Solar memutar bola matanya malas. Gempa merasa ada yang tidak beres. Pantas saja sedaritadi dia tidak melihat Thorn dimana mana, ternyata anak itu masih di dalam kamar dan tidak keluar.

Karna merasa cemas, dia memutuskan untuk pergi ke kamar Thorn.

"Kalian mau dibelikan apa?" tanya Halilintar yang tengah memakai sepatunya.

Adik adiknya terlihat antusias saat Hali berkata begitu. Jarang jarang kakak mereka akan mentraktir mereka.

"Titip cemilan!" seru Taufan dan Solar.

"Martabak manis satu!" timpal Blaze.

Ice menatap heran, "Tumben mau martabak?"

"Lagi pengen"

Hali mengangguk. "Ice nanti aja, sekalian pergi baru kau bilang mau apa"

Ice mengangguk. "Oke"

Mereka berdua pun pamit pergi keluar dari rumah. Taufan, Solar, dan Blaze kembali masuk kedalam.

"Thorn?"

Gempa mengetuk pintu kamar adiknya itu. Tetapi tidak ada jawaban, bahkan pintu tidak kunjung dibuka oleh yang punya kamar.

"Thorn? Hei, aku masuk ya?"

Kebetulan pintu kamarnya tidak terkunci. Gempa pun masuk kedalam. Kamar dengan dinding bercat hijau zamrud dengan tanaman merambat buatan terpasang di sudut ruangan. Meja meja dengan rak penuh tanaman hias dan tanaman yang tidak Gempa tau ada disana. Tanaman bunga terlihat asri bertengger di depan jendela tanpa sinar masuk lewat tirai yang menutupinya.

AC menyala membuat ruangan terasa dingin dan nyaman. Buku buku pelajaran berserakan di lantai dengan tas sekolah yang tidak pada tempatnya. Cairan aneh juga terlihat muncul di lantai, bahkan di kasur.

Gundukan dari balik selimut diatas kasur itu nampak jelas. Seluruh tubuh tertutupi selimut, tidak berniat ingin keluar dari sana sama sekali.

Gempa berjalan memasuki kamar adiknya yang sedikit berantakan. Di sentuhnya bahu adiknya yang tertutupi selimut lalu mengguncangnya perlahan.

"Thorn? Kamu kenapa?" tanya Gempa dengan lembut, dia duduk disana. Menunggu Thorn menjawab namun tidak kunjung dia dapat.

Gempa pun berinisiatif untuk membuka sedikit selimut yang menutupi wajah Thorn yang mengarah ke sisi lain. "Thorn? Kenapa, hm?" ia menyentuh kening Thorn untuk memastikan kalah adiknya itu baik baik saja. Tapi nyatanya tidaklah begitu. Tubuhnya terasa panas dengan wajah pucat. Bahkan nafas hangatnya bisa Gempa rasakan.

"Astaga, Thorn?!" Gempa terkejut lalu membalikkan tubuh adiknya agar mengarah pada dirinya.

Thorn terlihat berbaring dengan kelinci yang berada dalam pelukannya. Bibirnya dan wajahnya pucat dengan nafas terengah engah yang hangat. Air mata juga muncul di ujung matanya.

"Kau sakit?! Kenapa gak bilang, Thorn. Tunggu sebentar, kakak ambil kompresan dulu"

Gempa yang panik ingin segera pergi mengambil kompres dingin beserta makanan untuk adiknya. Thorn belum sarapan pagi ini. Namun tangannya di cekal duluan oleh Thorn, ia menggeleng pelan dan mengundang rasa cemas kakaknya itu.

Magic Potion [END]Where stories live. Discover now