22

92.5K 3.8K 506
                                    

All men are bastards

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

All men are bastards.
Are you sure you don't?

.
.

Duduk di balik meja kerjanya sambil berkutat dengan laptop, Avandher cukup lama menatap layar laptopnya yang tengah menampilkan deretan hunian apartemen mewah di tengah kota. Ia menilai sudut ruangan dalam gambar itu satu persatu. Kamar yang besar tentu akan terasa sangat menyegarkan jika langsung mengarah ke pemandangan kota, kan? 

But wait!

Bukankah seorang Avandher Gharnion telah memiliki mansion megah? Apartemen itu tentu tak akan berguna untuk dirinya.

Lantas untuk apa?

Untuk Letta!

Padahal ia adalah pria yang tak pernah sepeduli itu pada wanita yang bukan istri dan Ibunya. Jadi, bagaimana bisa ia merepotkan dirinya untuk wanita itu? Rasanya Avandher semakin sinting saja sekarang, bahkan ia ingin menertawakan dirinya sendiri untuk itu.

Sejak kapan ia seperhatian ini pada bawahannya?

Entahlah!

Rumah wanita itu terlalu memperihatinkan, bahkan jika ditiup topan pasti akan mudah saja melayang. Well, itu terlalu berlebihan tapi Avandher tak bisa membiarkan sekretarisnya itu tinggal di tempat seperti itu. Hatinya seolah tergerak untuk melakukan sesuatu, hingga tak bisa ditahan tangannya telah dengan ringannya melayangkan uangnya hanya untuk apartemen yang bahkan bukan atas namanya.

Setelah hampir setengah jam berkutat dengan laptop, Avandher menyandarkan punggungnya pada sanderan kursi, lalu menghela nafas panjang. Kemudian tanpa sengaja, pandangannya melirik sebuah totebag di kolong mejanya.

Kegilaan lainnya. Ia juga membelikan sepatu untuk wanita itu!

Setelah pulang dari rumah orangtuanya—lebih tepatnya untuk menebus rasa bersalahnya, Avandher sempat menemani Ibunya berbelanja. Lalu ketika melihat jejeran sepatu yang dipajang di toko ternama, Avandher tiba-tiba teringat Letta.

Wanita itu menyukai sesuatu yang sederhana dan nyaman jadi ia memilihkannya sendiri.
Avan juga tak tau berapa ukuran pasti kaki Letta, tapi menurut perkiraannya ukuran sedikit lebih kecil dari Valina. Tentunya, Avan membelikan itu tanpa sepengetahuan Ibunya.

Sebagai pria yang memiliki istri, ia harusnya tak boleh begini. Namun semua telah berada di luar kendali dirinya karena otaknya tak bisa berhenti memikirkan wanita itu.

Begitu menjengkelkan dan mendebarkan di saat yang bersamaan, ia seperti remaja yang baru mengalami puber padahal masa pubernya adalah 15 tahun lalu. Bahkan hanya dengan memikirkannya, Avandher merasakan gairahnya mulai tersulut. Tubuhnya meremang hanya dengan membayangkan Letta di bawah kukungan tubuhnya dengan puting mengacung dan vagina mereka basah.

Oh, fuck!

Wanita itu tak di sini sekarang tapi kenapa kau semesum ini, sialan!

Avan mengusap wajahnya yang memanas. "Ini benar-benar konyol," gumamnya tak habis pikir dengan dirinya sendiri.

THE BOSSWhere stories live. Discover now