini" Ice menandai mereka berempat.

Mereka tersentak kaget kala mendengar nada rendah yang terdengar menyeramkan untuk di dengar.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Ice langsung membawa pergi Blaze dari sana untuk di obati di UKS.

"... Sial.. sekarang kita harus apa?"

"Gara gara Hendrik kita jadi kena juga kan"

"Sudah kubilang jangan mengganggu Blaze, masih aja gak mau dengar"

"Cih, sudah lah. Sekarang kita urus dulu mayat Hendrik"

Mereka mulai berjalan mendekat kearah Hendrik yang sudah tak bernyawa itu. Agak sedikit ngeri melihat temannya yang kini sudah berada di atas sana.

Salah satu dari mereka hendak mengangkat nya, akan tetapi dirinya terhenti kala telinganya menangkap suara samar.

"... Kalian dengar?"

Salah satu dari mereka menyahut dengan anggukan kepala, sementara yang lainnya menunjukan tampang kebingungan.

"Ap—"

Grrrr...

Suara teriakan keras beruntun mengisi kesunyian yang ada di gudang. Raungan kesakitan ada di mana mana dengan darah yang muncrat membasahi lantai dan mewarnai apa yang ada di sana dengan cairan merah kental yang amis. Sesosok binatang itu menunjukkan taring tajamnya dan mencabik cabik tubuh mereka satu persatu dengan beringas.

Cakar tajamnya tak berhenti melukis tubuh mereka yang kini sudah tak berdaya. Menjadikan mereka mayat tanpa belas kasihan. Sesosok berjubah hitam muncul di balik pintu gudang, menatap mereka dengan penuh rasa puas. Bibirnya bergerak dan membuat binatang itu berhenti mencabik cabik mereka. Lalu pergi tanpa aba aba masuk ke dalam hutan.

Panah Ice yang tadi menancap di dada Hendrik kini menghilang perlahan dan musnah.

===

Sementara itu, Ice sudah membaringkan Blaze yang tak sadarkan diri diatas ranjang. Perasaannya kacau dan khawatir akan apa yang terjadi dengan kakaknya itu.

"Kak.. bangun..." dia menepuk nepuk pelan pipi Blaze, namun sang empu tak kunjung sadar.

Ice menghela nafas dan menyelimuti Blaze dengan perlahan. Dirinya merapikan rambut Blaze sedikit. Lalu duduk di sebelah nya dan menatap wajahnya dengan lesu. "Apa yang harus aku lakukan?" gumamnya karna dia tidak tau apa apa tentang obat obatan. Memanggil pengurus UKS pun tidak membuahkan hasil yang bagus, karna yang artinya Blaze akan ketahuan identitas aslinya.

Dan Ice tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada kakaknya. Dia berdiri dari kursinya dan mencari obat yang mungkin bisa membantu pemulihan Blaze walau hanya sedikit.

"Ice?"

Yang di panggil nampak tersentak kaget kala mendengar suara asing itu. Dia menoleh kebelakang dan melihat petugas UKS yang berdiri di ambang pintu dengan wajah penasaran tertuju padanya.

"Kau sakit?" tanyanya berjalan masuk dan memeriksa apa kah ada yang salah. Matanya tertuju pada seseorang yang berbaring diatas ranjang itu. "Itu siapa?"

"Ah.. Itu, anu.." Ice tidak tau mengapa dia gugup sekarang. Apa yang harus aku katakan?!! Kakak tolong aku..

"Dia temanmu?" tanya petugas itu menatap kearah Ice sejenak lalu berjalan kearah Blaze yang berbaring di ranjang.

Magic Potion [END]Where stories live. Discover now